KETERPAKSAAN YANG MEMBUKA PELUANG

Oleh: Dra. Nani Sulyani, M. Ds.

(Kepala SMPN 3 Saguling)

Kabar wafatnya pakar komunikasi Jalaluddin Rahmat membuat saya tertarik untuk membuka kembali buku karya beliau Psikologi Komunikasi. Buku tersebut melegenda dan digunakan sebagai referensi dalam perkuliahan yang saya ikuti di masa silam. Saya mereviu betapa pentingnya ilmu komunikasi ini. Bahkan saya berpendapat, mungkin calon guru sebaiknya mendalaminya.

Sepanjang hidupnya, manusia berusaha untuk berkomunikasi. Sejak lahir hingga meninggalkan alam fana, komunikasi digunakan sebagai alat agar kita saling memahami. Terlebih, menyandang status sebagai pendidik, komunkasi bagi kita bukan hanya sebagai alat, akan tetapi dapat merupa tujuan.

Pada saat kita mengajar, komunikasi kita bersifat Intra Personal. Kita berkomunikasi dengan orang lain/siswa. Siswa akan menerima informasi yang kita sampaikan, mengolahnya, menyimpannya dan menghasilkannya kembali (berupa sikap, tanggapan, atau pertanyaan). Pembelajaran di kelas akan berlangsung sukses apabila berjalan optimal. Guru-siswa terlibat dalam interaksi aktif.

Pada saat masih berstatus sebagai guru, saya kerap bertanya kepada siswa: bagaimana sih pembelajaran yang menurut kalian menyenangkan? Pertanyaan ini tidak ditujukan kepada siswa dengan kategori aktivis sekolah (OSIS/ekskul), atau mereka dengan prestasi akademik tergolong tinggi. Karena posisi saya pada saat itu menjabat sebagai guru BK, maka pertanyaan itu untuk mereka yang akrab berkunjung ke ruang BK.

Jawabannya simple, “Yang cara ngajarnya nggak garing.” Dalam bahasa gaul, nggak garing berarti tidak membosankan, akan tetapi menyenangkan dan asyik. Cukup dinyatakan dengan satu kata, tetapi bila diterjemahkan mengandung banyak makna. Jawaban siswa tersebut membuka pemikiran kita bahwa (mungkin) ada pesan yang tidak terkomunikasikan kepada mereka. Alih-alih memahami materi yang disampaikan, ternyata mereka malah menyatakannya bahwa pembelajaran kita membawa pada suasana bosan, kaku, ngantuk, atau malah membuat stress.

Apa yang Sebaiknya Dilakukan Guru agar Komunikasinya Dipahami Siswa?
Paul Eggen & Don Kauchak (2012) menekankan pentingnya straregi dalam pembelajaran. Dalam menyusun strategi, guru akan merancang berbagai upaya untuk melibatkan siswanya secara aktif dalam mata pelajaran yang diampunya. Bahkan, dimungkinkan bagi guru untuk memikirkan berbagai kendala yang mungkin timbul. Sama halnya dalam ilmu peperangan (militer), kepiawaian menyusun strategi merupakan unsur penting dalam meraih kemenangan.

Mayoritas guru memaknai strategi pembelajaran melulu menekankan pada sisi hardfile (RPP). Asal RPP selesai dibuat, maka bereslah sudah. Guru jarang membayangkan bagaimana skenario berkomunikasi dalam pembelajarannya akan sukses diimplementasikan. Padahal, yang akan dihadapinya adalah siswa yang memungkinkan bereaksi beragam terhadap kalimat-kalimat yang akan diucapkannya.

Dalam pembelajaran, guru dan siswa harus berada dalam posisi aktif saling memengaruhi. Jika kondisi interaktif ini tercapai, maka pembelajaran dapat berjalan dalam suasana yang penuh keikhlasan dan keceriaan. Dalam bukunya, Eggen & Kauchak mengutip hasil penelitian Good & Brophy (2008) bahwa ada keterkaitan positif antara komunikasi efektif, prestasi siswa dan kepuasan siswa terhadap pembelajaran. Artinya, betapa komunikasi efektif (interaksi) yang terjadi di dalam pembelajaran sangatlah bermakna bagi peningkatan prestasi siswa.

Komunikasi dalam pembelajaran moda daring sungguh menyita perhatian guru. Menyikapi fenomena pembelajaran moda daring saat ini, hampir di semua satuan pendidikan menggunakan aplikasi whatsap dan google classrom, baik sebagai media utama, maupun sebagai media pendukung. Aplikasi ini memaksa kita berdaptasi bagaimana seharusnya berkomunikasi dalam bahasa teks/tulisan. Komunikasi dalam kelas yang asalnya verbal, berubah menjadi teks. Dari kelas fisik berubah menjadi maya. Manakala pembelajaran berjalan menggunakan bahasa verbal dan moda luring, maka gestur, mimik dan intonasi akan dengan sendirinya menyertai. Namun, dalam bahasa tulisan, ia hanya akan lengkap jika disertai tanda baca.

Meskipun moda daring memiliki keterbatasan dan dikeluhkan oleh sebagian guru, namun pada kenyataannya, pembelajaran moda daring telah memberi guru sebuah peluang untuk mengembangkan keterampilannya dalam menggunakan bahasa tulis. Terbukti, setiap membuka kegiatan melalui WAG/GCR kelas, guru sudah memikirkan rangkaian kalimat yang akan disampaikannya. Makin hari, guru dan siswa secara bersama telah belajar mengembangan keterampilan baru: merangkai kalimat, menggunakan tanda baca dan menyampaikan pesannya agar dipahami. Bahkan bagi guru, mereka telah belajar pula hal baru, yaitu bagaimana membuat kalimat motivatif. Bukankah ini positif?
“Selamat pagi anak-anakku yang hebat dan penuh semangat, kita akan mulai pembelajaran sebentar lagi ya. Coba, sebutkan hal baik apa yang sudah kalian lakukan di hari kemarin?”

Sumber bacan:
Jalaluddin Rahmat; Pskologi Komunikasi; 1986
Paul Eggen & Don Kauchak; Strategi dan Model pembelajaran; 2012