Oleh: Yully Tresna Sulistian, S.Pd
(SDN 1 Wangun Sindangkerta)
Dalam kegiatan aksi nyata modul 2.3 ini, CGP mempraktikkan rangkaian supervisi akademik dalam pembelajaran dengan menggunakan paradigma berpikir coaching dan melakukan refleksi terhadap praktik supervisi akademik tersebut. Supervisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : Percakapan pra coaching, pengamatan kelas, percakapan pasca coaching. Dengan tahapan tersebut terbukti dapat memperkuat kualitas pembelajaran di kelas.
Kegiatan supervisi akademik dilakukan kepada rekan guru kelas 1. Beliau adalah Ibu Rini Supartini, S.Pd saat mengajar di kelas I dengan model pembelajaran sosial emosional.
Untuk mengembangkan kompetensi guru agar dapat melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid, maka coach perlu memiliki paradigma berpikir coaching, yaitu fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan.
Selain itu, dalam melakukan percakapan coaching, ketiga prinsip coaching perlu diperhatikan dalam rangka memberdayakan orang lain (coachee), yaitu prinsip kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi.
Agar coaching yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan dapat menggali potensi coachee, maka seorang coach perlu memahami, menerapkan, dan melatih kompetensi inti coaching secara terus menerus, yaitu kompetensi kehadiran penuh/ presence, mendengarkan aktif bebas dari asumsi, melabeli, dan asosiasi, dan mengajukan pertanyaan berbobot.
Paradigm berpikir coaching sangat diperlukan dalam melaksanakan supervise akademik. Supervisi akademik merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk memastikan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik berpihak pada murid, dan untuk mengembangjan kompetensi diri pendidik.
Dalam supervisi akademik, supervisor (kepala sekolah, guru senior, rekan sejawat) dapat membangun percakapan yang memberdayakan potensi guru. dalam hal ini, terdapat empat percakapan yang dapat diterapkan, yaitu sebagai berikut.
- Percakapan untuk perencanaan dilakukan sebelum coachee (teman sejawat) akan memulai/ terlibat dalam suatu kegiatan atau melakukan suatu tugas.
- Percakapan untuk pemecahan masalah dilakukan saat coachee menghadapi masalah, merasa buntu, merasa tidak jelas, merasa tidak berdaya, merasa tidak mampu, mengalami krisis, dan membutuhkan bantuan orang lain.
- Percakapan untuk berefleksi dilakukan setelah ada aktivitas yang dilakukan oleh coachee atau setelah coachee menyelesaikan tugas, dan saat coachee sedang ingin merefleksikan diri
- Percakapan untuk kalibrasi dilakukan saat coachee ingin melakukan swanilai kinerja/perkembangannya terhadap suatu standar/kriteria dan saat perlu melakukan penyesuaian ulang atas rencana terhadap standar/kriteria tersebut.
Lebih lanjut, dalam melaksanakan coaching terdapat sebuah acuan umum atau alur percakapan coaching, yang dapat membantu peran coach dalam membuat percakapan coaching menjadi efektif dan bermakna, yaitu alur TIRTA berikut ini.
- Tujuan umum. Pada alur ini, coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung
- I Pada alur ini, coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi
- Rencana aksi. Pada alur ini, coach mengajukan pertanyaan-pertanyaan pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat oleh coachee.
- Tanggung jawab. Pada alur ini, coachee membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya. *