Dadang A. Sapardan
(Kabid Kurikulum & Bahasa, Disdik Kab. Bandung Barat)
Sudah lebih dari satu tahun lamanya, dinamika kehidupan masyarakat tersendat karena berbagai pembatasan yang diterapkan oleh pemerintah. Penerapan kebijakan pembatasan tersebut sebagai upaya preventif dari pemerintan untuk menjaga masyarakat agar tidak terpapar Covid-19 secara masiv. Sejalan dengan perkembangan waktu berbagai sektor ekonomi masyarakat—perdagangan, perindustrian, pariwisata, dan berbagai sektor lainnya—sudah mulai dibuka dengan pembatasan tersenderi serta disertai penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat. Sektor yang sampai saat ini belum dibuka seperti layaknya sektor di atas adalah sektor pendidikan dan berbagai sektor lainya.
Upaya guna mengantisipasi semakin meluasnya penyebaran Covid-19, berbagai kebijakan diterapkan oleh pemerintah dengan didukung berbagai elemen masyarakat. Langkah yang dilakukan di antaranya dengan menerapkan pembatasan aktivitas masyarakat sehingga pergerakan masyarakat tidak se-masiv dalam kondisi normal. Hal ini dilakukan karena berdasarkan beberapa riset, mobilitas interaksi yang tinggi serta terjadinya kerumunan dan keramaian menjadi pemicu lahirnya kasus paparan baru.
Sekalipun demikian, langkah tersebut belum dipatuhi oleh seluruh masyarakat. Masih ada saja segelintir masyarakat yang tidak mengindahkan penerpan kebijakan tersebut dengan berbagai alasan. Namun pada kenyataannya, berbagai fasilitas umum yang biasa menjadi tempat masyarakat untuk beraktivitas, tidak sesemarak sebelumnya. Hanya fasilitas umum yang berkaitan dengan kebutuhan pokok masyarakat saja yang masih terlihat geliatnya.
Saat ini, pemahaman yang terbentuk pada sebagian besar masyarakat, kalaupun dengan sangat terpaksa harus berlangsung aktivitas—terutama yang berkaitan dengan pergerakan perekonomian—dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat. Di tengah keberlangsungn aktivitas tersebut, kedisiplinan penerapan 5M—memakai masker, mencuci tangan memakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi interaksi. Kedisiplinan dalam penerapan 5M—menjadi standar aktivitas keseharian. Upaya tersebut diterapkan karena 5M dimungkinkan dapat menekan terjadinya paparan baru, bahkan cluster baru.
Berkenaan dengan berbagai pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap berbagai aktivitas masyarakat, secara tidak langsung telah mengarahkan masyarakat pada fenomena kehidupan baru. Masyarakat mulai digerakkan untuk berkonsentrasi pada sisi kehidupan substantif semata sebagai kebutuhan primer dalam berkehidupan. Kenyataan ini secara sadar ataupun tidak telah mulai berlangsung selama penerapan pengetatan aktivitas masyarakat.
Berbagai aktivitas dalam konteks bukan kebutuhan primer dalam kehidupan sudah benar-benar tidak mendapat perhatian sebagian besar dari masyarakat. Kalaupun terpaksa harus dilakukan, mereka harus menghitung ratusan kali bahkan ribuan kali karena ada konsekwensi yang harus dihadapi. Konsekwensi tersebut menyangkut nyawa pribadi dan orang lain di sekitarnya.
Dalam upaya menakan resiko lahirnya paparan baru, sebagian besar masyarakat mulai menarapkan strategi aman dalam beraktivitas. Untuk dapat memenuhi kebutuhan berkomunikasi dan bersosialisasi dilakukan dilakukan melalui komunikasi di dunia maya dengan memanfaatkan fasilitas internet dengan media sosial sebagai basis utamanya. Bukan itu saja, kegiatan transaksi jual beli pun mengalami perubahan, sudah tidak melalui transaksi konvensional—seperti yang selama ini berlangsung—tetapi lebih banyak menggunakan e-purchasing.
Sebagian besar masyarakat mulai melakukan refocusing pada kehidupan yang sifatnya substantif—sebatas untuk pemenuhan kelangsungan kehidupan. Kenyataan ini tidak terbayangkan sebelumnya, di tengah kehidupan masyarakat yang lebih mengarah pada pola kehidupan hedonisme, pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi semata sebagai tujuan dalam berkehidupan.
Pola perubahan kehidupan masyarakat yang lebih mengarah pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup substantif merupakan sebuah alamat baik. Kehidupan yang hanya sebatas untuk dapat bertahan—seperti yang telah diterapkan selama ini—telah membuka mata bahwa kehidupan hedonis menjadi sebuah pola hidup yang sudah semestinya dikesampingkan bahkan disingkirkan jauh-jauh.
Berkenaan dengan fenomena tersebut, barangkali yang perlu dilakukan adalah penguatan akan kesadaran guna pemenuhan kehidupan substantif semata, sekalipun pandemi Covid-19 sudah berlalu. ****Disdikkbb-DasARSS.