Skip to content

Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat

Primary Menu
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Tujuan Dinas Pendidikan
    • Struktur Organisasi
    • Pejabat Struktural Dinas Pendidikan
    • Tupoksi
    • Kontak Kami
    • Visi Misi & Moto
    • Maklumat Pelayanan
  • Statistik
    • Neraca Pendidikan 2016
    • Neraca Pendidikan 2017
    • Neraca Pendidikan 2018
    • Neraca Pendidikan 2019
    • Neraca Pendidikan 2020
    • Neraca Pendidikan 2021
  • Produk Hukum
  • Download
    • Library Document
    • Ebook
  • SAKIP
    • Renstra Disdik 2018-2023
    • IKU 2022
    • Perjanjian Kinerja Pejabat Eselon 2022
    • RKT Tahun 2021
  • Gallery Photo
  • Standar Pelayanan
  • PPPK
    • PPPK 2022
    • PPPK 2023
  • Portal Layanan
    • Portal Pelayanan
    • Portal Pengaduan
    • PETADIK
  • Publikasi
    • Majalah Kinanti
    • Podcast Bisa Cerdas
  • Home
  • News
  • Merdeka Belajar Untuk Ekoliterasi

Merdeka Belajar Untuk Ekoliterasi

Oleh: Ilman Fatuh Rahman A.F

Kampanye ekoliterasi (melek lingkungan) yang digaungkan belum membuahkan hasil yang diharapkan. Bencana ekologis yang melanda hari ini adalah konsekuensi minimnya ekoliterasi. Banjir, longsor, kesulitan air hingga pemanasan global adalah problematika di depan mata kita.

Sampai kapan pun sektor pendidikan tetap berada pada puncak piramida pencegahan dan  penanganan bencana ekologis. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dengan salah satu temanya gaya hidup berkelanjutan menjadi media ekoliterasi yang bisa dilaksanakan di sekolah. Setiap sekolah adalah adiwiyata seharusnya menjadi paradigma. Tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah sehingga memiliki tanggung jawab dalam upaya penyelamatan lingkungan.

Ruh mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup harus tetap dipelihara dengan mengintegrasikannya pada bahan ajar yang beririsan langsung dengan upaya pelestarian alam. Implementasi “merdeka belajar” dapat dimaknai secara kontekstual oleh guru untuk secara leluasa mengangkat tema aktual terkait fakta kerusakan lingkungan.

Selanjutnya, membidik ranah afektif siswa agar tidak abai dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Berani berbuat sesuatu sekecil apa pun untuk penyelamatan lingkungan. Sehingga slogan “buanglah sampah pada tempatnya” tidak lagi berkutat pada kognisi siswa, melainkan afeksi dan psikomotornya.

Implementasi ekoliterasi kita mulai dari ruang di mana guru mengajar. Guru selalu dihadapkan pada realita kecerdasan majemuk (multiple inteligence) diantara siswanya. Sayangnya fakta ini belum  diamini oleh guru sepenuhnya sebagai kenyataan yang harus diakomodasi dalam setiap praktik pembelajaran. Penerimaan akan kecerdasan majemuk  terakomodasi oleh kegiatan yang beragam pula seperti  membaca, mendengar, melihat, berbicara dan  melakukan. Aktualisasi “merdeka belajar” yang paling efektif dan padat makna adalah dengan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berbicara dan melakukan sesuatu (learning by doing).

Pakar pendidikan Vernon A Magneson (2007) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa level kualitas pembelajaran tergantung sejauh mana siswa terfasilitasi dalam berbagai aktivitas belajar “Kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan kita lakukan”.

Terkait ekoliterasi, maka proses membayangkan lingkungan adalah pembuka dari pengetahuan metakognif. Menerapkan strategi untuk menyelidiki, mendiskusikan, berpikir kritis, membayangkan dan membangun suatu diskusi tentang lingkungan. Secara singkat siswa diajak memahami bagaimana sumber-sumber alami di bumi tetap lestari, serta semua orang selamat,  berumur panjang dan sehat.

Proyek sederhana berkaitan dengan ekoliterasi yang membidik dengan tepat ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan pernah diilustrasikan secara sederhana oleh Evelyn William English (2017) tentang air. “Para siswa diistruksikan menuangkan air ke dalam gelas. Mintalah para siswa memperbincangkan tentang penampakan air itu. Ini membuat mereka berfikir tentang betapa air sangat penting dalam kehidupan kita. Siswa kemudian diminta untuk memasukkan sejumput kecil tanah ke dalam gelas itu. Siswa digiring untuk mengungkapkan bagaimana perasaan mereka apabila harus meminum air yang tercemar ini. Menjelaskan pula tentang hal-hal apa yang bisa menambah pencemaran. Aktifitas belajar dengan mengomunikasikan dan melakukan ini selanjutnya mampu membantu mereka menghasilkan ide-ide dan produk baru seperti metode daur ulang dan penyulingan.

Merdeka belajar merupakan kombinasi model pengetahuan metakognitif, data serta fakta menggiring siswa untuk mampu menelurkan gagasan secara kritis dan kreatif hingga penyelesaian masalah. Mengajak siswa untuk membuka pola pikiran serta mengaktualisasikan peranannya dalam menanggulangi masalah degradasi lingkungan. **

 

Penulis, Guru dan Wakil Kepala SMP Negeri 4 Cisarua Kabupaten Bandung Barat.

Total Views: 282

Continue Reading

Previous: Inovasi Mengangkat Kearifan Lokal Melalui Tembang Sunda
Next: Strategi Pengelolaan Kinerja PMM Melalui Komunitas Belajar

Cari Berita Disini

Popular Post

You may have missed

dinn1
  • Artikel Populer

Sekolah di Perbatasan, Garuda di Dadaku

bidangsmp 29 June 2025
WhatsApp Image 2025-06-17 at 09.32.26
  • Berita

Jurnal Kinanti Raih Tiga Besar Lomba Inovasi Daerah KBB 2025

bidangsmp 18 June 2025
PGRI KBB
  • Berita

Selamat, Rustiyana Pimpin PGRI Kab. Bandung Barat Periode 2025-2030!

bidangsmp 15 June 2025
igi kbb
  • Berita

PELATIHAN TARL UNTUK GURU KAB.BANDUNG BARAT BERSAMA IGI DAN TELKOMSEL

bidangsmp 2 June 2025
Copyright © All rights reserved. | MoreNews by AF themes.