[responsivevoice voice=”Indonesian Female” buttontext=”bacakan”]
Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
(SMPN 1 Cipongkor)
“Sikap disiplin sebenarnya bukan hal baru di negeri ini. Ideologi negara, Pancasila, di setiap silanya memandu semua pengamalnya untuk disiplin. Sila pertama mengarahkan para pemeluk agama untuk menjalankan ibadah kepada Tuhan sesuai dengan kepercayannya masing-masing. Hal ini adalah awal sikap disiplin yang diajarkan ‘way of life’ bangsa ini. Dengan menjalankan perintah-Nya mencirikan kepatuhan hidup dalam aturan kepercayaan yang diyakininya.”
Kebijakan New Normal
Kebijakan ‘new normal’ baru-baru ini diwacanakan pemerintah. Policy ini merupakan lanjutan dari keputusan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah kota dan provinsi yang telah berlangsung selama hampir tiga bulan. Grafik memang belum menunjukkan tren posistif.
Sudah diduga sebelumnya bahwa keputusan tersebut akan menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi disambut baik masyarakat yang merasa terhimpit gerak sosialnya, terutama para pelaku bisnis di semua sektor. Di sisi lain, kebijakan tersebut dikhawatirkan sebagai respon pesimis pemerintah dalam penanggulangan pandemi covid-19 yang belum menunjukkan grafik menurun.
Para pelaku bisnis menyikapinya dengan segera membuka kran-kran usaha. Sektor pariwisata, salah satu di antara sekian industri yang sangat terpukul dengan pemberlakuan PSBB, menyambut baik kebijakan tersebut. Sejumlah daerah segera menyosialisasikan policy ini dengan kembali membuka tempat-tempat tujuan wisata untuk menggerakan kembali komoditi yang sangat bersentuhan dengan kerakyatan ini.
Pancasila Membangun Sikap Disiplin
Begitupun dengan dunia pendidikan. ‘new normal’ disikapinya dengam harapan dapat menciptakan suasana baru layaknya perangkat lunak komputer yang di refresh atau mungkin di reinstall. Sehingga akan memiliki energi baru dalam peningkatan kualitas pelayanan pendidikan ke depan. Terlebih dikarenakan penerapan protokol pencegahan dan penularan covid-19 akan menuntun setiap orang untuk hidup disiplin.
Disiplin mengandung makna kepatuhan akan satu tatanan yang berlaku di satu masyarakat. Hal ini menyangkut integritas seseorang dalam menyikapi satu keadaan.
Sikap disiplin sebenarnya bukan hal baru di negeri ini. Ideologi negara, Pancasila, di setiap silanya memandu semua pengamalnya untuk disiplin. Sila pertama mengarahkan para pemeluk agama untuk menjalankan ibadah kepada Tuhan sesuai dengan kepercayannya masing-masing. Hal ini adalah awal sikap disiplin yang diajarkan ‘way of life’ bangsa ini. Dengan menjalankan perintah-Nya mencirikan kepatuhan hidup dalam aturan kepercayaan yang diyakininya.
Sila ke dua, menuntun setiap individu untuk saling menyayangi, menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga dengan memiliki sikap tersebut akan terpola tatanan kehidupan yang beradab dengan parameter damai, nyaman, dan kondusif di berbagai bidang kehidupan.
Sementara di sila ke tiga, mengamanatkan agar persatuan dan kesatuan bangsa hanya akan dapat terwujud jika setiap anak bangsa memiliki satu visi sebagai keluarga besar Indonesia. Hal ini pun dilahirkan dari sikap disiplin dalam memperlakukan semua anggota keluarga besar tersebut sebagai satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Sedangkan pada sila ke empat, menunjukkan bahwa disiplin dalam bertutur, bersikap, bertingkah laku dalam menyampaikan pendapat, musyawarah, dan mufakat melahirkan peradaban luhur suatu bangsa. Dan pada sila ke lima, kedisiplin dalam me-manage organisasi kenegaraan akan mewujudkan suatu keadilan sosial yang bermanfaat dan maslahat bagi sebanyak-banyaknya rakyat.
Pancasila di New Normal
Seperti diketahui Pancasila telah ada sejak bangsa Indonesia hadir di muka bumi. Bukan sekedar nama, juga istilahnya. Tetapi jiwanya telah menyatu dengan bangsa ini. Spirit yang diturunkan Pancasila telah menyatu di setiap relung hati anak bangsa jauh sebelum diumumkan kelahirannya pada 1 Juni 1945.
Pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Istana Negara tahun 1962, Bung Karno menegaskan bahwa dirinya menolak disebut sebagai ‘Pencipta’ Pancasila. Tetapi dia lebih suka disebut sebagai ‘Penggali’ Pancasila. Hanya penggali. Karena, menurutnya, Pancasila telah eksis sejak Indonesia menjadi satu kesatuan jiwa dan raga dari Sabang sampai Merauke. Salah satu yang telah ada di setiap jiwa anak bangsa adalah sikap gotong royong. Sikap tersebut tidak akan pernah terjalin jika kedisiplinan tidak melekat padanya. Disiplin dalam membantu sesama. Disiplin dalam menghargai pendapat orang lain. Disiplin dalam segala hal.
Teraturnya tatanan bangsa Indonesia diakui oleh semua bangsa di dunia. Kendati telah dijajah ratusan tahun, tetapi sikap tolong menolong, tolerasi, dan gotong royong tetap tidak tergoyahkan. Hal inilah yang kemudian menjadi modal utama dalam meraih kemerdekaan.
Sangat menarik ketika ‘New Normal’ bersamaan dengan peringatan hari lahirnya Pancasila tahun ini dimana setiap anak bangsa diingatkan akan jiwa ideologi yang telah meng guidance negeri yang terus merangkak mencapai cita-cita bangsa yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Hal ini menjadi cemeti yang melecut semua elemen bangsa untuk terus sadar akan jati dirinya dalam menghadapi setiap tantangan yang menghadang.
New normal menjadi semacam jawaban atas sejumlah pertanyaan ketika berlarut-larutnya masa perpanjangan darurat sosial saat ini. Pemerintah, dalam hal ini, memberikan pintu kesempatan kepada warganya untuk menata kehidupan baru. Dan Pancasila, yang sejatinya adalah rule of thinking bangsa, memberikan sejumlah solusi, yakni mengingatkan semua elemen bangsa untuk sadar akan pentingnya hidup beragama. Hal ini dikarenakan sehebat apapun program penanggulangan pandemi tetap saja tanpa izin Tuhan tidak akan dapat terselesaikan.
Kemudian tatanan kenormalan baru ini pun secara langsung mendorong seluruh masyarakat untuk meningkatkan kepekaan dan kepedulian kepada sesama manusia secara proporsional. Selanjutnya kembali merekatkan nilai-nilai nasionalisme dengan menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Semuanya telah tercermin dalam seluruh sila Pancasila.
Simpulan
Akhirnya, Hari Lahirnya Pancasila di masa sekarang kembali mengingatkan bangsa ini kepada kutipan pidato Bung Karno, yakni pada tanggal 1 Juni 1945, beberapa saat sebelum kita mengadakan proklamasi Agustus 1945, aku telah berkata, Pancasila inilah satu-satunya dasar bagi kita. Baik sebagai bangsa, maupun sebagai negara, untuk menyadikan bangsa yang kuat utuh, untuk menjadi negara yang kuat. Saudara-saudara, aku mengucapkan suka-syukur kepada Tuhan yang selalu aku tidak lupa saudara-saudara, syukur alhamdulillah kepada Tuhan ini mengucapkan suka-syukur kepada Tuhan, bahwa Tuhan sebagaimana yangg aku, aku terima dan rasakan, telah memberi ilham kepadaku untuk mengusulkan kepada bangsa Indonesia dasar Pancasila ini. Tidakkah saudara-saudara masih ingat kepada pidato saya, baik di Senayan itu, di situ, maupun di Istana Negara, bahwa pada malam akan terjadinya sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai. Yang harus merencanakan dasar negara, yang akan terjadi, yaitu pada tanggal 31 Mei malam 1 Juni malam itu, karena keesokan harinya tanggal 1 Juni aku diharuskan berpidato dihadapan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengusulkan dasar Negara, bahwa pada malam itu aku telah keluar dari rumahku di Pegangsaan Timur, pergi keluar menengadah mukaku ke langit. Melihat kepada bintang di langit yg beribu-ribu dan berjuta-juta. Dan bahwa pada waktu itu memohon, menangis kepada Allah Swt. Ya Allah, Ya Robbi, berilah petunjuk kepadaku apa yang besok pagi akan aku usulkan daripada negara kita yang akan datang. Dan bahwa sesudah itu aku tidur, dan bahwa pada esok harinya aku mempunyai keyakinan, bahwa dasar yang harus aku usulkan ialah Pancasila.
Cuplikan pidato di atas memberikan spirit kepada setiap anak bangsa untuk selalu berpikir positif dalam menghadapi satu keadaan. Karena sikap ini akan mendorong semua untuk produktif, visioner, dan disiplin dalam aktivitas, serta tangguh dalam menghadapi segala ujian yang menghadang. Dan negeri ini sudah diamanahi Tuhan berupa mutiara indah, yakni Pancasila.***
Profil Penulis:
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan. Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun.
[/responsivevoice]