Dadang A. Sapardan
(Kabid Pembinaan SD, Disdik Kab. Bandung Barat)
Mencermati fenomena yang berkembang sampai saat ini, pembelajaran tatap muka (PTM) terlihat masih menghadapi kendala. Langkah untuk melaksanakan PTM masih mengalami tarik ulur karena perkembangan pandemi Covid-19 mengalami fluktuatif. Pemerintah belum memungkinkan untuk mendorong satuan pendidikan agar melaksanakan PTM karena pegangan prinsip pembelajaran pada satuan pendidikan yaitu kesehatan dan keselamatan sebagai prioritas utama. Belum lagi, tanggungan resiko yang harus dihadapi sangat mengkhawatirkan ketika PTM dipaksakan untuk dilaksanakan pada daerah beresiko, terutama daerah terkategori level 4.
Mengupas fenomena pendidikan, seakan tidak akan pernah habis-habisnya karena pendidikan menjadi ranah yang dinamis, sesuai dengan perkembangan kehidupan. Banyak sekali opini bahkan kajian yang dilontarkan oleh berbagai pihak tentang fenomena pendidikan yang berlangsung di negeri ini. Tidak jarang, mereka mengaitkan potret keberhasilan implementasi kebijakan pendidikan berdasarkan capaian hasil komparasi dengan kebijakan yang diterapkan negara lain.
Menelaah terhadap arah kebijakan pendidikan, penerapan kebijakannya paling sedikit mengarah pada dua ranah utama, yaitu ranah peningkatan aksesbilitas dan ranah peningkatan kualitas. Ranah aksesbilitas merupakan upaya fasilitasi terhadap setiap warga usia sekolah agar memiliki kemudahan dalam mengakses pendidikan sesuai usia mereka. Sedangkan ranah kualitas mengarah pada capaian mutu dengan perhitungan indikator tertentu yang ditetapkan atau melalui perbandingan dengan mutu capaian pendidikan negara lain.
Core kebijakan implementasi pendidikan adalah keberlangsungan pembelajaran. Keberlangsungan pembelajaran menjadi perhatian banyak pihak karena menjadi indikator keterlaksanaan pendidikan pada setiap satuan pendidikan. Fenomena keterlaksanaan PJJ sebagai antisipasi terhentinya PTM telah menjadi bukti empiris bahwa banyak masyarakat yang menganggap bahwa proses pendidikan telah terhenti. Timbulnya anggapan tersebut didasari dengan terhentinya aktivitas pembelajaran di setiap ruang kelas pada setiap satuan pendidikan.
Kebijakan pendidikan yang mendorong keberlangsungan pembelajaran dengan nuansa berpusat pada siswa sudah lama didengungkan. Sejalan dengan perubahan kurikulum yang telah diimplementasikan selama ini, upaya untuk menyelenggarakan pembelajaran dengan siswa sebagai porosnya, terus menjadi isu utama yang digaungkan berbagai pihak. Para guru sebagai aktor utama implementasi pembelajaran didorong untuk mampu melaksanakannya. Pembelajaran dengan menempatkan siswa sebagai pengeksplorasi pengetahuan menjadi isu utama pada setiap perubahan kurikulum.
Guna mendorong capaian kualitas seperti yang diharapkan, salah satu langkah yang harus dilakukan adalah mengampayeukan pola pembelajaran dengan nuansa berpusat pada siswa. Sasaran akhir dari langah ini adalah lahirnya kemauan dan kemampuan guru terkait pembelajaran dengan nuansa berpusat pada siswa. Tentunya, kemauan dan kemampuan mereka harus didasari oleh pemahaman guru yang komprehensif. Dengan modal pemahaman komprehensif tersebut, setiap guru dimungkinkan dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran yang diselenggarakannya.
Pertanyaan yang selalu menghinggapi guru terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakannya adalah kebermaknaan materi bagi setiap siswanya. Sejauh mana berbagai materi yang disampaikan memiliki relevansi dengan konteks kehidupan siswa. Pertanyaan tersebut pada ujungnya mengarah pada dimensi kebermaknaan materi pembelajaran bagi kehidupan para siswa. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar siswa masih diliputi keraguan akan relevansi materi yang diperolehnya dalam pembelajaran dengan fenomena kehidupan yang dihadapinya. Kenyataan tersebut salah satunya dilatari oleh asupan materi yang diperoleh dengan tanpa didasari praktik sebagai upaya melakukan pembuktian secara empiris.
Karena keterbatasan kemampuan yang dimilikinya, para siswa belum mampu menghubungkan apa yang telah dipelajarinya dengan fenomena apa yang terjadi dalam kehidupan nyatanya. Barangkali, missing link inilah yang harus disikapi oleh para guru. Karena itu, guru harus mampu merancang pembelajaran yang membekali pengetahuan teori dan praktik, sehingga para siswa dapat mengubungkan materi yang diperolehnya dengan fenomena kehidupan nyata yang dihadapinya. Rancangan pembelajaran yang dapat ditempuh di antaranya dengan menerapkan pendekatan project based learning (PjBL).
Menurut George Lucas, project based learning (PjBL) adalah pendekatan pembelajaran yang dinamis di mana siswa secara aktif mengeksplorasi masalah di dunia nyata, memberikan tantangan, dan memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam. Penerapan pendekatan ini mendorong siswa untuk berperan aktif dalam mengeksplorasi pengetahuan secara mandiri atau kolektif. Pendekatan ini menuntut setiap siswa menghasilkan sebuah produk pada ujung pembelajarannya.
Pembelajaran dengan pendekatan PjBL mendorong siswa untuk dapat memiliki wawasan luas tentang berbagai permasalahan yang harus dihadapi pada dunia nyata. Pendekatan ini membawa siswa pada berbagai tantangan kontekstual. Melalui penerapannya, dimungkinkan akan dapat mengeliminasi missing link yang selama ini mendera para siswa. Dengan kata lain, pendekatan ini lebih mengarah pada upaya menjauhkan siswa dari pengetahuan ‘tahayul’, pengetahuan yang diyakini dengan tidak dibarengi fakta.
Dalam penerapan PJJ di tengah pandemi Covid-19, pendekatan ini dimungkinkan untuk dapat diimplementasikan. Kenyataan memperlihatkan bahwa siswa disandera kelelahan ketika harus berkutat dengan pembelajaran daring melalui penggunaan perangkat digital. Sebagai antisipasinya, para guru harus mampu merancang pembelajaran yang bisa menjauhkan diri dari ketersanderaan tersebut. Pendekatan yang memungkinkan untuk diterapkan adalah pendekatan PjBL.
Alhasil, para guru dituntut untuk berinovasi dan berkreativitas dalam pelaksanaan pembelajaran. Keterbatasan akibat pandemi Covid-19 harus dijadikan stimulan untuk melahirkan berbagai inovasi dan kreativitas. Langkah tersebut merupakan upaya nyata guna mendorong kebermaknaan pembelajaran yang dilaksanakannya. ****Disdikkbb-DasARSS.
Kebermaknaan pembelajaran. Mantap!
Contextual teaching and learning! Harus!
Betul, harus relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa 👍🏼
PJbl atau pembelajaran berbasis projek merupakan salah satu model pembelajaran student centered baik untuk di implementasikan pada pembelajaran karena melatih siswa menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kritis, kreatif dan tepatnya memupuk untuk bekerjasama secara kolaboratif, namun perlu kreatif pula bagi gutu bagaimana menerapkan kerjasama kolaboratif tersebut dimana pandemi yang melarang siswa sementara tidak berkumpul atau berkerumun.hal ini sangat menguras kemampuan berpikir kreatif dan kritis dari kepala sekolah dan guru.