Dadang A. Sapardan
(Kabid Pembinaan SD, Disdik Kab. Bandung Barat)
Selama dua hari ini, beberapa teman begitu sibuk memfasilitasi kegiatan seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) guru. Mereka pontang-panting untuk memberi pelayanan optimal dalam pelaksanaan seleksi PPPK guru yang diikuti para guru Non-ASN. Seleksi PPPK guru yang dilaksanakan pada tahun 2021 ini termasuk surprise tersendiri dari pemerintah untuk mereka yang selama ini berharap menjadi bagian dari aparatur pemerintah. Selain itu, pelaksanaan seleksi ini merupakan upaya pemerintah untuk menutupi kekurangan pegawai, terutama tenaga guru pada setiap satuan pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, memaknai PPPK sebagai warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu dan diangkat berdasarkan perjanjian kerja dengan jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Dari batasan tersebut, setiap PPPK merupakan bagian dari ASN seperti halnya dengan pegawai negeri sipil (PNS), sekalipun posisinya tidak dipersamakan secara mutlak seperti halnya PNS.
Sebagai pemegang otoritas seluruh ASN dalam hal ini PNS dan PPPK pemerintah berharap besar terhadap tampilan ASN masa depan agar dapat berkiprah optimal guna mengelola pemerintahan. Mereka diharapkan menjadi abdi negara yang benar-benar tangguh dan dapat diandalkan dalam menghadapi fenomena kehidupan era revolusi industri 4.0 dengan dominasi pemanfaatan perangkat digital pada berbagai elemen kehidupan masyarakat. Mereka diharapkan menjadi sosok elegan dalam mewarnai tata pemerintahan masa depan yang lebih baik lagi.
Dalam kaitan dengan seleksi PPPK-guru, perlu dipahami bahwa tugas guru bukan semata menyelesaikan pekerjaannya mulai awal jam pelajaran sampai akhir jam pelajaran. Pekerjaan guru bukanlah menyelesaikan pekerjaan dengan didasari perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang serampangan. Tugas guru harus direncanakan dan dilaksanakan dengan perhitungan sangat matang sehingga pasca pembelajaran yang dilakukan dapat menghasilkan kebermanfaatan bagi seluruh peserta didiknya. Dengan demikian, seorang guru harus mampu memosisikan diri sebagai sosok futuristik, sehingga bisa memperkirakan kebutuhan peserta didiknya dalam menghadapi fenomena kehidupan masa depan.
Terlepas dari berbagai tuntutan yang dipikul oleh para guru dalam menyiapkan tunas-tunas unggul yang akan mengisi kehidupan masa depan, pelaksanaan seleksi PPPK-Guru yang baru pertama kali dilaksanakan ini seakan menjadi oase di gurun pasir yang melahirkan harapan dan peluang besar dari para guru honorer pada satuan pendidikan. Mereka harus dengan sekuat tenaga dan dengan berbagai cara agar dapat menangkap peluang yang ada. Mereka berupaya dengan sekemampuan yang dimiliki untuk dapat lolos seleksi sehingga dapat dipercaya untuk menjadi ASN dalam kapasitas sebagai PPPK guru.
Besarnya antusias para guru honorer untuk ikut ‘mengadu untung’ dalam seleksi PPPK guru memang bisa dipahami karena selama ini kuota yang disediakan pemerintah untuk mengangkat PNS guru sangatlah kecil. Efek dari kecilnya kuota pengangkatan PNS guru tersebut melahirkan kekurangan tenaga PNS guru pada berbagai jenjang pendidikan. Sebagai antisipasi mendesaknya, pemberdayaan guru honorer menjadi solusi yang paling mungkin gunu menutupi kekurangan PNS guru. Para guru honorer inilah yang selama ini berjibaku pada setiap satuan pendidikan pangkalnya untuk turut serta berkontribusi dalam membangun dan mengembangkan pendidikan agar tidak mengalami stagnasi.
Ketika pemerintah membuka peluang besar ini, para guru honorer meresponnya dengan cepat dan antusias, sehingga segala cara dan upaya dilakukan agar dapat berkesempatan ‘mengadu untung’ dalam seleksi PPPK guru. Cerita yang mengharukan dan menyentuh hati nurani benar-benar tergambar dari pengalaman mereka dalam mengikuti seleksi PPPK guru. Mereka seakan mengesampingkan berbagai hal yang selama ini dianggap penting untuk menempatkan seleksi PPPK guru sebagai prioritas utamanya.
Perjuangan menjadi PPPK guru benar-benar menorehkan cerita yang sangat menyentuh sisi empati setiap orang. Untuk dapat mengikuti seleksi ini para peserta, seakan tidak mengindahkan kesehatan dan keselamatan diri atau keluarganya. Bagaimana seorang peserta berupaya mengikuti seleksi PPPK guru, sekalipun harus membawa bayi yang berumur sekitar 2 bulan ke tempat seleksi dan menidurkannya di mushola sekolah tempat pelaksanaan seleksi. Bukan itu saja, ada pula di antara peserta seleksi yang baru melahirkan beberapa hari dan dia memaksakan diri untuk ikut seleksi. Bahkan, ada pula peserta yang berjibaku mengikuti seleksi sekalipun baru saja pulang dari rumah sakit, pascaoperasi usus buntu.
Sekelumit cerita para pejuang yang mengharukan dan menyentuh hati nurani tersebut tentunya bukan itu saja, masih banyak lagi cerita lainnya yang mengundang empati. Tujuan dari perjuangannya jelas sekali, bagaimana mereka mengorbankan berbagai hal—termasuk kesehatan dan keselamatan—demi tercatat sebagai PNS dalam kapasitas sebagai PPPK guru. Semoga, perjuangan mereka membuahkan hasil seperti yang diharapkan, sehingga bisa bersama-sama dengan PNS guru lainnya berjuang untuk membangun dan memajukan pendidikan. Aamiin…. ****Disdikkbb-DasARSS.
Aamin Ya Robbal Alamin. Perjuangan luar biasa! Sikap pimpinan empatik! Telisik keren!