Berita: Nuni Fitriarosah
CIPATAT, (NEWSROOM)– Guna meningkatkan kualitas profesionalisme guru dan untuk memberi bekal bagi seluruh komponen sekolah dalam menghadapi tahun pelajaran 2019/2020, SMPN 3 Cipatat melaksanakan In-house Training (IHT). Kegiatan tersebut merupakan program pelatihan guru yang dilakukan di tempat, dengan peralatan, dan mendatangkan trainer sendiri sesuai topik yang dibutuhkan. Hadir sebagai nara sumber para ahli di bidangnya dari unsur pengawas, guru dan operator Dapodik yakni, Didi Akhdiat, Rondang Okinda, Neneng Salamah dan Riyana Sukmaya. Rabu (31/07/19).
Dalam presentasinya, Didi Akhdiat, pengawas Pembina, mengingatkan agar guru meningkatkan kualitas dirinya. Peningkatan kualitas pendidikan, menurut Didi Akhdiat, merupakan pekerjaan rumah yang tidak kunjung selesai bagi dunia pendidikan. Berbagai kebijakan dicanangkan dan dilaksanakan untuk mendongkrak kualitas proses dan hasil selama proses pendidikan sehingga mewujudkan cita-cita sekolah unggul. Guru adalah ujung tombak pendidikan di sekolah, karena itu upaya peningkatan kualitas pendidikan sudah seharusnya menjadi bagian dari rencana strategis dan masuk dalam prioritas utama dari kebijakan sebuah sekolah. Jika guru melakukan perencanaan yang baik maka diharapkan kualitas pendidikan akan ikut meningkat.
“Sepuluh ciri sekolah unggul yakni kepemimpinan sekolah yang berprofesional; semua warga sekolah memahami dan melaksanakan visi dan misi sekolah; suasana dan kegiatan pembelajaran di sekolah menyenangkan; guru memiliki perencanaan pembelajaran; semua program positif mendapat penguatan dari sekolah, orang tua dan siswa; sekolah melakukan monitoring dan evaluasi secara terprogram dan berdampak terhadap perbaikan sekolah; hak dan kewajiban siswa dapat dilaksanakan dengan baik; kemitraan antara sekolah dan rumah tangga atau orang tua; munculnya kreativitas dalam organisasi sekolah untuk pengembangan pendidikan,” papar Didi.
Di sisi lain, Rondang Okinda mengungkapkan bahwa untuk melaksanakan profesinya, guru sangat memerlukan aneka ragam pengetahuan dan keterampilan keguruan yang memadai, sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman serta harus siap dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Amanat implementasi kurikulum 2013, menurutnya, mengusung perubahan paradigma pembelajaran dari berpusat kepada guru menjadi berpusat kepada siswa. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan saintifik ‘5 M’, (Mengamati, Menanya, Mengumpulkan informasi, Menalar/mengasosiasikan, dan Mengomunikasikan) dilakukan untuk memenuhi kompetensi abad 21 meliputi ‘4C’ yaitu, communication, collaboration, critical thinking and problem solving, creative and innovative, diimbangi dengan pengintegrasian antara literasi dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
“Critical thinking adalah keterampilan yang dikerahkan dalam memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis, menginvestigasi, dan menyimpulkan, sedangkan problem solving adalah keterampilan yang memiliki keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah yang muncul pada kehidupan sehari-hari”, tandas Rondang
Senada dengan hal diatas, Neneng Salamah, pemateri lainnya, mengimplemenatsikannya melalui kegiatan simulasi pembelajaran. Hal ini bertujuan agar guru menggunakan metoda dan media yang bervariasi dalam mengajar dan membentuk kompetensi siswa dan mendorongnya agar memperoleh hasil yang lebih baik.
Sementara itu, pada sesi terakhir disajikan pembahasan e-raport oleh Riyana Sukmaya K. Tata cara pengisian data pada e-raport dikupas tuntas meliputi komponen apa saja yang harus disiapkan serta siapa saja yang mempunyai peranan dalam pengisian e-raport.
“Dalam pengisian e-Raport kita tidak bisa bekerja sendiri. Semua elemen sekolah berperan penting dalam pengisian e-Raport. Saling mengoreksi sehingga pekerjaan akan lebih baik,” jelas Riyana.
Pada kesempatan terpisah, Ati Rosmiati, Kepala SMPN 3 Cipatat mengungkapkan bahwa pelaksanaan IHT bertujuan untuk memberi bekal bagi seluruh komponen sekolah dalam menghadapi tahun pelajaran baru. Mulai dari program yang akan dilaksanakan setahun ke depan, serta amunisi yang harus dimiliki guru khususnya dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Ati pun mengapresiasi para guru yang sangat antusias dalam menerima ilmu dari nara sumber dengan suasana yang menyenangkan. Hal tersebut ditandai ketika mereka berdiskusi di kelompoknya dan melaksanakan tugasnya dengan baik.
“Harapannya, pasca kegiatan IHT para guru harus berani berbenah mengubah diri menjadi lebih baik. Jangan sampai pasca IHT kembali ke paradigma lama dengan pembelajaran yang usang dan membosankan, kalau terjadi seperti ini maka kegiatan IHT adalah sia-sia. Dari pihak kepala sekolah, insya allah akan menindaklanjuti pasca IHT dengan melakukan supervisi pembelajaran”, pungkas Ati.***
(Editor Newsroom: Adhyatnika Geusan Ulun)