H. Rustiyana
(Kepala Bidang Pembinaan SMP, Dinas Pendidikan Kab. Bandung Barat)
Kebijakan Merdeka Belajar merupakan langkah untuk mentransformasi pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila.
Kebijakan merdeka belajar diambil oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) bertujuan memerdekan guru dan siswa sehingga profil pelajar Pancasila dapat tercapai. Dalam rangka mendukung hal tersebut maka dibuatlah paket kebijakan atau jurus-jurus jitu yang harus diimplementasikan. Paket kebijakan tersebut disebut dengan episode merdeka belajar. Sampai saat ini paling tidak sudah ada sepuluh episode yang diambil oleh kemendikbudristek. Adapun ke-10 episode Merdeka Belajar tersebut dapat diuraikan sebagaimana berikut ini.
Kesatu, mengenai kebijakan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang berisi: 1) kebijakan USBN dihilangkan dan diganti dengan asesmen akhir jenjang yang dilakukan oleh guru dan sekolah sehingga akan lebih merdeka dalam menilai hasil pembelajaran siswa; 2) kebijakan UN yang dihapus dan diganti dengan Asesmen kompetensi minimum dan survey karakter yang tidak menjadi dasar kelulusan siswa tetapi lebih kepada pemetaan dan perbaikan mutu pendidikan secara nasional dan dapat dijadikan refleksi kepada semua stakeholder pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan sehingga akan memudahkan hal apa yang harus diperbaiki agar mutu pendidikan dapat meningkat; 3) kebijakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dapat dirancang secara efektif dan efisien cukup satu atau dua lembar saja yang sebelumnya sangat banyak; dan 4) Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) lebih flesibel yang diharapkan dapat menanggulangi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai wilayah sehingga ada yang disebut jalur zonasi, prestasi, afirmasi, dan perpindahan orang tua misalnya.
Kedua, mengenai Kampus Merdeka yang berisi: 1) sistem akreditasi yang dipermudah dimana walaupun tetap diperbaharui lima tahun sekali tetapi akan dilakukan secara otomatis; 3) adanya hak mahasiswa untuk belajar tiga semester di luar prodinya; dan 4) mempermudah PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi.
Ketiga, mengenai skema penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) berisi: 1) Rantai Penyaluran BOS dipotong yang asalnya melalui Kas Daerah Provinsi tetapi sekarang dilakukan langsung dari Rekening Kas Umum Negara ke rekening sekolah; 2) besaran dana BOS persiswa dinaikkan dengan melihat koefisien kemahalan daerah sehingga setiap daerah mempunyai besaran yang bervariasi; dan 3) dinaikannya prosentasi alokasi penggunaan dana BOS yang diperbolehkan untuk Guru Honorer sebesar 50 %.
Keempat, mengenai Program Organisasi Penggerak, berisi kebijakan bahwa dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tidak hanya dapat dilakukan oleh pemerintah tetapi harus ada peran serta dari masyarakat dalam hal ini organisasi masyarakat yang berkecimpung dalam bidang pendidikan. Sehingga organisasi penggerak ini diberikan peran dengan dana operasional dari Kemendikbudristek untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Kelima, mengenai guru penggerak yang mempunyai tujuan untuk memcetak guru menjadi pemimpin pembelajaran di satuan pendidikannya yang menerapkan merdeka belajar dan menggerakkan seluruh ekosistem pendidikan serta menjadi pelatih atau mentor bagi guru-guru lainnya untuk pembelajaran yang berpusat pada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi bagi ekosistem pendidikan.
Keenam, mengenai transformasi dana pemerintah untuk pendidikan tinggi berisi: 1) kebijakan adanya insentif PTN yang mempunyai kinerja baik dalam pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU); 2) adanya dana penyeimbang dalam rangka kerjasama PTN dan PTS, dan 3) adanya program kompetisi kampus merdeka
Ketujuh, mengenai program sekolah penggerak, program ini bertujuan menicptakan SDM unggul dengan membentuk profil pelajar pancasila melalui usaha peningkatan kompetensi (manajerial dan kepemimpinan) Kepala Sekolah dan guru serta peningkatan kualitas mutu di sekolahnya.
Kedelapan, mengenai SMK pusat keunggulan dengan pemenuhan delapan aspek link and match yaitu: 1) Kurikulum disusun bersama sejalan dengan penguatan aspek softkill, hard skills, dan karakter kebekerjaan; 2) pembelajaran diupayakan berbasis project riil dari dunia kerja (project based learning), 3) peningkatan jumlah dan peran guru/instruktur dari industri maupun pakar dari dunia kerja, 4) praktek kerja lapangan minimal satu semester; 5) bagi lulusan dan bag guru/instruktur sertifikasi kompetensi harus sesuai dengan standar dan kebutuhan dunia kerja; 6) bagi guru/instruktur perlu ditekankan untuk memperbaharui teknologi melalui pelatihan secara rutin; 7) dilakukan riset terapan yang mendukung teaching factory berdasarkan kasus atau kebutuhan riil industri; dan 8) komitmen serapan lulusan oleh dunia kerja artinya dunia kerja harus dapat menerima lulusan SMK dapat pegawainya.
Kesembilan, mengenai Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) Merdeka dalam rangka mendorong peningkatan penduduk usia kuliah dapat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi tanpa menghawatirkan biaya kuliahnya
Kesepuluh, mengenai perluasan program beasiswa LPDP, LPDP merupakan Badan Layanan Umum dana Abadi khusunya dibidang penddikan yang dikelola oleh kemenkeu sehingga dengan pengelolaan dana abadi tersebut dapat membantu program-program Kampus Merdeka, beasiswa pendidikan dan magang untuk dosen, beasiswa untuk guru, beasiswa untuk siswa-siswi, dan beasiswa untuk pelaku budaya.
Simpulan
Dari uraian di atas, pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikbudristek telah berupaya maksimal mengeluarkan paket kebijakan- paket kebijakan sebagai langkah untuk mentransformasi pendidikan demi terwujudnya SDM Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila. Hal tersebut dapat terwujud jikalau seluruh skateholder dan ekosistem pendidikan dapat mendukung secara penuh.***