Oleh: Cicih Kurniasih, S.Pd
(SD Negeri Citatah Bandung Barat)
Gerakan literasi sekolah sedang diberlakukan oleh pemerintah melalui pendidikan formal di lingkungan pendidikan sekolah dengan tujuan untuk meningkatkan minat dan kemampuan literasi siswa terutama membaca.
Gerakan Literasi Sekolah juga merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat . Dalam rangka menyukseskan Gerakan Literasi sekolah, Pemerintah Provinsi Jawa Barat secara bertahap memperluas pelaksanaan kegiatan WJLRC (West Java Leaders Reading Challenge) dimulai pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. WJLRC dapat diartikan sebagai tantangan membaca yang ditujukan bagi para guru dan siswa di sekolah dari para pemimpin di Jawa Barat.
Wujud kegiatan WJLRC di sekolah adalah terbentuknya keolompok siswa yang melakukan aktivitas membaca, menulis dan diskusi buku secara terprogram di luar jam pelajaran, di bawah bimbingan guru yang ditugaskan untuk menjadi pembimbing. Kelompok ini dapat dibentuk dan melakukan aktivitas dalam rangka menjawab tantangan, mampukan mereka secara tuntas membaca sejumlah buku dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Sebagai sebuah tantangan, maka sepantasnya kepada yang sukses menjawab tantangan itu, diberikan apresiasi atau penghargaan oleh pemimpin yang memberikan tantangan tersebut, bentuk apresiasi dapat berbentuk piagam, medali atau bentuk yang lain yang sifatnya mengapresiasi dan menumbuhkan motivasi.
Dengan hal tersebut penulis selaku Calon Guru Penggerak sangat terinsfirasi di dalam melakukan gerakan literasi sekolah. Sehingga penulis melakukan perubahan di sekolah penulis yaitu SD Negeri Citatah, terutama pada bidang membaca dan menulis. Penulis memulai perubahan Gerakan Literasi tersebut di tahun 2021 dengan nama GUMELIS (Gerakan Untuk Membaca dan Menulis).
Adapun pelaksanaan gerakan literasi ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran. Tahap pembiasaan dilaksanakan sebelum pembelajaran dimulai yaitu selama 5 menit.
Kemudian, tahap pengembangan dan pembelajaran dilaksanakan gerakan literasi seminggu sekali pada hari Sabtu dengan cara membaca bersama (readathon), yaitu membaca senyap selama 42 menit yang melibatkan keikutsertaan guru, siswa dan warga sekolah lainnya.
Sebagai bentuk penghargaan terhadap siswa yang telah menyelesaikan dalam membaca satu buku, kami menyediakan pohon gelis sebagai sarana untuk membuktikan bahwa siswa tersebut telah tamat membaca satu buah buku, dengan cara menulis di pohon gelis (identitas diri, judul buku, dan penerbit ). Ini adalah sebagai penghargaan terhadap siswa yang semangat membaca dan memberikan motivasi bagi teman lainnya untuk lebih giat lagi dalam membaca. Selain itu siswa juga harus dapat mereviu buku-buku yang telah dibacanya.
Teknik penulisan reviu dapat dilakukan berbagai cara, yaitu berupa paparan tiga pargraf yang memuat alasan memilih buku tersebut, ringkasan isi buku, serta amanat atau pesan moral yang siswa dapatkan setelah membaca buku tersebut.
Kegiatan minggu berikutnya siswa melaksanakan diskusi kelompok. Dalam diskusi, siswa dipersilakan secara bergiliran untuk menyampaikan isi buku yang telah dibacanya dalam waktu 5 menit tanpa jeda, setelah itu dilaksanakan tanya jawab.
Di sisi lain, gerakan literasi ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan budaya membaca dan menulis pada diri siswa baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat, memotivasi siswa untuk bisa menemukan banyak hal yang menarik dan berguna dari beragam buku, meningkatkan keterampilan berdiskusi secara positif di komunitas sekolah, keluarga dan masyarakat serta meningkatkan keharmonisan komunikasi antara orang tua dengan guru dan keterlibatan nyata orang tua dalam proses belajar anak – anaknya.
Selain itu, kegiatan gerakan literasi ini merupakan salah satu perwujudan dari Profil Pelajar Pancasila. Sangat penting untuk dilaksanakan karena pada dasarnya pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran keterampilan, pengetahuan dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran.
Proses pembelajaran dalam pendidikan bukan hanya meningkatkan potensi peserta didik, tetapi juga membuat mereka berkarakter baik. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya menjadi generasi cerdas saja namun juga dibekali pendidikan berkarakter. Hal ini sangat berkaitan erat dengan penguatan pendidikan karakter yang bertujuan memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, dan olah pikir dengan pelibatan dan kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat. ***
Profil Penulis :
Cicih Kurniasih, lahir 30 Mei 1972 di Bandung. Tinggal di Kp. Cibogo Sawo Rt 01 Rw 05 Desa Citatah Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat. Menjadi guruSs sejak tahun 1990. Saat ini bertugas sebagai Guru Kelas 1 di SD Negeri Citatah Kecamatan cipatat. Sebagai Pengurus Cabang PGRI Kecamatan Cipatat, Pengurus Kelompok Kerja Guru (KKG) di Gugus 6 Kecamatan Cipatat. “ Buku merupakan jendela dunia, cerdaslah dalam berfikir dan cermatlah dalam bertindak “ adalah motto penulis.
Pewarta: Adhyatnika Geusan Ulun