Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
(SMPN 1 Cipongkor-CGP Angkatan 4 Kab. Bandung Barat)
Menjelang akhir kegiatan program Calon Guru Penggerak (CGP), banyak sekali pembelajaran yang dapat diambil. Mulai dari menggali potensi diri dan mengembangkan kompetensi yang melekat pada sosok guru, hingga mulai memahami pentingnya figur pemimpin pembelajaran yang berpihak pada murid. Kesemuanya hanya dapat diperoleh saat kita menjadi bagian dari program CGP.
Begitupun dengan penulis yang merasa beruntung menjadi bagian program CGP angkatan 4 ini. Sejumlah pengalaman dan kegiatan selama berkiprah di program luar biasa ini dirangkum dalam artikel sederhana yang diharapkan dapat merefleksikan tahapan perjalanan program.
Selanjutnya, untuk Aksi Nyata pada program CGP kali ini dikemas dalam konsep 4F (facts, feeling, finding, dan future), sebuah potret perjalanan secara objektif yang mengatualisasikan perasaan, penemuan pembelajaran, dan harapan pasca kegiatan berupa penuangan ide dan gagasan program yang dikelola oleh CGP dengan fokus utamanya adalah semua pengelolaan program tersebut dapat berdampak pada murid, sehingga hasil akhirnya adalah meningkatnya kualitas pelayanan pendidikan.
Fakta dan Latar Belakang
Seperti diketahui, Pemimpin Pembelajaran merupakan tujuan utama digelarnya program Guru Penggerak. Dari sosok inilah diharapkan mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya potensi murid yang aktif, kreatif, inovatif, dan proaktif dalam mengembangkan ekosistem sekolah, serta bisa menginternalisasikan pembelajaran yang berpihak pada murid. Termasuk menjadi sosok teladan dan agen perubahan di bidang pendidikan untuk mewujudkan generasi unggul, berkarakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila yang kita dambakan.
Begitupun dengan materi di Modul 3.3 program CGP yang membahas tentang pengelolaan program sekolah yang berdampak pada murid. Terdapat dua hal menarik yang dijelaskan dalam modul ini, yakni MELR- Monitoring, Evaluation, Learning, Reporting (monitoring, evaluasi, pembelajaran, dan pelaporan) dan manajemen resiko. Kedua materi tersebut dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mengelola suatu pogram sekolah yang berdampak pada murid.
Sebagaimana diketahui, monitoring dan evaluasi adalah suatu aktivitas yang sangat penting untuk mendukung tercapainya suatu tujuan dari proyek atau program yang dilakukan. Hal tersebut dikemukakan oleh Kertsy Hobson, dkk (2013) dalam buku yang berjudul A Step by Step Guide to Monitor and Evaluation. Dalam buku ini dijelaskan monitoring adalah proses menghimpun informasi dan analisis internal dari sebuah proyek atau program. Evaluasi adalah sebuah penilaian retrospektif secara periodik pada satu proyek atau program yang telah selesai. Sementara kegiatan evaluasi melibatkan penilai luar yang independen.
Selanjutnya, evaluasi merupakan penilaian program yang menyeluruh, sistematis dan berkala. Kegiatan ini umumnya dilakukan setelah program selesai dilaksanakan (meskipun dalam beberapa kasus ada evaluasi jangka menengah) untuk menentukan efektivitas suatu program secara keseluruhan. Oleh karena itu, evaluasi berbeda dengan pemantauan, karena berfokus pada pertanyaan yang lebih menyeluruh (misalnya, Apakah program yang dilaksanakan sesuai untuk memenuhi tujuan yang diharapkan? Apakah program telah meningkatkan kemampuan literasi murid?
Kemudian, setiap sekolah memiliki tujuh modal/aset yang berpotensi untuk dikembangkan dan dimaksimalkan pemanfaatannya, yaitu modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan, modal finansial, modal politik, modal agama dan budaya. Ketujuh modal aset ini dapat dioptimalisasikan dalam proses pembelajaran jika dikelola dengan efektif dan efisien.
Atas hal diatas, penulis melaksanakan proses pemetaan aset yang dimiliki sekolah, yakni potensi pendukung berupa perpustakaan yang memiliki sejumlah referensi literasi, seperti buku-buku fiksi yang dapat dimanfaatkan dalam sebuah program gerakan literasi sekolah. Maka berdasarkan hal ini penulis membuat sebuah program unggulan GLS Satu Hati yang merupakan akronim dari gerakan literasi sekolah SMPN 1 Cipongkor Hidupkan Literasi . Kegiatan tersebut diharapkan dapat mewujudkan murid dan warga sekolah yang literat.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis sebagai bagian dari program CGP yang digagas Kemendibudristek menyelenggarakan Aksi Nyata berupa program GLS Satu Hati dengan tujuan meningkatkan kemampuan literasi murid. Selain itu, pemanfaatan aset yang ada di perpustakaan dapat dimanfaatkan oleh murid, sehingga akan membantu terwujudnya warga sekolah yang literat.
Feeling dan Program yang Berdampak pada Murid
Hadirnya GLS Satu Hati menimbulkan motivasi murid untuk menggali dan mengembangkan potensi yang dimiikinya melalui buku-buku cerita yang dibacanya.
Di sisi lain, hadirnya program gerkan literasi yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Kab.Bandung Barat sangat membantu terwujudnya GLS Satu Hati, sehingga melalui salah satu tantangan berupa TMBB (Tantangan Membaca Bandung Barat), sekolah menyelenggarakan program literasi tersebut dengan menyosialisasikannya kepada seluruh warga sekolah. Kemudian, dengan pelaksanaan yang dilakukan dua kali seminggu, setiap Senin dan Kamis, murid dan guru dapat menuntaskan program TMBB selama tiga bulan sebanyak minimal 10 buku cerita.
Selain itu, sekolah merasa terbantu mewujudkan visinya, yakni terwujudkan peserta didik yang berakhlak mulia, kritis, kreatif, dan berwawasan lingkungan dengan gerakan literasi sekolah,terutama dari aspek kritis dan kreatifnya.
Finding dan Manajemen Resiko
Tentu program di atas tidak terlepas dari sejumlah permasalahan. Mulai dari belum satu visinya kebermanfaatan kegiatan, hingga dukungan warga sekolah yang belum sepenuhnya memahami pentingnya literasi, dan dukungan finansial yang belum maksimal.
Penulis merangkum dalam sejumlah tahapan, yakni identifikasi resiko, pengukuran resiko, strategi pengendalian resiko, dan evaluasi kegiatan.
Untuk identifikasi jenis risiko di antaranya belum maksimalnya dukungan dari warga sekolah dan anggaran dana untuk memfasilitasi program. Kemudian, untuk Pengukuran Resiko, penulis memandang resiko yang dihadapi tidak terlalu besar, namun tetap harus diperhatikan dan diukur dalam pelaksanaan program sekolah.
Sementara itu, untuk Strategi Pengendalian Resiko, penulis menekankan sejumlah strategi yang dapat dilaksanakan dalam menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Penulis, dengan mengomunikasikan program kepada pimpinan satuan pendidikan, dan melakukan perencanaan program dengan memperhatikan pendekatan kekuatan yang dimiliki sekolah. Halini sangat penting mengingat dengan mengidentifikasi kekuatan, program akan terselenggara sesuai dengan apa yang direncanakan.
Begitupun dengan resiko finansial, penulis memanafaatkan potensi sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah, dan inovasi serta kreativitas guru.
Selanjutnya, untuk melaksanakan Evaluasi, penulis melibatkan warga sekolah secara berkesinambungan dan terjadwal.
Future dan Harapan
Akhirnya, program GLS Satu Hati menjadi sarana untuk menggali dan mengembangkan potensi murid. Hal ini sangat membantu dalam hal pemenuhan kebutuhan kompetensi mereka di era revolusi industri 4.0 yang menuntut kemampuan berpikir kritis, kreatif, komunikasi, dan kolaborasi, termasuk kompetensi literasi.
Program GLS Satu Hati juga merupakan upaya sekolah dalam mewujudkan murid yang memiliki kemampuan dalam menghadapi tantangan zaman, sehingga menjadi pribadi yang unggul dan berkarakter sesuai dengan profil Pelajar Pancasila.
Dokumentasi kegiatan:
GLS Satu Hati https://www.youtube.com/watch?v=6vi-xAGA-WA
http://disdikkbb.org/news/smpn-1-cipongkor-luncurkan-reinkarnasi/
Pendukung lainnya:
https://www.youtube.com/watch?v=wigu-E5MtpY
https://www.youtube.com/watch?v=2ctIkJcuWno