Parongpong (Newsroom)- SMPN 2 Parongpong dan FPOK Jurusan Keperawatan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyosialisasikan kesehatan reproduksi bagi remaja. Kegiatan bertemakan Remaja Sehat Capai Impian dan Cita-Cita tersebut, dihadiri oleh warga sekolah, Puskesmas, dan jajaran pemerintah Desa Ciwaruga Kec. Cisarua Kab. Bandung Barat, Jumat (19/8/22).
Kepala SMP Negeri 2 Parongpong, Yeti Resmiati, menyambut baik kegiatan di atas. Menurutnya sosialisasi kesehatan reproduksibagi remaja sangat penting karena masa remaja paling rentan menghadapi resiko dan kondisi negatif yang mengakibatkan terjadinya pernikahan dini.
“Masa remaja merupakan masa yang paling indah, namun juga merupakan saat yang paling rentan. Jiwa- jiwa yang bergairah dan penuh dengan berbagai semangat. Jika kurang mendapatkan bimbingan akan memiliki resiko terperosok dalam hal-hal negatif. Maka, perlu usaha dan peran serta pendidik dan orang tua untuk selalu memberikan pemahaman dan mengingatkan mereka agar mengembangkan potensi dirinya sehingga terhindar dari pernikahan yang belum saatnya ini,” sambutnya.
Sementara itu, Irma Darmawati selaku Narasumber dari UPI menyampaikan Indonesia merupakan negara dengan angka pernikahan dini kedua di ASEAN setelah Kamboja, dan di posisi kedelapan dari negara-negara dunia. Pihaknya meluncurkan sebuah aplikasi bernama Penvegahan Pernikahan Dini, disingkat PEDE. Di aplikasi ini diinformasikan mengenai kesehatan reproduksi masa remaja dan pencegahan pernikahan dini.
Hal di atas, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 angka perkawinan anak di Indonesia berada pada angka 9,23%. Angka ini memang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Namun, langkah untuk pencegahan pernikahan dini ini harus terus diupayakan dan diihtiarkan dengan berbagai cara sehingga tidak terjadi.
Kemudian, berdasarkan UU No. 16 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 membatasi umur pasangan bisa menikah apabila laki- laki dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Namun, idealnya usia pernikahan di Indonesia adalah 25 tahun untuk laki- laki, dan 21 tahun untuk perempuan.
Di bawàh usia di atas disebut dengan pernikahan dini. Pernikahan dini ini merupakan pernikahan yang berlangsung ketika pasangan atau salah satu pasangan dikategorikan sebagai anak-anak atau remaja. Hal ini juga dipertegas oleh UNICEFf yang mengategorikan pernikahan dini sebagai pernikahan yang dilaksanakan sebelum berusia 18 tahun.
Dalam presentasinya, Irma Darmawati memaparkan pernikahan dini akan berdampak buruk. Bukan saja untuk kesehatan, namun juga untuk perkembangan psikis remaja. Menurutnya, dari segi kesehatan, pernikahan dini sangat rentan menimbulkan keguguran, kelahiran prematur, pendarahan, hingga kematian ibu dan bayi.
“Dalam hal pernikhan dini, Indonesia berada di peringkat kedua setelah Kamboja di ASEAN, dan kedelapan dari negara-negara di dunia. Ini sangat memprihatinkan, karena pernikahan dini ini akan berdampak buruk, bukan saja untuk kesehatan, namun juga untuk perkembangan psikis remaja. Dari segi kesehatan, pernikahan dini rentan akan menimbulkan keguguran, kelahiran prematur, pendarahan, hingga kematian ibu dan bayi,” papar Irma Darmawati.
Disampaikan juga oleh Irma, dari segi psikis pernikahan dini bisa mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan emosi pada remaja. Hal tersebut menjadikan rentan, sehingga menyebabkan KDRT dan menimbulkan korban jiwa.
Di lain pihak, Kepala Desa Ciwaruga mengungkapkan bahwa Desa Ciwaruga termasuk desa yang rawan dalam kasus pernikahan dini. Oleh karena itu, pihaknya sangat mengapresiasi kegiatan ini dan berharap seluruh peserta didik dapat mengikuti pemaparan materi dengan sebaik-baiknya.
“Pernikahan bukanlah sesuatu yang mudah, karena didalamnya terdapat berbagai gelombang dan badai. Pernikahan bukan hanya dibutuhkan kesiapan secara materi dan fisik, tetapi juga dibutuhkan kesiapan secara mental. Mereka yang melakukan perkawinan di bawah usia 18 tahun adalah pernikahan tidak wajar. Penyebabnya adalah usianya belum matang. Organ intim dan reproduksinya sedang berkembang serta mentalnya yang masih belum stabil, masih rapuh,” tandasnya.
Di sisi lain, Eva Marviana selaku Wakasek Kesiswaan menyampaikan para peserta kegiatan, terutama siswa kelas 7, sangat antusiasme mengikuti kegiatan ini. Hal ini terlihat dalam kegiatan yang dipenuhi diskusi. Pihaknya pun mengapresiasi dukungan dari Camat Parongpong, dan Puskesmas Ciwaruga.
Ditandaskan Eva Marviana, diharapkan kegiatan di atas dapat menambah wawasan tentang pentingnya pencegahan pernikahan dini dan kesehatan reproduksi masa remaja. Sehingga akan melahirkan generasi yang unggul, sehat dan memiliki pemahaman yang utuh setelah mengikuti sosialisasi tersebut, dan membagikan ilmu yang diperolehnya kepada orang lain.
“Semoga dengan kegiatan ini, para peserta didik dapat menjadi duta-duta kecil yang akan menjalankan dan membagi ilmu dan pengalamannya kepada sesama teman sebagai tutor sebaya, serta lingkungan masyarakatnya. Harapan yang paling besar adalah peserta didik akan memiliki keyakinan dan keteguhan untuk terus melanjutkan pendidikan sampai pada saatnya nanti akan menjadi generasi penerus bangsa yang sehat dan berakhlak mulia. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin,” pungkasnya.***
Sumber Berita: Dra.Hj. Yeti Resmiati,M.M (Kepala SMPN 2 Parongpong)- Pewarta: Adhyatnika Geusan Ulun-Newsroom Tim Peliput Berita Pendidikan Bandung Barat.