Cerpen Karya: Fachra Sae Putri Ramadhany
Selasa itu, saat aku kelas 6 SD. Seperti biasa di pagi yang cerah, ditemani merdunya suara burung. Aku terbangun. Kutengok ke arah jendela kamar melihat langit masih kelabu. Udara sekitar terasa dingin menyentuh kulit.
Waktu sudah menunjukkan pukul 04.40 WIB. Aku bergegas ke air mengambil wudhu dan melaksanakan salat subuh. Setelah menunaikan salat Subuh, aku membersihkan kamarku terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan rutin, yaitu mandi pagi. Kulirik diriku di depan cermin untuk memastikan penampilanku sudah rapi.
“Okeee… udah rapi. Buku udah di tas, minum juga udah tinggal sarapan deh,” ujarku dalam hati.
“Raaa… sarapan dulu,” panggil mamahku.
“Iyaa, Mah,” jawabku. Aku sarapan dan berpamitan kepada mamahku yang berada di dapur sebelum berangkat ke sekolah.
“Mah, Rara pergi ke sekolah dulu ya,” sambil mengecup punggung tangannya.
“Iya hati-hati, belajar yang benar,” jawab mamah dengan penuh antusiasme.
Aku pun pergi ke sekolah diantar papaku dengan sepeda motornya. Sesampainya di sekolah, seperti biasa melantunkan Asmaul Husna terlebih dahulu sebelum masuk kelas dan mengikuti pembelajaran dengan tentram. Waktu menunjukkan pukul 09.30 WIB. Bel istirahat berbunyi. Kringg…Kringg…Kringg…
“Istirahat dulu ya anak-anak, nanti dilanjut lagi,” seru ibu guruku.
“Iya, Buu,” serentak siswa menjawab.
Kurapikan buku dan kumasukkan ke dalam tas.
“Ra, mau ikut gak?” ajak temanku yang bernama Adelani.
“Sama siapa aja?” tanyaku.
“Banyakan,” jawabnya
Ya sudah aku menyetujui untuk ikut bersamanya. Pikirku mereka mengajak untuk jajan bersama. Begitu banyak jajanan di kantin, tapi hanya dilewatkan oleh teman-temanku. Aku heran dan bertanya.
“Mau ke mana sih kita?” tanyaku.
“Ke rumah hantu,” jawab salah satu temanku.
“Rumah hantu?” tanyaku memastikan, tanpa sadar aku mengerutkan dahi.
“Iyaaa, udah ikut aja,” jawab mereka.
Aku pun mengikuti mereka walau masih bingung.
“Masa iya ada rumah hantu di dekat sekolah,” ujarku dalam hati.
Sambil jalan, teman-temanku menceritakan tentang rumah hantu itu. Aku hanya diam mendengarkannya karena memang benar-benar tidak tahu rumah hantu itu. Sampai di tujuan, kutengok ada sebuah bangunan besar berlantai 2. Iya kelihatannya sudah tak berpenghuni dan terbengkalai. Kutatap dengan jelas setiap sudutnya. Entah sudah berapa lama kosong bangunan itu, tapi dari segi fisik bangunannya tidak layak huni karena sangat kumuh, jendela kaca banyak yang pecah, dan banyak ilalang di sekitarnya.
Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang terlintas dalam pikiranku. Tak sengaja Kulihat ada warga karena bangunan itu berada di dalam kompleks. Kuhampiri warga itu untuk menanyakan sebuah hal.
“Maaf, Bu. Mau tanya asal mula bangunan ini dipergunakan untuk apa ya dulunya?” aku bertanya dengan penuh rasa penasaran.
“Ohhh, itu dulunya bekas klinik,” jawabnya.
“Kenapa sekarang bisa kosong begini ya, Bu?” tanyaku lagi dengan penuh penasaran.
“Ibu kurang tahu tentang itu. Ibu hanya tahu ketika bangunan ini bekas klinik tidak ada lagi yang mau membelinya,” tambah ibu itu.
“Oh gitu, Bu. Terima kasih ya, Bu,” ujarku.
“Sama-sama, Dek,” jawabnya lalu pergi dari hadapanku. Meninggalkanku yang masih sangat terlihat kebingungan.
“Ra mau masuk gak?” tanya Adelani menghampiriku.
“Emang pintunya bisa dibuka?” tanyaku.
“Pintunya dikunci. Lewat jendela aja,” jawabnya.
“Siapa aja yang mau masuk?” lanjutku.
“Banyakan, tapi gak semua. Pada takut,” serunya.
Sebenarnya aku takut, tapi aku penasaran keadaan di dalamnya. Sekitar 12 orang temanku yang ingin masuk. Satu per satu temanku masuk melewati jendela yang dapat dibuka. Kini giliranku masuk. Mataku langsung melihat isi di dalamnya, tetapi tidak ada apa-apa. Begitu luas di dalamnya. Aku berdiri di paling depan, teman-temanku di belakang mungkin mereka takut. Awalnya aku positif thinking dan tak percaya tentang hantu apalagi siang-siang mana ada, kann?
Saat ingin melangkah, kuurungkan niat itu. Aku diam sejenak merasakan ada yang aneh, seperti ada yang menghampiriku dari arah depan. Mungkin hanya sugesti pikirku karena jika dilihat dari mata normal tak ada apa-apa di depanku. Semakin lama semakin kurasakan. Entah apa itu yang menghampiriku semakin dekat. Kubaca doa-doa untuk menenangkan perasaanku.
Hawanya pun aneh.
“Aaaaa…..” kelepasan aku berteriak dan berlari ke belakang menghampiri jendela untuk keluar, tapi kenapa jendelanya tiba-tiba susah dibuka padahal tidak ada yang menahannya dari luar. Semua teman-temanku ikut berteriak tanpa mereka tahu apa yang terjadi. Kudorong jendelanya sekuat mungkin, tapi nihil! Tidak berhasil. Kutahan panikku dan menenangkan pikiranku.
“Kenapa, Ra?” tanya teman-temanku.
“Ga papa,” jawabku menenangkan mereka semua agar tidak ribut.
“Udahan aja yu,” ajakku.
“Coba aku buka jendelanya,” ujar salah satu temanku, tapi tetap tidak berhasil. Kulirik lantai atas, muncul kembali rasa penasaranku.
“Kita ke atas yuk!” makin besar rasa penasaranku.
Kami memberanikan diri untuk ke lantai atas, tapi aku tidak berada di paling depan lagi. Aku berdiri pada urutan ke-5 dari depan. Kami berjalan perlahan menghampiri tangga. Ketika temanku yang paling depan menaiki tangga, dia sempat berkata, “Itu ada apa ya di kamar bawah tangga, kayak ada yang berdiri.”
Aku tak berani meliriknya ke arah itu. Aku hanya berani melihat ke bawah.
Sesampainya di atas aku belum berani untuk melihat sekitar. Temanku, Lisna yang berdiri paling depan melihat sebuah koper besar dan membukanya karena dia yang berani. Aku sedikit melirik Lisna, melihat ada sesuatu berada dalam koper besar itu. Ternyata itu figura. Sayangnya terletak dalam keadaan terbalik. Lisna mencoba mengembalikan figurannya, baru melihat sedikit Lisna berteriak.
“Aaaaa…” kami semua kaget dan ikut berteriak. Entah foto apa yang Lisna lihat.
Saat ingin menuruni tangga, sepertinya ada yang janggal menimpa kami. Saat itu aku merasa susah sekali untuk melangkah seperti ada yang memegangi tangan kananku. Entah mereka mengalami hal yang sama seperti yang aku alami atau tidak sama sekali. Aku lawan rasa itu sekuat tenaga.
Brukkkkk
Aku terjatuh dari tangga atas hingga tangga bawah, yang aku aneh mengapa semua temanku ikut terjatuh, padahal kami tidak saling dorong. Aku meringis kesakitan karena pergelangan tangan kiriku. Mungkin tadi mencoba menahan ketika aku jatuh di setiap tangga. Aku berjalan perlahan menghampiri jendela untuk keluar. Keanehan itu kembali lagi. Saat jendela begitu mudah dibuka, aku tak memikirkan hal itu. Yang aku pikirkan rasa sakit di pergelangan tangan kiriku. Saat sudah di luar, tak lama ada warga yang memarahi kami. Mungkin teriakan kami yang mengganggu aktivitas mereka. Kami meminta maaf dan pergi kembali ke sekolah. Aku pun berjalan perlahan dengan pikiran masing-masing.
Sebelum ke sekolah, aku duduk di pinggir. Aku khawatir dengan pergelangan tangan kiriku karena sakit dan sulit sekali untuk digerakkan. Semua temanku khawatir dengan keadaanku. Salah satu temanku memijiti pergelangan tanganku. Sakit saat itu yang aku rasakan. Tidak lama kami kembali ke sekolah dan mengikuti pembelajaran kembali. Karena ulah kami, hari itu kami tidak sempat untuk jajan.
Sepulang sekolah, aku langsung mengoles minyak ke pergelangan tangan. Mungkin ini keseleo. Susah sekali ketika membereskan baju seragam dengan satu tangan. Sesekali aku disuruh oleh mamahku untuk mengambilkan barang yang bebannya agak berat dan aku kesulitan. Aku tidak memberitahukan keadaanku kepada orang tuaku karena takut dimarahi dan takut orang tuaku khawatir.
Aku pun ingat, dulu guru ngajiku pernah menyampaikan bahwa Allah Swt. memerintahkan Nabi Muhammad untuk selalu taat dan berlindung kepada-Nya dari bisikan dan gangguan setan. Tentu hal itu kita lakukan agar tidak diperdaya oleh tipu daya setan. Demikianlah yang harus aku lakukan pula untuk memohon perlindungan kepada Allah Swt. agar dijauhkan dari gangguan setan yang terkutuk, yaitu “mereka yang tak terlihat.”
Editor: Andri Rahmansah, S. Pd.
Profil Penulis:
Fachra Sae Putri Ramadhany lahir di Bandung, 18 Oktober 2006. Siswa SMPN 3 Ngamprah itu memiliki sifat tidak mudah putus asa dalam mengerjakan sesuatu. Motto hidup yang diyakini adalah selama kita mau berusaha pasti ada jalannya. Pemegang amanah sebagai bendahara di kelas 9I itu juga bertekad untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu agar meraih kelulusan dengan nilai terbaik.
thanks alot of information