Adhyatnika Geusan Ulun
Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati (HR. Muslim).
Menganalisa fenomena yang terjadi di sekitar kita, sering ditemukan manusia yang selalu membanggakan diri, meremehkan orang lain, dan ingin didengar tetapi jarang mau mendengar. Hal ini digambarkan dalam kisah masyhur saat iblis diperintahkan Allah Swt bersujud kepada Nabi Adam as. Dia menolak dengan mengatakan: Aku lebih baik dari Adam. Engkau Ciptakan aku dari api, sementara dia diciptakan dari tanah-(Qs Al Araf:12). Itulah penyakit yang menurut Imam Al Ghazali dalam Bidayatul Hidayah disebut ujub-merasa mulia dan besar diri, dan berkencerungan untuk meremehkan dan merendahkan orang lain.
Dalam konteks sekarang, ujub dimaknai sebagai perilaku yang selalu membanggakan diri-mirip dengan takabur atau sombong. Namun, secara spesifik penyakit hati ini lebih menunjukkan ingin dipuji makhluk karena sejumlah jasa yang telah dia lakukan. Sederhananya, merasa diri paling berjasa.
Seperti diketahui, terdapat 10 penyakit hati yang harus diwasapadai keberadaannya, yakni ujub, takabur, riya, sum’ah, hasad, hikdin, toma’, namimah, ghibah dan fitnah, serta qoswatul qolbi. Semuanya adalah perwujudan nyata sifat iblis yang selalu hadir di tengah-tengah kerapuhan keyakinan manusia terhadap Sang Pencipta, Allah Swt.
Ditempatkannya ujub di urutan pertama menunjukkan bahwa betapa kronisnya penyakit hati ini. Hal tersebut memberikan informasi kepada manusia, saat mampu melewati dan menepisnya, maka penyakit-penyakit hati lainnya akan dengan mudah dihindari. Sebagai contoh, manakala seseorang selalu rendah hati maka tidak mungkin berlaku sombong, sangatlah mustahil untuk pamer duniawi, sungguh mengherankan jika berlaku dengki, dank keras hati.
Bahaya Ujub
Ketika ujub menghinggapi kita, maka akan terdapat perasaan selalu ingin dipuji. Sehingga ditampilkannya sejumlah topeng duniawinya. Ditutupinya aib diri dengan selalu membanggakan jasa karena pernah melakukan kebaikan ini, kebaikan itu, dan merasa diri paling berjasa dalam segala hal. Sayangnya, saat melihat aib orang lain, dibukakannya seolah-olah diri paling bersih. Ketika melihat jasa orang lain, maka ditutupinya dengan memperlihatkan bahwa dirinyalah yang melakukan itu, sehingga jasa orang lain tersebut tertutupi dengan kedustaan dirinya.
Adalah ujub yang menyebabkan Iblis terusir dari derajat kemuliaan, dan diberi gelar laknatullah ‘alaihi. Karena ujub pula seseorang yang dihinggapinya akan dibenci dan dikucilkan dari pergaulan kemasyarakatan. Hal ini memberikan bukti nyata, sepeti yang dikatakan Al Ghazali, betapa manusia akan dengan mudah melihat penyakit hati orang lain ketimbang penyakit zhahir. Jika penyakit zhahir dapat disembunyikan, namun keangkuhan dan merasa diri paling berjasa akan mudah dikenali dalam kehidupan sehari-hari.
Tips Menghindari Ujub
Diperlukan kesungguhan hati untuk menghindari ujub. Banyak kiat untuk melepaskan diri dari penyakit hati ini, seperti mulailah dengan meluruskan niat dalam setiap memulai aktivitas. Hal ini sangat efektif untuk mengingatkan diri bahwa apapun yang akan dilakukan semata-mata mengharap rida Allah Swt. Oleh karena itu, para guru mulia di kalangan ulama menekankan pentingnya nawaitu dalam melakukan sesuatu agar terhindar dari bergantungnya diri kepada makhluk.
Selanjutnya bersihkan hati dengan selalu berkeyakinan bahwa apapun yang akan dilakukan harus bisa membawa manfaat dan maslahat bagi diri dan sebayak-banyaknya umat. Hal ini pun akan mampu menghindari dari prasangka buruk orang lain saat mereka tidak memuji atas jasa dan keberhasilan yang telah kita lakukan. Dengan demikian apapun yang dilakukan tidak memperdulikan pujian tetapi lebih mengedepankan keridaan Allah Swt semata.
Seperti diketahui juga, dengan menata hati maka kita akan terlatih untuk bersabar. Sesungguhnya semakin kita bersabar maka akan tumbuh kekuatan dalam menghadapi ujian yang Allah timpakan. Namun, semakin kurang bersabar maka akan muncul rasa kecewa dan amarah. Hal ini bahkanakan mengakibatkan rapuhnya keimanan sehingga terjerumus ke jurang kehinaan hidup.
Berikutnya adalah perbanyaklah bergaul dengan orang-orang salih dan berilmu. Hal ini akan mempermudah diri dalam menggapai kemuliaan akhlak. Selain itu, lingkungan tersebut juga akan menggiring kita menjadi pribadi yang halus dalam perkataan, menjaga lisan dan perbuatan, tidak meremehkan pekerjaan dan jasa orang, dan selalu menjaga kehormatan orang lain sama seperti menjaga kehormatan diri sendiri.
Simpulan
Sesungguhnya banyak hal yang harus bisa kita tempuh untuk menghindari penyakit ujub. Namun, yakinkan dalam diri bahwa penyakit hati ini sangat berbahaya. Semakin diri merasa paling berjasa, maka semakin hinalah kehidupan kita di mata orang lain. Semakin merasa diri paling berjasa, semakin jauhlah kita dari keridaan Allah Swt, dan inilah yang paling ditakutkan siapapun makhluk di muka bumi.
Akhirnya, semoga semua terhidar dari ujub sehingga kita akan mampu melewati sisa usia ini dengan penuh manfaat. Bukan hanya untuk diri saja, tetapi untuk sebayak-banyaknya umat. Wallahu’alam. ***
Muharam 1443 H
*Dari berbagai Sumber.
Profil Penulis:
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Alumnus MQ ‘Nyantren di Madinah dan Makkah’ 2016, Pengasuh Majelis Taklim dan Dakwah Qolbun Salim Cimahi, Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan.
Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun.