Oleh : N. Mimin Rukmini
“Meningkatkan Profesionalisme Guru melalui Pendidikan Abad 21”, demikian tema yang diusung pada peringatan Hari Guru Nasional tahun ini, 25 November 2018 lalu. Guru mengemban amanat untuk membimbing, memelihara, mengembangkan jati diri generasi penerus bangsa agar menjadi bangsa mandiri, tangguh, dan menghargai keberagaman, serta toleransi.
Ibu guru Indonesia sebagai bagian dari guru nasional mengemban amanat bukan sekadar di lingkungan sekolah dan pendidikan, melainkan pula mengemban amanat utama dalam lingkungan keluarga. Sungguh luar biasa, andai wanita guru menata dan selalu mengambangkan profesionalismenya dengan tidak mengabaikan pendidikan dalam keluarga, dan bahkan masyarakat.
Tuntutan pendidikan Abad 21, menjadikan guru tak dapat menutup diri, sebaiknya lebih terbuka untuk senantiasa growth mindset. Begitu pula dengan Ibu guru, mereka diharapkan berpandangan untuk selalu berubah dan berkembang menyesuaikan dengan tuntutan kecakapan Abad 21 yang serba digital, serba maya sehingga tak ada satu celah hidup pun yang terhindar dari keadaan tersebut. Peran Bu Guru dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat tetap semangat sesuai tuntutan kecakapan Abad 21.
Sengaja saya kemukakan sebagai Ibu Guru Super. Guru wanita yang harus profesional sebagai guru, sekaligus juga tuntutan keluarga, memiliki tugas ganda super sibuk. Di satu sisi menyiapkan kebutuhan keluarga, di sisi lain juga menyiapkan profesi guru. Salah satunya dapat saya gambarkan bagaimana seorang Ibu Guru, pagi-pagi menyiapkan sarapan buat suami dan anak, mungkin juga menyiapkan sarapan buat orang tua. Pulang sore hari, kembali ke rumah meneruskan kembali pekerjaan rumah tangga yang belum terselesaikan tadi pagi. Melayani pulang suami dari pekerjaan, mengurus anak yang pulang sekolah, membimbing pula pekerjaan rumah, sang anak. Mantap! Rutinitas yang tiada pernah tuntas. Malam hari, kembali menyiapkan rencana pembelajaran esok di sekolah. Zaman serba digital, terpental juga pemikiran, mencari media pembelajaran, menyesuaikan dengan keadaan. Komputer, internet, tak dapat kita tanggalkan. Kita pelajari, hingga nyata berliterasi.
Di dalam keluarga, boleh jadi sudah membiasakan, mendidik anak serba instan. Instan membeli dan pesan makanan, instan naik kendaraan, instan memberi keuangan,dan sebagainya. Maka, dimungkinkan anak-anak tidak berani naik kendaraan umum, masih syukur punya keberanian. Lho, bagaimana pula jika tidak ada kemauan atau keberanian? Mohon maaf! Bukan hal menakut-nakuti, melainkan memang mengantisipasi.Waspada terhadap segala kemungkinan yang bisa menyebabkan bergesernya kepribadian.
Sebagai Ibu Guru, dan Mudah-mudahan Ibu Guru Super, Masih pada suasana Hari Guru Nasional ini, ada beberapa tips untuk menjadi Ibu Guru super, yakni sebagai berikut.
Satu, menjadi Fasilitator dan motivator di rumah atau keluarga dan di sekolah. Tugas mulya membimbing, melatih, dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan,dan kepribadian peserta didik menjadikan tugas utama. Dengan motivasi yang tinggi, akan tercipta suasana nyaman antara keluarga, masyarakat, dan siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat. Kritis menghadapi segala tantangan zaman. Sebagai seorang penggerak literasi, baik literasi dasar maupun digital, peran guru sebagai penulis dan pencetak sejarah tak dapat tergantikan, baik oleh robot maupun industri digital sekalipun.
Dua, guru tetap harus kreatif. Kreatif menggunakan dan memberdayakan berbagai sumber daya yang ada. Kreatif melahirkan karya inovatif. Karya inovatif tak kan lahir, tanpa guru yang memiliki pribadi. Pribadi karakter bangsa yang berbudaya. Budaya masyarakat Indonesia.
Tiga, guru yang berdedikasi, tetap memiliki kasih sayang, mendidik, membimbing, dan mengarahkan siswa dengan sepenuh hati, tidak sekadar menggugurkan kewajiban. Dengan demikian, guru tetap menjadi fasilitator dan sekaligus menjadi motivator sejati bagi siswa sehingga siswa memiliki semangat untuk maju dan berkembang, serta berkepribadian.
Terakhir, guru digugu dan ditiru. Artinya, guru adalah teladan siswa. Tak ada sikap baik tanpa teladan.Tak ada kepribadian tanpa contoh kebaikan. Oleh karena itu, guru selamanya menjadi suri teladan bagi siswanya. Guru tumpuan harapan siswa, guru tumpuan harapan negara dan bangsa. Sinergitas guru dengan siswa, keluarga, warga sekolah, masyarakat, dan pemerintah, mutlak diperlukan dan dilaksanakan. Bisa!