[responsivevoice voice=”Indonesian Male” buttontext=”bacakan”]Oleh : Dadang A. Sapardan
(Kabid Pendidikan SMP Disdik Kabupaten Bandung Barat)
Penyebaran pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia telah memberi pelajaran yang berharga untuk keberlangsungan kehidupan masa depan. Bagaimana virus yang berukuran sangat kecil telah memporak-porandakan tatanan kehidupan yang selama ini dibangun. Penyebarannya yang begitu masiv telah mengubah berbagai sektor dan ranah kehidupan. Ranah kehidupan sosial, ekonomi, budaya, bahkan keagamaan pun ikut terimbas oleh fenomena penyebarannya. Akan halnya dengan ranah pendidikan, sektor inipun tidak terlepas dari efek yang diakibatkan oleh penyebarannya.
Sudah berbulan-bulan, Kemendikbud sebagai pemegang otoritas kebijakan pendidikan di negara ini telah menerapkan kebijakan untuk menghentikan segala aktivitas yang di lakukan di sekolah, termasuk aktivitas utamanya, yaitu proses pembelajaran. Lewat kebijakan yang diambil tersebut, sekolah sebagai tataran teknis ranah pendidikan dengan terpaksa harus merumahkan seluruh ekosistem sekolah, sehingga mereka hanya dapat beraktivitas dari rumahnya masing-masing. Pola pembelajaran yang pada kondisi normal diwarnai dengan interaksi langsung antarsiswa dan antara siswa dengan guru menjadi sebuah suasana yang dilarang keberlangsungannya. Penerapan kebijakan tersebut merupakan upaya untuk melakukan pecegahan penyebaran pandemi Covid-19 di kalangan masyarakat, terutama di kalangan ekosistem pendidikan.
Sebagai gantinya, pola pembelajaran yang dapat dilakukan oleh sekolah adalah pola pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pola ini diambil sebagai alternatif untuk tetap mendorong aktivitas pembelajaran pada seluruh siswa dan guru, sehingga mereka tetap dapat melakukan pembelajaran sekalipun dalam kondisi tidak dapat berinteraksi secara langsung. Dengan penerapan kebijakan ini, seluruh siswa dan guru dapat mengisi waktu selama beraktivitas di rumah dengan nuansa pembelajaran.
Kebijakan yang diambil untuk mengantisipasi penyebaran pandemi Covid-19 ini tidak saja mengarah pada penghentian interaksi langsung dalam aktivitas pembelajaran, tetapi mengarah pula pada kegiatan asesmen. Pada awalnya, sebagai bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang diinisiasi oleh Mendikbud, Ujian Nasional (UN) yang menjadi asesmen dari siswa kelas akhir yang akan menuntaskan pembelajaran pada jenjang sekolah tertentu masih tetap akan dilaksanakan, sekalipun pelaksanaannya untuk yang terakhir kali. Namun, berkenaan dengan penyebaran pandemi Covid-19, UN ditiadakan sama sekali sebagai kewajiban yang harus dilalui siswa sebelum dinyatakan lulus dari sekolah. Selain itu, bentuk penilaian lain pun, seperti Ujian Sekolah (US) yang menjadi salah satu indikator kelulusan siswa dari satu jenjang sekolah serta Penilaian Akhir Tahun (PAT) yang menjadi salah satu indikator kenaikan kelas siswa dari satu tingkat ke tingkat di atasnya, dibatasi dengan cara melakukan penilaian terhadap portofolio nilai dan tugas sebelumnya, pemberian penugasan, dan/atau pelaksanaan asesmen jarak jauh.
Penghentian UN dan pembatasan pelaksanaan US dan PAT tersebut memaksa membuka cakrawala pada setiap guru terhadap keberadaan asesmen yang dilakukan terhadap siswa di sekolah. Disadari atau pun tidak, asesmen yang dilakukan pada akhir tingkat (UN dan US) atau pada akhir jenjang (PAT) merupakan langkah yang dilakukan guru dan sekolah untuk menguatkan argumen dan hipotesis tentang nilai yang layak disandang oleh siswanya setelah mengikuti pembelajaran. Pada dasarnya, setiap guru sudah memegang nilai yang akan disandang oleh siswanya pada saat proses pembelajaran. Nilai-nilai yang akan disandangkan kepada siswa tersebut dihasilkan dari pelaksanaan ulangan harian dan penugasan. Bahkan akan lebih kuat lagi, ketika guru sudah menerapkan autentik asesmen pada saat pelaksanaan pembelajaran yang dilakukkannya.
Dari paparan tersebut timbul sebuah tanda tanya besar, masih perlukah sekolah dan guru melaksanakan US dan PAT, ketika dalam proses pembelajaran, guru sudah melaksanakan autentik asesmen? Kalau berangkat dari pikiran sederhana, sebenarnya guru dan sekolah tidak perlu repot-repot lagi melaksanakan US atau PAT karena nilai siswa sudah diperoleh dari pelaksanaan autentik asesmen yang dilakukan pada saat pembelajaran.
Autentik Asesmen sebagai Bagian dalam Pembelajaran
Pembelajaran merupakan sebuah sistem yang didukung oleh berbagai komponen. Setiap komponen dalam sistem pendidikan ini, satu sama lain memiliki keterkaitan yang cukup erat. Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah evaluasi, penilaian, atau asesmen. Asesmen menduduki posisi yang begitu strategis karena merupakan langkah yang dilakukan guru untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan pelaksanaan asesmen yang memiliki tingkat akuntabilitas tinggi, seorang guru dapat melihat posisi siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Asesmen adalah proses atau tindakan yang dilakukan untuk menentukan nilai dari sebuah kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan, sehingga nilai tersebut akan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam membuat kebijakan pembelajaran selanjutnya. Asesmen merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan di dalam proses pembelajaran. Asesmen merupakan sebuah sarana yang dapat mengantarkan setiap guru pada satu wilayah esensial dalam proses aktivitas yang dilakukannya, yaitu korelasi antara proses pembelajaran yang telah dilaksanakannya dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkannya. Dengan demikian asesmen merupakan simpul yang dapat menghubungkan seluruh langkah pembelajaran dengan tujuan pembelajarannya. Lewat asesmen, seorang guru akan dapat mengetahui kedudukan siswa dalam wilayah tujuan pembelajarannya, sehingga hasil penilaian tersebut akan menjadi modal dasar dalam penentuan kebijakan pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya. Demikian pula bagi siswa, mereka akan mendapat informasi tentang kedudukannya dalam tujuan pembelajaran, sehingga posisi tersebut bisa dijadikan stimulan oleh mereka untuk meningkatkan performa pembelajarannya pada waktu mendatang.
Dalam tataran asesmen terdapat konsep autentik asesmen. konsep ini merupakan bagian integral dari pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata yang dihadapi siswa, sehingga mendorong mereka untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kesehariannya sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat.
Pendekatan kontekstual sejatinya memiliki tujuh komponen utama. Ketujuh komponen utama tersebut adalah konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), serta penilaian yang sebenarnya (authentic assessment). Komponen-komponen tersebut harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas ketika guru melakukan pembelajaran dengan basis pendekatan kontekstual.
Dalam katian dengan ini, bahasan tidak akan mengarah pada ketujuh komponen utama. Bahasan akan diarahkan pada autentik asesmen yang menjadi bagian dari pendekatan kontekstual dan memungkinkan untuk diimplementasikan guru, sekali pun pendekatan yang digunakan di luar pendekatan kontekstual. Hal itu dimungkinkan karena autentik asesmen merupakan prosedur yang dapat dilakukan guru untuk mendapat data akurat yang dapat dijadikan dasar penilaian siswa.
Asesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan kemampuan belajar siswa. Gambaran perkembangan kemampuan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kendala yang dihadapinya, sehingga mengakibatkan kemacetan dalam pembelajarannya. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka asesmen tidak dilakukan di akhir periode seperti halnya yang sering dilakukan oleh para guru, tetapi dilakukan bersamaan dengan pembelajaran. Dengan kata lain, asesmen dilaksanakan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran. Karena itu, data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat proses pembelajaran. Pelaksanaan asesmen yang terlaksana secara integratif dalam pembelajaran tersebut dinamai autentik asesmen. Karakteristik autentik asesmen adalah dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif; pengukuran terhadap keterampilan dan performasi, bukan mengingat fakta; berkesinambungan; terintegrasi; serta daapat digunakan sebagai feed back.
Mengacu pada konsep autentik asesmen yang merupakan pola penilaian integratif dengan proses pembelajaran, pelaksanaan US dan PAT yang cukup membuat galau para guru karena keterlaksanaannya terhambat oleh adanya pembatasan pelaksanaan asesmen pada akhir jenjang dan akhir tingkat, sudah seharusnya tersingkir jauh-jauh. Hal itu dimungkinkan karena melalui autentik asesmen, rekam data yang dapat dijadikan dasar penilaian terhadap siswa sudah tercatat dari mulai awal pelaksanaan pembelajaran. Dengan implementasi autentik asesmen, kalaupun US dan PAT tetap harus dilaksanakan, asesmen di akhir program tersebut hanya sebagai penguat asumsi untuk konklusi atas nilai siswa yang datanya sudah berada di tangan guru.
Simpulan
Laju perkembangan implementasi pendidikan pada sekolah sebagai tataran teknis pendidikan, terdampak oleh penyebaran pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Penyebaran pandemi Covid-19 ternyata telah memberi pelajaran yang berharga dan membuka mata setiap pelaku pendidikan, terutama untuk keberlangsungan implementasi proses pembelajaran. Kesadaran para guru terbangun sejalan dengan penerapan berbagai kebijakan dalam ranah pendidikan.
Kebijakan asesmen yang di dalamnya menyangkut pelaksanaan UN, US, dan PAT telah membuka kembali wawasan guru di tengah kewaswasan akan ketidakefektifan keberlangsungan penilaian di akhir program tersebut. Sekalipun tanpa pelaksanaan US dan PAT, guru yang jauh-jauh hari sudah melaksanakan autentik asesmen, sebenarnya telah memiliki data akurat dan akuntabel tentang nilai yang harus disandangkan kepada siswanya masing-masing, bila pada masa pembelajaran autentik asesmen telah dilaksanakan. Lebih jauh lagi, lahir pemikiran bahwa pelaksanaan US dan PAT yang selama ini mewarnai dan menjadi muara akhir dalam penyelesaian program, hanyalah penguat dan pengukuh asumsi atas nilai siswa yang selama ini datanya sudah dimiliki guru.****Disdikkbb-DasARSS.[/responsivevoice]
Mantap! US, dan PAT sebagai penguat atau pengukuh Pendekatan CTL pada poin outentic assesment. Setuju!
Terimakasih atas postingan yg pa kabid berikan. Betul betul sangat menginisiasi saya sebagai seorang guru.
Tentu kita sebagai seorang guru yang bijak apalagi ditengah tengah pandemi covid 19 ini sudah barang tentu harus benar benar bijak dalam melakukan penilai terhadap peserta didik kita. Apalagi jika kita memperhatikan sikon saat ini dimana tidak semua siswa kita memiliki akses belajar secara daring, oleh karena itu sebagai seorang guru yang bijak sudah selayaknya kita melakukan penilaian dg pendekatan ” autentik assessment” atau penilai yg sebenarnya, dimana semua guru tentu sudah memiliki nilai yg akan diberikan kepada siswanya. Oleh karena itu pemerintah melalui kebijakannya meniadakan un, us bahkan pat yg lebih cenderung dg penilaian fortopolio angka-angka ataupun maupun sikap siswa.
Sekali lagi terimakasih atas tulisan yang sangat menginspirasi kami.
Semoga kita diberikan kesehatan. Aamiin ya rabbal alaamiin.
Terima kasih pa Kabid..
Mengingatkan para guru untuk hati2 dan bijak dalam menilai. Semoga lebih bisa lebih cermat dan tertib dalam pengumpulan dan pengolahannya.
Menginspirasi lebih lanjut….
Mantabb kawan, setuju lah… Namun bila dlm situasi normal (tdk ada wabah) Ujian Sekolah atau PAT sy kira masih tetap diperlukan. Selain untuk melihat kompetensi siswa secara menyeluruh juga dapat digunakan sbg dasar standarisasi dlm peningkatan kualitas pendidikan..