Oleh: Endang Wahyu Widiasari, M.Pd
(Guru SMPN 4 Cikalongwetan)
Jika kita ingin maju dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia, yang sudah lebih maju baik peradabannya, maupun tingkat kesejahteraannya, maka tidak bisa terlepas dari pendidikan. Kita wajib menuntut ilmu setinggi-tingginya untuk kebaikan diri sendiri dan umat manusia di dunia. Bukankah ketika kita ingin bahagia di dunia harus dengan ilmu, bahagia di akherat harus dengan ilmu dan jika ingin bahagia di dunia dan akherat pun harus dengan ilmu. Bahkan Rosullulloh pun mewajibkan kita untuk menuntut ilmu seperti dalam hadits riwayat Bukhori yang artinya Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. (HR.Bukhari).
Islam sudah dari dahulu mewajibkan kita untuk menuntut ilmu, bahkan Alloh berjanji dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadillah (58:11) yang artinya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara mu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Alloh maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Janji Allah itu pasti, dia akan meninggikan derajat kita jika kita menpunyai ilmu pengetahuan, apalagi kalau ilmu yang dimiliki itu kita amalkan dan sebarkan lagi kepada orang lain.
Untuk melindungi bangsa dan negaranya pemerintah kita pun mewajibkan, setiap warga negara untuk menuntut ilmu pengetahuan/pendidikan, ini tercantum dalam tujuan luhur bangsa Indonesia dalam UUD 1945 dalam pembukaan alenia ke-4, “..mencerdaskan kehidupan bangsa…“ salah satu perwujudan untuk mencerdaskan bangsa adalah dengan pendidikan. Tujuan luhur bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini lebih rinci ada dalam UUD pasal 31 ayat 1 dan 2 tertulis bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Negara juga memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD.
Pertanyaannya, sudahkan semua anak bangsa mendapatkan haknya? Melihat fakta sekarang, apalagi di era pandemi covid 19 banyak anak putus sekolah, bahkan menurut data statistik jumlah putus sekolah untuk semua jenjang mencapai 159.075 anak, untuk jenjang SD sebanyak sekitar 59.443 anak putus sekolah, dan Jawa Barat menduduki peringkat tertinggi dengan jumlah 6.030 anak putus sekolah.
Menurut data yang diperoleh dari KPAI jumlah anak yang putus sekolah di era pandemi covid 19 semakin tinggi terutama yang berasal dari keluarga miskin, ini disebabkan oleh faktor : menikah, bekerja, kecanduan game on line, menunggak SPP dan meninggal dunia.
Pandemi covid 19 memang telah memporak-porandakan tatanan kehidupan tak terkecuali dunia pendidikan, dunia pendidikan juga mengalami perubahan yang luar biasa.
Kegiatan belajar mengajar yang biasa dilakukan secara tatap muka langsung, secara serta merta diubah menjadi daring (dalam jaringan/on line/pembelajaran jarak jauh). Pembelajaran daring ini banyak menuai masalah, seperti kurangnya kepemilikan handphone, sulitnya jaringan internet, dan harus ada biaya kuota. Pembelajaran daring harus dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah mata rantai penularan virus covid 19 ini.
Permasalahan covid 19 salah satunya berdampak pada tingginya anak putus sekolah, tentunya ini menjadi permasalahan kita bersama dan harus dicarikan solusinya.
Kolaborasi antara keluarga sekolah dan masyarakat mutlak diperlukan, karena proses pendidikan merupakan kegiatan yang komplek, yang memerlukan keterlibatan berbagai pihak, agar proses pendidikan berjalan dengan baik dan menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah , sekolah, orang tua dan masyarakat. Melalui proses pendidikan diharapkan sumber daya manusia Indonesia bisa meningkat menghasilkan generasi yang lebih berkualitas, sehingga dapat mengasilkan manusia unggul yang dapat bersaing baik ditingkat nasional, regional maupun global, sehingga dapat hidup layak dimanapun berada.
Untuk mewujudkan itu semua, pemerintah jauh jauh hari sudah memprogramkan wajib belajar 9 tahun, dengan implementasi program sekolah gratis, dengan tujuan supaya seluruh lapisan masyarakat dapat mengeyam / menikmati pendidikan, sehingga tujuan luhur bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 45 dapat terwujud.
Namun usaha-usaha pemerintah tersebut masih banyak mengalami hambatan-hambatan, padahal seharusnya dengan adanya sekolah gratis ini diharapkan seluruh masyarakat Indonesia usia sekolah bisa sekolah tanpa terkecuali, namun sayang kesempatan emas ini tidak dimamfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat kita.
Dilapangan masih banyak ditemui kasus anak putus sekolah, kebanyakan yang menjadi latar belakangnya selain yang diungkapkan diatas adalah: 1). Faktor ekonomi keluarga, 2).Malas / tidak mau sekolah, 3). Kurangnya minat untuk meraih pendidikan, 4). Kurang paham akan pentingnya pendidikan.
Sangat disayangkan jika factor ekonomi masih dikeluhkan oleh banyak masyarakat kita, padahal pemerintah sudah begitu memperhatikan terhadap dunia pendidikan melalui bantuan sekolah gratis, pemberian bantuan untuk siswa yang tidak mampu dan didirikannya sekolah-sekolah baru yang letaknya lebih dekat dengan pemukiman penduduk sehingga dapat menghemat biaya transportasi. Namun yang menjadi kendala adalah kadangkala bantuan dari pemerintah datangnya terlambat, sehingga keperluan yang mendesak tidak bisa terpenuhi, seperti kebutuhan alat tulis, seragam, biaya transportasi dan kebutuhan sekolah lainnya.
Akan tetapi hal tersebut masih bisa diupayakan dengan bantuan dari rekan sesama pendidik atau para pendidik sendiri melalui infak / sumbangan sukarela dan mencarikan donator untuk membantu anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu agar bisa melanjutkan pendidikan, sehingga anak-anak yang kekurangan / tidak mampu bisa terselamatkan dan tidak sedikit anak yang tadinya akan keluar sekolah bisa kembali sekolah.
Selain itu untuk menarik anak-anak yang putus sekolah, bisa juga dengan memberikan pengarahan/melakukan sosialisasi pentingnya Wajar Dikdas kepada masyarakat pentingnya sekolah untuk pengembangan diri, pembentukan karakter dan memberantas kebodohan. Tentunya banyak trik dan cara yang bisa dilakukan untuk memarik minat anak untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, selain memberikan penyuluhan kepada masyarakat juga menjalin komunikasi antar lembaga sekolah, dan juga aparat pemerintah setempat agar bisa terdeteksi siapa saja anak yang putus sekolah yang bagaimana cara penganggulngannya, juga bisa dengan cara pendekatan secara pribadi kepada siswa putus sekolah dengan cara mendatangi ke rumahnya dan berbicara dari hati ke hati.
Jika anak mempunyai semangat dan tekad yang kuat untuk sekolah didukung dengan dukungan orang tua, kesulitan sebesar apapun bisa diatasi asalkan ada keinginan dari dalam diri anak tersebut. Namun yang sulit adalah menghadapi anak yang malas dan memang tidak ada semangat untuk melanjutkan sekolah, padahal ekonomi keluarga mendukung, mengahadapi anak seperti itu tentunya diperlukan keseriusan dan kesabaran yang tidak sedikit, untuk itu kerjasama dari berbagai pihak diperlukan baik dari pihak sekolah, masyarakat (aparat pemerintah) dan keluarga.
Peranan keluarga sangat menentukan terhadap pembentukan perilaku anak, apalagi jika diprosentasekan sekarang ini anak lebih banyak tinggal di dalam keluarga dari pada sekolah, bahkan dengan pembelajaran jarak jauh ini hampir 100% anak tinggal bersama dalam keluarga. Selain itu dari pihak sekolah peranan guru baik itu wali kelas, guru bidang study, guru BK sangat diperlukan untuk menumbuhkan motivasi anak supaya timbul keinginan untuk sekolah. Melalui komunikasi yang harmonis dan pemberian motivasi terus-menerus tanpa mengenal lelah dan bosan tidak sedikit anak yang tadinya akan keluar, akhirnya dapat terus melanjutkan sekolah bahkan tidak sedikit yang berhasil, tentunya hal itu tidak terlepas dari kemauan anak itu sendiri. Sebab bagaimanapun kuatnya dorongan dari luar kalau memang anak sudah tidak mau sekolah tetap saja akan sulit mengupayakannya, apalagi tidak ada sanksi yang jelas dari pemerintah terhadap anak usia sekolah tetapi tidak sekolah.
Tugas guru memang cukup menantang, selain mendidik, mengajar dan mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi, juga membimbing, memfasilitasi dan memotivasi. Melalui komunikasi yang harmonis antara guru, orang tua siswa, siswa, masyarakat dan juga aparat pemerintah setempat sangat memudahkan dalam membentuk kepribadian, akhlak dan semangat belajar anak, untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
Tugas kita semua bagaimana menumbuh kembangkan kesadaran seluruh komponen bangsa akan pentingnya pendidikan, sehingga semua orang berlomba-lomba untuk mengembangkan potensi dirinya agar memiliki keunggulan. Dengan kerjasama dari berbagai pihak diharapkan suatu hari nanti tujuan bangsa Indonesia dapat terwujud dan pendidikan dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat dilapangan tidak ada lagi kasus anak putus sekolah.
Sumber
kemdikbud, diolah Bang Imam Berbagi, Mei 2020.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/06/12561341/kpai-angka-putus-sekolah-pada-masa-pandemi-covid-19-cukup-tinggi
makasih pencerahannya