Karya: Nabila Apriani Herdianti
(SMPN 1 Padalarang)
Sore itu Aku menunggunya dengan hati yang gelisah. Selama dua jam Aku duduk di kursi usang di teras rumahnya. Bosan, tentunya. Dua jam bukanlah waktu yang sebentar, tapi Aku tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bertemu dengannya. Elena, gadis penjahit yang berhati mulia.
***
Aku mengenalnya setelah kami mengalami peristiwa yang begitu menyedihkan. Tak jarang Aku menyesali apa yang sudah terjadi, tapi sekarang justru sebaliknya. Aku bersyukur karena keadaan sudah membaik. Semangatku untuk menjalani hari-hari kembali tumbuh, merasakan lagi kebahagiaan yang telah lama hilang. Itu semua berkat Elena. Ia yang kini sedang berjalan ke arahku dengan membawa tas yang berisi kain dan benang untuk alat menjahitnya.
“Syukurlah, akhirnya kamu datang juga. Dari mana, El?” tanyaku penasaran.
“Aku habis membeli barang-barang untuk menjahit. Sejak kapan kamu datang ke sini, Joan?”
“Sejak dua jam yang lalu aku sudah di sini,” jawabku santai.
“Kenapa kamu tidak memberi tahuku dulu? Aku jadi gak enak kamu nunggu lama di sini,” kata Elena lagi dengan perasaan bersalah,
Aku mengacak-acak rambut Elena gemas.
“Tidak apa-apa El. Aku ke sini hanya mampir, aku ingin meminta tolong jahitkan celanaku yang robek.”
Kami berbincang dan tertawa bersama. Duduk berhadapan di kursi yang sudah usang itu. Hari semakin gelap, dewi malam telah keluar dari peraduannya. Aku memutuskan untuk pulang. Tidak lupa berpamitan kepada Elena beserta ayahnya.
***
Dewi malam yang tadinya bersinar kini tertutup awan, ribuan tetesan air hujan menyerbu, petir menggelegar. Jalanan tidak begitu ramai, mobilku terhenti di lampu merah. Di sebrang sana terlihat pengemis tua menggigil kedinginan sambil memeluk anaknya, hal itu mengingatkanku dengan peristiwa tiga bulan lalu.
Saat itu aku pulang dari rumah sakit dalam keadaan frustasi. Aku didiagnosa menderita penyakit leukemia. Hal ini membuatku putus asa. Aku bingung, resah dan takut. Tak mampu mengontrol emosi hingga akhirnya Aku kehilangan konsentrasi saat mengemudi. Sampai akhirnya Aku melakukan kesalahan besar. Aku menabrak seorang bapak tua dengan seorang anak gadis, yang tak lain adalah Elena.
Mobil yang melaju kencang membuatku kesulitan untuk menghentikannya, hingga kecelakaan pun tak dapat dihindari. Elena dan ayahnya tergeletak di aspal jalanan dalam keadaan tak sadarkan diri dan saling berpelukan dengan banyak luka di tubuh mereka. Merasa panik, Aku bergegas membawa mereka ke rumah sakit terdekat.
Beberapa hari kemudian Elena sudah dijinkan pulang, tapi tidak dengan ayahnya. Keadaannya yang cukup parah membuat ayah Elena harus berada di ruang ICU. Karena hal itulah Elena memustuskan untuk tidak pulang dan menemani sang ayah di sana. Menyadari hal itu Aku semakin tak berani untuk mengakui kesalahanku.
Aku tetap ke rumah sakit setiap hari, melihat kondisi mereka dari kejauhan tanpa mereka sadari. Tapi aku tidak boleh terus bersikap seperti ini. Aku harus bersikap layaknya seorang laki-laki dan menyelesaikan masalah ini secepatnya. Meskipun Aku tidak tahu bagaimana memulainya, tapi aku harus tetap berkata jujur pada Elena.
Pagi itu seperti biasa aku datang ke rumah sakit. Aku mencoba memberanikan diri untuk menemui Elena. Aku melihat Elena sedang duduk termenung di kursi ruang tunggu. Aku mencoba menghampiri dan menyapanya.
“Perkenalkan namaku Joan. Aku kesini untuk meminta maaf kepadamu dan ayahmu, aku tidak sengaja menabrak kalian. Aku benar benar minta maaf. Aku akan bertanggung jawab untuk membiayai semua biaya rumah sakit. Maukah kamu memaafkanku?”
“Aku sangat menghargai apa yang sudah kamu lakukan untuk kami. Kamu sudah melunasi seluruh biaya rumah sakit.” Ia menghela nafas sejenak.”Terimakasih ya,” ucap Elena.
Aku bergeming. Menatap wajahnya lekat-lekat dengan rasa sesal di hati.
“Maafkan aku ya,” pintaku memelas.
“Aku sudah memaafkanmu. Aku ikhlas dengan semua kejadian ini,” Elena menjawabnya dengan tatapan kosong.
Terimakasih.
****
Suara klakson di belakang mobilku membuayarkan lamunanku. Aku pun segera menginjak gas mobilku. Membayangkan esok akan bertemu lagi dengan gadis berhati mulia yang kini telah bersemayam kuat di hatiku, Elena.***
Profil Penulis.
Nabila Apriani Herdianti. Lahir di Bandung, 29 April 2007. Tinggal di Tagog apu, Padalarang
Nabila Apriani Herdianti merupakan siswi kelas IX D SMPN 1 Padalarang. Sejak SD Nabila selalu meraih peringkat kesatu hingga kelas VIII di SMPN 1 Padalarang. Nabila merupakan wakil ketua ekskul English Club di SMPN 1 Padalarang. Memiliki hobi membaca Wattpad.Cita-cita : Perawat spesialis operasi Alat surel/Medsos lainnya : Email : nabilaapriani51@gmail.com
Hak Cipta ada pada Penulis@2021
Editor: Adhyatnika Geusan Ulun_Newsroom
Good lah
Best