Oleh: Adhyatnika GU
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (Q.S.al-Kautsar(108): 1-3).
Hari Raya Idul Adha 1440 H telah ditetapkan Pemerintah pada Minggu 11 Agustus 2019. Salah satu prosesi ibadah yang tidak dapat dipisahkan dari hari raya tersebut adalah ibadah ‘qurban’ (kurban). Kaum muslimin yang memiliki kemampuan rizki lebih pada saat tersebut, dianjurkan untuk berkurban dengan menyembelih hewan yang disyariatkan Islam.
Seperti diketahui, kurban berarti dekat atau mendekatkan, mengandung arti kesempurnaan. Dimaknai juga sebagai kedekatan yang sempurna. Disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah yang secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sedangkan ritual kurban adalah salah satu ibadah kaum muslimin dimana dilakukan penyembelihan binatang ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual tersebut dilakukan pada Dzulhijjah (Penanggalan Islam), yakni pada tanggal 10 (hari nahr) bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. dan 11,12, serta 13 (hari tasyrik).
Hikmah yang dapat diambil dari ibadah kurban secara vertikal bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kurban tidak dipandang sebagai persembahan hewan sembelihan saja, tetapi lebih bagaimana pendekatan diri atas limpahan anugerah-Nya.
Secara horizontal bertujuan untuk saling berbagi kepada kaum kaum yang belum diberikan kemampuan untuk melaksanakan ritual tersebut. Solidaritas dan kesetiakawanan sosial akan terbangun. Nikmat yang telah diterima berupa limpahan rizki harta, gelar, pangkat, kedudukan, jabatan, patut disyukuri, dengan menggunakannya tidak hanya bermanfaat bagi diri, tetapi maslahat untuk sebanyak-banyaknya umat.
Dampak dari ibadah Kurban sangat luar biasa dalam upaya membangun kebersamaan dan pemerataan dalam masyarakat. Boleh jadi masih banyak kaum yang belum tentu dapat menikmati hidangan daging dalam tahun ini. Kebersamaan juga akan membentuk keharmonisan hubungan antara kaum agniya dengan dhuafa.
Perintah berkurban menyadarkan kaum muslimin bahwa pada hakikatnya kekayaan itu hanyalah titipan Allah. Terdapat hak orang lain yang harus ditunaikan dari sebagian harta yang dititipkan tersebut. Hikmah lainnya adalah mengandung simbol penghilangan sifat-sifat kebinatangan yang ada pada manusia, seperti sifat rakus, tamak, serakah, dan mau menang sendiri. Dengan ibadah ini diharapkan dapat membuang sifat-sifat hewani yang dapat menjauhkan diri dari Allah.
Belajar dari ibadah kurban dalam konteks kekinian mengandung banyak pesan moral. Untuk pemimpin, ibadah ini mengandung pesan bahwa sebagai pemegang amanah harus menunjukkan jiwa pengorbanan yang tulus dan ikhlas dalam menjalankan mandat rakyat dengan lebih mementingkan urusan umat daripada pribadi dan golongan. Sifat dari binatang yang mementingkan urusan perut sendiri daripada berbagi dengan yang lainnya haruslah dihilangkan. Sifat hewani lainnya yang harus dihilangkan seorang pemimpin adalah prinsip ‘siapa yang kuat akan menguasai dan menindas yang lemah’. Terjadinya kekuasaan diktator dan otoriter disebabkan belum dapatnya menghilangkan sifat hewani yang menindas kaum tidak berdaya.
Selanjutnya adalah bagi para pengusaha, pebisnis, pedagang, dan wirausahawan. Ibadah kurban melenyapkan sifat curang, zalim dan tidak jujur. Mengurangi takaran timbangan, tipu muslihat dalam transaksi, dan riba dalam praktek ekonomi. Sifat hewan yang tidak menghiraukan halal dan haram harus segera dipupus dalam pribadi yang merindukan keberkahan hidup dunia dan akhirat.
Berikutnya untuk para penegak hukum. Ibadah kurban akan memupus nafsu praktik ‘jual beli hukum’. Penegakkan hukum yang diajarkan Baginda Rasulullah adalah mengutamakan azas keadilan dengan hati nurani yang tunduk atas ketentuan Tuhan daripada mengedepankan hawa nafsu dan kekuasaan. Sifat hewani yang lebih takut pada atasan ketimbang Tuhan harus dihilangkan.
Kemudian untuk para pendidik, dan orang tua. Berkurban meningkatkan semangat berkorban dalam mencetak generasi unggul yang tidak hanya cerdas secara sosial, cerdas emosional, tetapi juga cerdas spiritual. Keteladanan dalam membimbing anak harus dikedepankan. Kejayaan satu bangsa salah satunya adalah keberhasilan para pendidik dan orang tua dalam melahirkan para pemimpin bangsa yang jujur, adil, dan bijak. Buah dari pribadi pendidik dan orang tua yang menjadi tuntunan bukan tontonan. Keteladanan Nabi Ibrahim hendaknya menjadi acuan dalam memposisikan anak sebagai mitra bukan sebagai ‘objek’. Al Qur’an mengabadikan peristiwa agung ketika Nabi Ibrahim meminta pendapat Ismail as., pada saat Allah memerintahkan untuk mengorbankan putranya tersebut, Wahai anakku, aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelih engkau. Bagaimana menurut pendapatmu? Sebagai anak yang dididik dengan keteladanan orang tua, sang putra menjawabnya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan: Wahai ayahku, lakukan saja apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan mendapati aku, insya Allah termasuk orang-orang yang sabar. (QS. Ash-Shaffat (37):102).
Hal tersebut membuktikan bahwa sifat hewani yang tidak mengenal keteladanan harus disembelih dalam kehidupan ini. Keteladan dari para pendidik dan orang tua dengan saling menghargai kepada sesama, mengasihi kepada kepada yang lemah, akan berbuah kemuliaan pada diri seorang anak.
Ibadah kurban juga mengajarkan bahwa hidup adalah perjuangan. Setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan. Setiap jerih payah yang dikorbankan dengan ikhlas pasti akan menghadirkan limpahan rahmat dan berkah dalam kehidupan. Para pendiri bangsa telah membuktikannya. Rahmat dan berkah Allah akan hadir pada setiap pejuang yang rela mengorbankan kepentingan diri dan kelompoknya untuk kepentingan yang jauh lebih utama, yaitu kepentingan umat.
Akhirnya, belajar dari ritual ibadah kurban seakan belajar mendalami makna pengorbanan para pahlawan yang mampu menghilangkan kerakusan dan ketamakan akan duniawi, mampu melenyapkan syahwat akan kekuasaan, memupus nafsu ingin menindas yang lemah, dan mampu menampilkan keteladanan dalam mencetak generasi ungul masa depan. Hari Raya Idul Adha 1440 H yang bertepatan dengan bulan kemerdekaan bangsa ini, mengandung pelajaran luar biasa. Ibadah kurban selaras dengan semangat pengorbanan para pahlawan dalam mendirikan negara yang diharapkan menjadi negeri ‘baldatun thayibatun warrabbun ghafur’, negeri yang makmur penuh dengan keridoan Allah Swt. .***
Biodata Penulis:
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi.
Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak tahun 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Penulis buku anak dan remaja. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan. Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun
Mantap! Qurban, pengorbanan, kemedekaan, lahirkan generasi cerdas emosional, mampu beribadah baik secara vertikal maupun horizontal. Semoga!
Semoga ghirah Nabiullah Ibrahim menjadi teladan kita semua teh. Aamiin