Oleh N. Mimin Rukmini
(Guru Bahasa Indonesia SMPN 1 Cililin)
“Buku jendela dunia, membaca adalah kuncinya, ” betapa hebat makna pepatah tersebut. Buku merupakan pembuka cakrawala dunia yang didapat lewat membaca buku itu. Tanpa buku tak kan mungkin ada peradaban, tak kan mungkin ada pendidikan yang terus berkembang seperti saat ini.
Hari buku sedunia yang diperingati setiap tanggal 23 April kemarin, selain untuk mengenang para penulis dunia seperti William Shakespiere, adalah peringatan agar kita mau membaca buku dan menghargai penulisnya. Bagaimanakah minat membaca buku masyarakat kita?
Kita perhatikan terlebih dahulu cuplikan puisi karyaTaufik Ismail, berikut!
Kupu-Kupu di Dalam Buku
Ketika duduk di stasiun bis, di gerbong kereta api, di ruang tunggu praktek dokter anak, di balai desa, kulihat orang-orang di sekitarku duduk membaca buku, an aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.
Ketika berjalan sepanjang gang antara rak-rak panjang, di perpustakaan yang mengandung ratusan ribu buku dan cahaya lampunya terang benderang, kulihat anak-anak muda dan anak-anak tua sibuk membaca dan menuliskan catatan, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang,
Cuplikan puisi di atas, menurut hemat penulis merupakan sindiran keras terhadap keadaan kebiasaan membaca kita. Jarang sekali di tempat umum, stasiun, ruang praktik dokter ataupun terminal dan sebagainya ditemukan orang yang sedang membaca buku. Ini menjadi ciri keadaan kebiasaan membaca dan kemampuan membaca masyarakat Indonesia yang masih kurang dari harapan.
Pada tahun 2012 misalnya , indeks minat membaca buku masyarakat Indonesia hanya 0.001. Artinya dari seribu orang masyarakat Indonesia, hanya satu pembaca buku atau memiliki minat baca buku yang tinggi. Sementara, kebiasaan membaca menjadi dasar dan identik dengan kemampuan membaca. Sebagaimana sering kita baca dan kita dengar bahwa kemampuan membaca siswa atau pelajar Indonesia berusia 15 tahun hasil Programme for International Student Assesment (PISA) sejak tahun 2009, terus mengalami penurunan, dengan titik terendah skor 371 di tahun 2018. Hal ini sungguh merupakan penomena yang memprihatinkan. Penomena rendahnya minat dan kemampuan membaca memerlukan langkah penyelesaian yang cepat dan tepat.
Stop! Tak perlu berkecil hati! Sejatinya kita tetap semangat dan terus belajar! Kenyataan di lapangan masih banyak siswa dan mahasiswa berprestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Salah satunya, di Hari Kartini, 21 April lalu, penulis kemukakan prestasi mahasiswa UI di Olimpiade Teknologi bergengsi dunia. Ini menandakan bahwa prestasi Indonesia tidak ketinggalan di kancah internasional.
Dengan kebiasaan membaca buku yang masih minim selaiknya kita guru, mendorong dan memfasilitasi agar siswa gemar membaca buku. Langkah-langkah yang dapat dilakukan di antaranya sebagai berikut.
Pertama, guru menjadi teladan membaca bagi siswa. Sudah saatnya guru memperlihatkan bagaimana membaca menjadi kebutuhan hidup. Tak ada tempat tanpa membaca buku, tak ada waktu tanpa membaca buku.
Kedua, memfasilitasi siswa dengan memperbanyak buku-buku di lingkungan sekolah. Membuat pojok baca di lorong kelas atau di area kantin sekolah. Biarkan mereka makan sambil membaca buku. Menjadikan lingkungan sekolah ramah literasi. Siswa merasa nyaman berada di sekolah dengan lingkungan yang literat.
Ketiga, membangun kerja sama dengan orang tua, dan pimpinan sekolah untuk selalu membudayakan gerakan membaca buku. Tidak menutup kemungkinan kita membudayakan gerakan membaca secara bersama-sama (readathon).
Keempat, memberi kesempatan dan kenyamanan ketika siswa mengungkapkan hasil membaca. Hasil membaca dalam bentuk review atau bentuk lainnya. Dengan kata lain, tersedia buku atau pajangan hasil karya siswa yang dapat dibaca dan dimanfaatkan mereka.
Kelimat, sesering mungkin mengadakan lomba yang berhubungan dengan kegiatan membaca. Dalam bentuk tes kemampuan membaca atau tes membaca nyaring, lomba membuat pohon geulis, dan sebagainya. Bisa pula membuat program tantangan membaca sekolah.
Terakhir, membuat komitmen bersama untuk selalu membaca. Menjadikan membaca sebagai gaya hidup yang menyenangkan dan menjadi kebutuhan bersama.
Kekuatan peradaban suatu bangsa terletak pada kemampuan membaca bangsa tersebut. Kemampuan membaca bergantung pada kebiasaan membaca. Semakin tinggi kemampuan membaca masyarakat dipastikan semakin tinggi peradaban bangsa tersebut. Semoga!
Sumber:
Dewayani, Sofie. 2021. Inspirasi Pembelajaran yang Menguatkan Literasi. Jakarta: Kemendikbudristek.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/William_Shakespeare#2., diunduh tanggal 24 April 2022
https://siedoo.com/berita-6073-bacalah-tragedi-nol-buku-bangsa-indonesia, diunduh tanggal 23 April 2022