Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
Rabi’ul awwal bulan penuh cinta
Masa berjuta perasaan
Salawat, Salam atas Baginda…
Nabi Agung
Kehormatan dan salam kepada jungjunan alam, Nabi Agung Muhammad saw., yang seluruh jiwa dan raganya dipersembahkan untuk umat manusia. Semoga salawat ini terpatri di panji kenabian di akhirat kelak. Amiin.
Kehormatan Nabi Muhammad saw., tentu tak terkirakan. Nabi memang manusia, tetapi sangat berbeda dengan umumnya manusia. Salah satu perbedaannya adalah Nabi selalu ikut bersedih bila melihat kesengsaraan di depan mata, dan akan tampak bahagia manakala menyaksikan kebahagiaan dirasakan umatnya. Hal ini, sangat jauh berbeda dengan umatnya, yang terkadang senang melihat orang susah, dan susah sekali manakala melihat orang senang.
Rasulullah tidak pernah dengki, tidak pernah hasud, sehingga wajahnya terpancar sinar kejujuran dan keikhlasan dalam setiap amalnya. Langkah hidupnya tegap, penuh optimis, tidak pesimis. Semuanya terangkum dalam zuhud, kesungguhan dalam memperbaiki diri demi kebaikan dan kebaikan setiap harinya.
Baginda Rasul selalu tampil dalam kesahajaan di balik kemegahan kharismanya yang mencuat ke seantero jagat raya. Jubahnya adalah taqwa. Terompahnya adalah rel-rel haq dan mahkotanya adalah ‘ilmu pengetahuan yang terus mengalir deras dan tidak pernah kering. Tangan kanannya memegang hukum al Khalik, Pencipta alam semesta, dan tangan kiri memegang timbangan mizan keadilan, yang senantiasa berpihak pada yang lemah dan tegas pada aturan yang ditetapkan dalam Alquran dan sunnahnya. Di dalam dadanya terpatri keyakinan yang kuat akan kemenangan pasti berpihak pada kebenaran. Pada matanya terpancar sinar kelembutan jauh dari tatapan sinis memvonis, telinganya senantiasa diupayakan mendengar jeritan umat yang haus akan kebenaran sehingga berbuah lisan berucap nasihat hikmat penuh dengan kebijaksanaan disetiap tutur katanya.
Pejuang Mulia
Baginda Rasul SAW., yang berdasarkan ahli tarikh masyur, lahir pada Senin 12 Rabi’ul awwal tahun Gajah, atau bertepatan dengan 20 April 571 M, adalah sosok pejuang kemanusiaan yang hidup penuh dengan perjuangan. Berjuang melawan kemiskinan akibat keadaannya yang yatim piatu. Berjuang melawan arus adat istiadat yang rusak. Berjuang mempertahankan akidah millah Ibrahim melawan jahiliyah yang mempertuhankan berhala sebagai perantara menghadap Alloh.
Di sisi lain, Nabi selalu berjuang menjadi sosok manusia yang tidak menjadi beban dalam setiap keadaan, dan senantiasa berkeinginan menjadi solusi dalam setiap permasalahan. Semua hafal tentang riwayat tentang Baginda menjadi sosok pemersatu ketika menengahi pertikaian dalam kasus peletakan hajar aswad, yang memberinya kedudukan sebagai al Amiin, terpercaya. Tidak pernah ada gelar yang diberikan kepada tokoh dunia manapun, sebagai orang yang tak pernah berdusta, tak pernah dengki, jauh dari penyakit hati lainnya.
Maka tak heran, dalam kurun kurang dari 23 tahun masyarakat Arab khusunya, dan dunia umumnya diubahnya menjadi wajah dunia yang gemerlap kembali, terang benderang, disinari cahaya Illahi yang sebelumnya meredup akibat kebodohan umat manusia.. Ilmu pengetahuan kembali digali, sebagai syarat mutlak hidup menjadi terang benderang, dan Islam tampil sebagai pemersatu dan penyelamat kehancuran dunia. Peradaban manusia pun menemukan jati dirinya, dimana manusia ditempatkan sebagai manusia yang karena ketakwaan menjadi lebih mulia dihadapan Allah, Sang Pencipta alam raya.
Akhlak Mulia
Seperti diketahui juga bahwa apabila sebelumnya perempuan ditempatkan sebagai warga kelas dua, bahkan aib bagi setiap keluarga, maka Islam tampil dengan spirit Rasul menempatkannya sebagai makhluk yang penuh dengan kemuliaan sebagai penerus ganerasi umat manusia. Dalam beberapa riwayat dengan tegas bahwa “IBU” disebut beliau lebih banyak dibandingkan dengan bapak. Hal ini, sebagai bukti penempatan kaum hawa pada posisi yang mulia.
Maka barangsiapa yang mengaku umat Nabi Muhammad SAW., hendaklah meneladani akhlaknya yang mulia, dengan selalu berkata dengan perbuatan, berbuat dengan penuh keikhlasan sebagai pancaran hati orang beriman, bertutur kata yang mulia atau diam. Selanjutnya, selalu berjuang menegakkan kebenaran walau pahit dirasakan, selalu memuliakan tamu, menghormati tetangga, mengangkat harkat ayah bunda, menyayangi saudara seiman seperti layaknya saudara kandung, bertekad tidak menjadi beban, berusaha menjadi suri tauladan dalam setiap keadaan, selalu memiliki kepekaan dan kepedulian kepada semua makhluk Allah.
Sesungguhnya, cinta Rasulullah kepada umatnya tak pernah surut. Bahkan menjelang wafatnya sekalipun bibirnya yang mulia berucap ummati, ummati, ummati,.. disebutnya sebagai bukti cinta kepada umatnya.
Simpulan
Kini 14 abad lebih telah berlalu, bukti kecintaannya tersebut kian terasa dengan masih diberinya kita kesempatan untuk merasakan karunia Allah berupa Rahmat dan Kasih Sayang Nya. Hal tersebut adalah buah do’a baginda Rasul yang menitipkan umatnya kepada Pemilik dan Pemelihara makhluk, untuk diampuni dosanya sejauh tidak musrik, diberi penangkal bala bagi yang rajin sedekah, diberi kemuliaan hidup bagi pelanggeng silaturrahmi, diberi kebarokahan rizki bagi para pencinta anak yatim, diberi jaminan hidup bagi para pemakmur rumah Allah, masjid, dihindarkan dari adzab kubur bagi para pembaca kitab suci Alquran, diberi kemudahan berikhtiar bagi para pembayar zakat, diberi kedudukan yang mulia di sisi makhluk dan khalik bagi para pemegang hukum Allah dan Rasul-Nya. Dan berjuta do’a yang disampaikan baginda untuk orang beriman.
Akhirnya, hendaklah ditanamkan sejak dini kecintaan kepada Rasulullah, lewat salawat, hendaklah tetap mendawamkannya sebagai salah satu bukti pengakuan kita selaku umatnya.
Selanjutnya mengaplikasikan akhlak Nabi tersebut dalam kehidupan keluarga, lingkungan kerja, masyarakat dan dimanapun kita berada.
Sesungguhnya hanya orang yang berjuang untuk mencintai Rasulullah yang akan lebih dicintainya kelak di akhirat. Mencintainya adalah dengan meneladani perilaku Baginda, disetiap keadaan, serta mencintai ‘ilmu dan ‘ulama sebagai warisannya. Sehingga barangsiapa terpatri di dadanya tentang kecintaan terhadap Rasulullah, maka terpatri pula nama kita di panji kenabian Baginda Muhammad saw yang tercinta. Wallahu’alam.
Profil Penulis:
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan. Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun