Tati Purwasih
(SMPN 3 Parongpong)
Tidak jarang telinga kita saat ini sering mendengar istilah ‘kids jaman now’ makin populer di dunia maya. Banyak orang menyelipkan kata kids jaman now dalam status atapun tweetnya di sosial media. Bahkan, tidak sedikit portal berita terkenal ikut-ikutan memanfaatkan kata-kata yang sedang populer ini dalam tajuk berita yang dimuatnya untuk mendongkrak jumlah pengunjung.
Biasanya istilah atau meme-meme populer di sosial media seperti ini akan cepat viral di Indonesia. Bahkan tak jarang kemudian menjadi inspirasi sebuah judul lagu yang jadi hits. Sebut saja judul lagu yang bermula dari meme populer seperti ‘Sakitnya Tuh Disini‘ dan ‘Aku Mah Apa Atuh‘ yang mengorbitkan nama Cita Citata, Om Telolet Om, Di Situ Kadang Saya Merasa Sedih, dan lain sebagainya.
Makna Istilah “Kids Jaman Now”
Istilah kids jaman now sebenarnya bentuk dari ungkapan guyonan menyikapi kelakuan aneh dan tidak wajar namun dianggap lazim dan marak dilakukan oleh anak-anak zaman sekarang.
Dari segi bahasa, ‘kids‘ dan ‘now‘ merupakan kata yang berasal bahasa Inggris. Kids artinya anak-anak, now adalah sekarang. Yang menjadi aneh, kedua kata dalam bahasa Inggris tersebut justru digabungkan ke dalam satu kalimat dengan kata ‘jaman‘ yang berasal dari bahasa Indonesia. Jika digabung maknanya adalah anak-anak zaman sekarang. Selain mencampur-adukkan bahasa (Inggris dan Indonesia), penggunaan ejaan bahasa Indonesia yang tak baku yakni “jaman” untuk “zaman” menunjukkan pengetahuan dan penguasaan bahasa yang buruk. Gejala ini tampaknya akibat ingin disebut “gaul”, namun menunjukkan kejelekan berbahasa. Nada humoris di sana pun tak berhasil.
Fenomena problem bahasa secara sosiolinguistik ini kini kian semarak di kalangan pemain sinetron, penyanyi, dan “anak gaul (?)”–kadang kala diderita oleh sebagian tokoh masyarakat.
Krisis Identitas Kebangsaan
Semua gejala itu berakar dari krisis identitas kebangsaan kita. Kebanyakan orang tidak percaya diri menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penggunaan bahasa asing dalam berkomunikasi sehari-hari pun dianggap lebih berkelas di kalangan masyarakat. Fenomena lunturnya penggunaan bahasa Indonesia dapat kita lihat dalam kondisi yang cukup memprihatinkan, terutama penggunaan bahasa Indonesia di tempat umum, seperti pada nama bangunan, pusat perbelanjaan, hotel dan restoran, serta kompleks perumahan, sudah mulai tergeser oleh bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Akibatnya, wajah Indonesia menjadi tampak asing di mata masyarakatnya sendiri. Hal ini menunjukkan sebuah gambaran betapa menurunnya rasa nasionalisme dan kebanggaan mengunakan Bahasa Indonesia di kalangan masyarakat.
Rendahnya minat generasi muda untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar juga merupakan sebuah tantangan yang dapat melunturkan bahasa Indonesia.
Kendala lainya yaitu masih adanya anggapan negatif yang kurang mendukung keberadaan bahasa Indonesia, di antaranya menganggap Bahasa Indonesia ada secara alamiah dan mudah untuk dipelajari. Tentunya hal ini tidak hanya di kalangan remaja bahkan di semua kalangan. Penggunaan bahasa gaul yang saat ini lebih diminati seharusnya digunakan pada saat tertentu saja sehingga penggunaan bahasa Indonesia tidak mendapat gangguan dari bahasa gaul. Kebiasaan-kebiasaan serta anggapan-anggapan yang negatif tentang bahasa Indonesia perlu dihindari. Hadirnya bahasa gaul tidak dilarang pemakaiannya, tetapi yang perlu diperhatikan adalah jangan mencampurkan penggunaan bahasa gaul serta asing ke dalam percakapan bahasa Indonesia. Ungkapan “kids jaman now” contohnya. Ungkapan tersebut memang tidak akan bertahan lama, namun yang dikhawatirkan adalah sikap mental di balik itu. Selama sikap mental tidak berubah maka akan muncul ungkapan lain yang sejenis.
Bahasa Menunjukan Bangsa
Sikap yang tidak “menjunjung bahasa persatuan”, bahasa Indonesia itu, harus kita kikis karena kita harus mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia sebagai simbol jati diri bangsa.
Sebagai simbol jati diri bangsa, bahasa Indonesia harus terus dikembangkan agar tetap dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana komunikasi yang modern dalam berbagai bidang kehidupan. Di samping itu, mutu penggunaannya pun harus terus ditingkatkan agar bahasa Indonesia dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif dan efisien untuk berbagai keperluan. Upaya ke arah itu kini telah memperoleh landasan hukum yang kuat, yakni dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Undang-undang tersebut merupakan amanat dari Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sekaligus merupakan realisasi dari tekad para pemuda Indonesia sebagaimana diikrarkan dalam Sumpah Pemuda, tanggal 28 Oktober 1928, yakni menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
Untuk memperkuat jati diri itu, diperlukan peran serta berbagai pihak dan dukungan aturan serta sumber daya yang memadai. Peran serta masyarakat juga sangat diperlukan dalam memperkuat jati diri bangsa itu. Dengan jati diri yang kuat, bangsa kita akan makin bermartabat sehingga mampu berperan—bahkan juga bersaing—dalam kancah kehidupan global.
Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia SMPN 3 Parongpong Kab. Bandung Barat