Reportase: Elis Lisnawati, M.Pd.
“Berada di tengah-tengah orang yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pelestarian lingkungan terutama dengan situs budaya merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi kami tim MGMP IPS Kabupaten Bandung Barat.”
PADALARANG-(NEWSROOM). Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi Jawa Barat, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) IPS Kab, Bandung Barat menggelar Workshop dan Seminar sehari tentang menggali budaya masa lalu di Gua Pawon untuk masa kini dan mendatang, Senin-Kamis (7-10/10/2019).
Kegiatan yang menampilkan I Made Geria dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional ini mengungkap bahwa aset warisan peradaban Gua Pawon terdiri dari: Pengetahuan migrasi manusia, kearifan ekologi, daur hidrologi, tempat tambang mineral, sosial budaya dan laboratorium keberlanjutan.
Lebih lanjut dipaparkan tentang akar peradaban yang harus dilestarikan adalah nilai-nilai gotong royong, kemaritiman, pluralisme, toleransi, keberagaman serta harmonisasi.
Seperti diketahui, Gua Pawon merupakan gua yang terbentuk di kawasan bertopografi karst yang terletak dalam kawasan perbukitan formasi Rajamandala. Secara geologis, situs tersebut termasuk dalam kelompok gua tebing yang berada pada ketinggian sekitar 716 meter di atas permukaan laut dan terletak di bagian utara bukit gamping. Situs bersejarah ini memiliki nilai historis tinggi yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki keterikatan masa lalu sebagai sumber sejarah sekunder yang bisa mengungkap tabir kehidupan masa lalu. Hal ini bisa diketahui dari temuan-temuan yang didapat, baik berupa fosil maupun artefak.
Penelitian arkeologi di Gua Pawon dilakukan oleh Balai Arkeologi Bandung sudah dimulai sejak tahun 2003. Tujuh temuan rangka manusia telah ditemukan dalam selang waktu 2003-2018. Hasil ekskavasi di situs Gua pawon menunjukkan adanya variasi multifungsi gua dimasa lalu. Hal ini dibuktikan dengan temuan yang didapat berupa alat-alat serpih, alat tulang dan taring. Selain itu juga ditemukan benda-benda perhiasan diantaranya ada yang terbuat dari gigi ikan (hiu), taring hewan dan moluska.
Sementara itu pembicara berikutnya, dr. Fahmi Oscandar, dokter gigi, menjelaskan tentang mengapa penelitian terhadap manusia pawon itu diteliti melalui gigi. Menurutnya, gigi dapat bertahan dari perubahan ekstrim, kebusukan, air laut dan kimiawi. Selain dikatakan bahwa melalui gigi identifikasi lebih mudah dan cepat. Lebih lanjut, diungkapakan bahwa gigi bisa mengidentifikasi umur, ras, jenis kelamin, pola hidup/makan, kondisi kesehatan dan budaya manusia. Dari gigi manusia yang ditemukan di Gua Pawon diketahui bahwa sistem imun manusia purba sangat rendah. Dimana mereka meninggal dalam rentang umur sekitar 30 tahun-nan.
Di sisi lain, salah satu perwakilan dari Dinas Pariwisata dan Budaya Prov. Jawa Barat memaparkan bahwa situs sejarah Gua Pawon ini memiliki berbagai nilai plus hingga harapannya kedepan bisa dijadikan sebagai kawasan “Geopark Nasional” yang jelas-jelas bisa mendatangkan nilai tambah dan multiplier effect bagi daerah sekitar.
Di kesempatan terpisah, Dr. Lutfi Yondri, peneliti Balai Arkeologi Jawa Barat yang melakukan penelitian di Gua Pawon sejak tahun 2003 berusaha mengungkap tabir misteri masa lalu. Telah ditemukan sebanyak tujuh kerangka manusia penghuni Gua Pawon ini dengan melibatkan peneliti dari berbagai bidang keilmuan. Upaya pelestarian dan pemanfaatan kawasan Gunung Pawon terus dilakukan ditengah semakin ekspansifnya upaya eksploitasi sumber daya alam dikawasan Karst Rajamandala.
Kegiatan di atas juga disisipi Seminar sehari tentang pentingnya harmonisasi masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Hal ini dimaksudkan bahwa bagaimanapun juga manusia dibatasi oleh usia. Tidak selamanya manusia akan hidup. Sehingga upaya yang harus dilakukan adalah melestarikan apa yang menjadi bukti sejarah.bahwa jejak sejarah tidak hilang dimakan waktu. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa kerusakan akibat ulah manusia dalam bentuk vandalisme dan kegiatan penambangan fosfat yang dilakukan oleh penduduk sekitar gua terus berlangsung.***
Editor: Adhyatnika GU