Oleh: Dian Savitri, S.Pd.
(Guru Bahasa Inggris SMPN 5 Cipongkor)
Pekan ini dunia pendidikan masih ramai dengan isu zonasi. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi salah satu kegiatan yang terdampak kebijakan tersebut. Disebutkan sebagai salah satu, karena rencananya kebijakan zonasi akan diterapkan juga untuk guru, beserta sarana dan prasarana.
Pemerataan mutu menjadi masalah krusial dalam pendidikan kita. Berbagai cara telah dilakukan dan hasilnya belum maksimal. Hal ini disebabkan luasnya wilayah Indonesia dan terpisah oleh lautan. Ribuan pulau tersebar di seantero negeri. Ada tempat yang dapat diakses dengan mudah, adapula yang sangat sulit. Misalnya jaringan listrik. Hari ini kita dengan mudahnya menggunakan beragam peralatan elektronik. Bagaimana dengan saudara kita di tempat terpencil? Listrik hanya bisa diperoleh jika menghidupkan genset dan itupun hanya dapat digunakan pada malam hari saja. Kenyataannya, pemerataan mutu memang bukan pekerjaan mudah untuk dilakukan. Tetapi bukan sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan. Diperlukan upaya untuk mengurai permasalahan tersebut satu per satu, terlebih pada pemerataan kualitas guru.
Dalam waktu dekat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana menerapkan zonasi guru. Sistem zonasi yang dimaksud adalah pembagian mutasi guru sesuai zona yang ditetapkan oleh pemerintah. Nantinya, guru di setiap sekolah dikategorikan menjadi empat kelompok; guru PNS bersertifikat, guru PNS belum bersertifikat, guru tidak tetap bersertifikat, dan guru yang belum bersertifikat.
Mengapa zonasi guru digadang-gadang mampu menyelesaikan problematika ini? Permasalahan yang paling mendasar adalah, saat ini masih banyak sekolah yang kelebihan guru PNS. Pada sisi lain, adapula sekolah yang lebih banyak guru tidak tetap (GTT). Begitupun dengan menumpuknya sejumlah guru bersertifikat pada satu sekolah. Akibatnya adalah munculnya image sekolah favorit dan tidak favorit. Salah satu tujuan zonasi guru diantaranya adalah menghilangkan stemple yang terlanjur mengakar kuat tersebut.
Dapat diprediksi bahwa rencana penerapan zonasi guru akan menuai pro dan kontra. Berpindah tempat tugas tidaklah mudah. Terlebih bagi guru-guru yang bertugas di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal), yang hampir setiap saat merasakan keterbatasan akses; jalan, kebutuhan air, makanan dan fasilitas sekolah.
Sudah saatnya guru-guru di Indonesia berpikir jauh ke depan, seandainya kebijakan zonasi guru diterapkan. Jarak bukanlah penghambat di era ini. Diperlukan mental yang ekstra untuk menyikapi permasalahan di atas. Sudah saatnya pula tampil menjadi pribadi yang mampu menaklukan setiap hambatan yang menghadang dalam setiap keadaan, dunia sekalipun. Inilah waktunya, melangkah keluar dari zona nyaman; melihat sisi lain Indonesia dari sudut pandang yang berbeda. Terlebih rotasi guru ini hanya berlaku di zonanya masing-masing dan tidak menetap selamanya.
Sudah siapkah Bapak dan Ibu guru dipindah tugaskan? ***
(Editor Newsroom: Adhyatnika Geusan Ulun)