Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
(SMPN 1 Cipongkor)
Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya pada jalan Alloh seperti sebuah biji yang tumbuh menjadi tujuh tangkai. Pada tiap-tiap tangkai itu berbuah seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa saja yang dikehendaki Nya. Alloh mempunyai karunia yang luas, lagi Maha Mengetahui. “ (QS. Al Baqarah:261)
Negeri Dermawan
Saat mendengar kata sedekah, yang tergambar dalam pikiran adalah sebuah kegiatan ketika seseorang memberikan uang kepada yang lainnya.Hal tersebut tidaklah salah, karena secara bahasa sedekah bermakna pemberian. Namun, dalam dimensi yang lebih luas, kata ini diartikan sebagai pemberian kepada Allah melalui fakir miskin, dan kaum dhuafa lainnya untuk ber-taqorub (mendekatkan diri) kepada-Nya. (al-Mu’jam al-Wasith, “shadaq”)
Ada hal yang menarik ketika membaca sebuah kliping dari sebuah surat kabar edisi 2018. Di dalamnya terdapat sebuah laporan dari Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index, sebuah organisasi yang melakukan survey tentang sejauhmana tingkat kepedulian dan kedermawanan sebuah negara di seluruh negara di dunia. Ternyata, hasilnya menempatkan Indonesia sebagai negara paling teratas.
Hal yang lebih menarik perhatian lagi adalah bahwa skor Indonesia untuk membantu orang lain adalah 46 % , berdonasi materi 78 %, dan kegiatan sukarelawan 53 %. Data ini menunjukan bahwa penduduk Indonesia merupakan warga yang sangat peka dan peduli terhadap keadaan di sekitarnya. Hal ini pun menggambarkan bahwa negeri ini adalah tempat tinggal para pencinta sedekah.
Pecinta Sedekah
Bagi para pencinta sedekah, harta yang dimilikinya senantiasa diyakini bahwa itu merupakan titipan. Sehingga seberat apapun beban hidup ini, pantang untuk meminta-minta. Bahkan daripada meminta belas kasihan, maka pencinta sedekah akan mengulurkan tangan walau hanya segenggam beras, sepeser recehan, karena baginya yang terbayang adalah janji Allah yang akan melanggengkan karunia Nya bari para pencinta sedekah, yang terbayang di benaknya, adalah bagaimana untuk melanggengkan pahala yang tidak terputus walau sudah meninggal dunia. Maka sedekah jariyah menjadi kewajibanya, yang akan terasa manfa’at dan mashlahatnya hingga di akhirat kelak.
Bagi para pencinta sedekah, senyum adalah sarana berbagi kebahagiaan dengan mereka, kaum fakir dan miskin, sehingga senyum merupakan alat terakhir manakala sudah tak mampu memberikan harta kepada merek. Pokoknya apa saja sarana untuk berbagi kebahagiaan akan dicari oleh para pencinta sedekah.
Para pencinta sedekah juga akan gerah manakala melihat kepapaan melanda saudaranya, kemiskinan melanda tetangganya. Sehingga tidurnya tidak pernah nyenyak, sebelum tangannya mampu terulur membantu meringankan saudaranya.
Sesungguhnya para pencinta sedekah ini telah teruji kualitas hatinya. Apabila menemukan kriteria tersebut, maka dialah orang yang pasti akan amanah dalam segala hal, yang akan mampu mengayomi siapa saja di sekitarnya, karena dia mampu memimpin hatinya untuk peka terhadap penderitaan orang-orang lemah.
Teladan Dermawan
Nabi Muhammad SAW, adalah sosok dermawan yang luar biasa. Baginda senantiasa, selama hidupnya, berusaha untuk membahagiakan umat, dengan bersedekah. Tidak pernah bersisa di rumahnya makanan untuk esok hari, hanya karena lebih banyak disedekahkan kepada fakir dan miskin.
Baginda SAW juga tak pernah menghina orang-orang dikarenakan kemiskinanan, tetapi senantiasa memberikan harapan kepada mereka untuk tidak menjadi beban orang dengan memberinya kesempatan berikhtiar yang sebanyak-banyaknya, sehingga kelak tidak menjadi peminta-minta, tetapi menjadi pemberi sedekah, yang senantiasa akan dilipatkan karunia harta bendanya.
Selain itu, sedekah yang paling utama, yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, adalah sedekah yang diberikan kepada orang yang paling dekat dari segi kedekatan darah. Kemudian dari kedekatan tempat, setelah itu, menyeluruh kepada miskin yang berada di mana saja mereka berada.
Simpulan
Akhirnya, menjadi bahan pelajaran bagi kita, karena terkadang hati ini terkotori oleh keengganan membantu sesama saudara yang berada di bawah garis kemiskinan, padahal Baginda Rasul SAW, senantiasa mewanti-wanti untuk tidak menyakiti hati saudara-saudara kita, dengan mengabaikan, dan menelantarkannya karena disibukkan dengan harta yang kita makan sendiri.
Bagi umat Islam, hendaknya senantiasa menjadikan sedekah ini sebagai bahan kebutuhan sehari-hari, laksana makan sebagai kebutuhan utama. Betapa tidak, sedekah yang diajarkan Rasul SAW jika dilaksanakan dengan benar akan mampu mengangkat penderitaan umat se-iman, dan akan mampu mengurangi kemiskinan yang melanda umat ini, sekurang-kurangnya meminimalisasi jumlah fakir miskin yang membelengu bangsa kita ini.
Maka ketika sedekah ini dijadikan kebutuhan utama, akan terasa nikmatnya melihat senyuman tersungging di bibir kaum fakir miskin, akan terdengar desah Hamdallah di mulut kaum dhu’afa, juga akan terlihat geliat para bayi generasi kita yang mendapatkan sesuap nasi yang kita berikan, Alangkah indahnya hidup ini, jika diantara kita menjadikan infaq, sedekah, sebagai amalan sehari-hari yang tidak terpisahkan dari kehidupan ini.***
Profil Penulis:
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Alumnus MQ ‘Nyantren di Madinah dan Makkah’ 2016, Pengasuh Majelis Taklim dan Dakwah Qolbun Salim Cimahi, Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan.
Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun.