KADISBUDPAR KBB : MENUJU GEOPARK NASIONAL

Berita  : Elis Lisnawati

KOTA BARU – (NEWSROOM) Berada di tengah-tengah orang dengan berbagai latar belakang  yang berbeda menjadi sesuatu hal yang baru. Kepentingan yang berbeda namun dipersatukan oleh pandangan yang sama tentang bagaimana mengelola situs sejarah di Kabupaten Bandung Barat yang bukan saja merupakan asset KBB tapi merupakan asset bangsa bahkan asset dunia. Guha Pawon  tepatnya menjadi salah satu tempat penelitian yang dilakukan untuk meneliti temuan-temuan yang ada disana.

“Tidak semua Negara mempunyai kawasan karst seperti apa yang terlihat di Kabupaten Bandung Barat ini “ demikian salah satu ucapan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung Barat dalam sambutannya di Hotel Mason Pine, Kamis 13/12/18.

Kebanggaan terpancar di wajahnya, ketika beliau  memaparkan situs sejarah guha pawon ini dengan berbagai nilai plus yang ada di dalamnya. Beliau kembali menjelaskan keinginan dan harapannya untuk menjadikan kawasan ini sebagai kawasan  “Geopark Nasional” yang jelas-jelas akan mendatangkan nilai tambah dan multiplier effect bagi daerah yang ada disekitarnya.

‘Sosialisasi hasil penelitian arkeologi’ kajian Manusia Budaya dan Lingkungan pra sejarah  Indonesia di situs guha pawon desa gunung  masigit  Kec. Cipatat Kabupaten Bandung Barat,  merupakan tema yang diambil dalam diskusi panel pagi itu. Bertempat di Mason Pine Kota Baru Parahyangan dengan pembicara-pembicara ahli dalam bidangnya. Dua orang staf dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung Barat begitu detail menjelaskan tentang keadaan wilayah tersebut dengan berbagai upaya yang telah dilakukannya hingga daerah tersebut menjadi lebih potensial dan berdaya jual tinggi.

”Akses jalan ke Guha Pawon kini telah jauh lebih baik keadaannya dari sebelumnya,” demikian Asep salah seorang tenaga staf dari Disbudpar menerangkan kondisi terkini, kemudian lebih jauh Asep mengungkapkan berbagai potensi yang telah dikembangkan di wilayahnya dengan membudidayakan jambu merah yang merupakan ciri khas wilayah tersebut

Peneliti yang telah lama melakukan penelitian di Guha Pawon pun membeberkan temuan-temuannya “Tujuh manusia Pawon ditemukan di sini, 3 berjenis kelamin laki-laki dan 4 perempuan,” ungkap Luthfi seorang doktor ahli memulai pembicaraan dalam diskusi pagi itu.

Lebih lanjut Luthfi mengungkapkan bahwa di tahun 2003 penelitian yang dilakukan baru menemukan kerangka manusia dalam bentuk rahang dan tengkorak saja. Penelitian terus berlangsung dengan menggali kedalaman tanah hingga membuahkan hasil. Selain kerangka manusia, ditemukan juga berbagai artefak yang terbuat dari batu, tulang hewan dan kayu.

Giliran dua ahli dokter gigi dari Fakultas Kedokteran Gigi yang menjelaskan tentang mengapa penelitian terhadap manusia Pawon itu diteliti melalui gigi? “Gigi tahan perubahan ekstrim, kebusukan, air laut dan kimia, selain itu melalui identifikasi gigi lebih mudah dan cepat” demikian Yunti seorang dokter gigi menjelaskan alasan mengapa penelitian manusia Pawon dilakukan melalui gigi.

Lebih lanjut Yunti mengungkapkan bahwa gigi bisa mengidentifikasi umur, ras, jenis kelamin, pola hidup/makan, kondisi kesehatan dan budaya manusia.

“Dari gigi manusia yang ditemukan di Guha Pawon, diketahui bahwa sistem imun manusia purba sangat rendah, di mana mereka meninggal dalam rentang umur sekitar 30 tahunan.” Fahmi Oscandar seorang dokter gigi yang melakukan penelitian disana menjawab pertanyaan salah seorang peserta diskusi tentang umur manusia yang ditemukan di Guha Pawon.

Sosialisasi penelitian arkeologi yang juga diisi kegiatan diskusi ini syarat akan ilmu pengetahuan dan jelas menambah wawasan. Bagaimana tidak, peserta diajak masuk lebih dalam tentang Guha Pawon oleh pakar-pakar yang ahli di bidangnya, di mana  mereka telah melakukan penelitian yang mendalam hingga penemuan-penemuan yang didapatnya dikupas tuntas dalam diskusi saat itu.

Berkumpul dengan orang-orang yang peduli terhadap lingkungan menjadi kebahagiaan tersendiri, di mana rasa memiliki, rasa mencintai terhadap lingkungan serta kepedulian yang tinggi terhadap kelestarian budaya sangat kental terasa. Ini juga yang terlihat dari sosok guru SMPN 3 Cipatat yang sekaligus sebagai pengelola Guha Pawon, Yetty  Berawal dari literasi wisata yang dilakukan SMPN 1 Cililin ke Guha Pawon hingga kemudian mengundangnya di ‘Sosialisasi hasil penelitian arkeologi’ kajian Manusia Budaya dan Lingkungan pra sejarah  Indonesia di situs Guha Pawon desa Gunung  Masigit  Kec. Cipatat Kabupaten Bandung Barat.

“SMPN 1 Cililin termasuk sekolah yang akan diundang oleh pihak Guha Pawon dalam kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan,” demikian pungkas Yetty memberikan apresiasi terhadap guru SMPN 1 Cililin Mimin Rukmini dan Elis Lisnawati yang hadir dalam kegiatan saat itu.