Oleh: Dadang A. Sapardan
(Kabid Kurikulum & Bahasa, Disdik Kab. Bandung Barat)
Saat luang waktu, sempat membaca tentang kaum sofis yang hidup pada pertengahan abad ke-5 SM. Kaum ini adalah sekumpulan orang yang pandai berdebat, beretorika, dan merangkai kata-kata. Namun, kepandaiannya digunakan untuk memutarbalikkan fakta bahkan mengingkari adanya kebenaran mutlak yang berbasis pada dasar-dasar logika. Bagi mereka, kebenaran sifatnya relatif, tidak ada standar objektif untuk menentukan apakah sesuatu itu benar atau salah, semua tergantung pada persepsi masing-masing. Motif yang diusung mereka adalah setiap perdebatan dan rangkaian kata-kata dilakukan untuk menjatuhkan orang lain. Ilmu bagi mereka hanyalah alat untuk meraup keuntungan belaka.
Pola kehidupan yang harus dihadapi terus berjalan sesuai dengan perkembangan zaman. Bila ditelaah lebih dalam, pola-pola kehidupan tersebut sebenarnya berputar dan berulang dari waktu ke waktu. Pola kehidupan masa kini yang tengah dihadapi—bila ditarik benang merahnya—dimungkinkan memiliki kemiripan dengan pola kehidupan yang pernah mawarnai kehidupan masa lampau.
Terkait konteks tersebut, ingatan melayang pada wilayah sastra yang pada umumnya penuh dengan kepekatan dalam pemaknaannya. Pada wilayah pemaknaannya, sebuah puisi dapat didekati dan dimaknai di antaranya dengan kajian semiotik dan kajian intertekstual. Kajian semiotik mengarah pada proses tanda, indikasi, penunjukan, kemiripan, analogi, metafor, simbolisme, makna, dan komunikasi. Sedangkan kajian intertekstual mengarah pada pemaknaan sebagai proses untuk menghubungkan teks dari masa lampau dengan teks masa kini. Suatu teks yang dikaji dapat dipahami tidak dalam posisi berdiri sendiri. Suatu teks dapat dimaknai melalui perbandingan dengan teks masa lampau yang telah hadir sebelumnya. Dengan demikian, dalam kajian ini terdapat kehadiran dua teks yang berbeda jauh dalam rentang waktu tetapi memiliki kemiripan.
Dalam kehidupan saat ini tidak tertutup kemungkinan terdapat fenomena yang memiliki kemiripan dengan pola kehidupan masa lampau dalam rentang waktu yang sangat jauh. Bisa jadi, pola-pola yang dilakukan oleh kaum Sofis pada pertengahan abad ke-5 ditemukan pula pada masa kini. Bagaimana pola yang diterapkan kaum Sofis dalam berkehidupan dapat dengan mudah terlihat melalui jejaring internet, bahkan bisa saja tengah berhadap-hadapan dan berada di depan mata.
Karena keterbukaan mengakses informasi melalui jejaring internet dalam kehidupan kekinian, setiap orang bisa dengan mudah menemukan tipikal orang atau kelompok orang yang memiliki kepiawaian dalam berdebat, beretorika, serta merangkai kata-kata, seperti layaknya kaum Sofis. Namun, lagi-lagi, kepandaiannya itu tidak didasari dengan kebenaran logika yang bersandar pada keajegan konsep keilmuan dan objektivitas. Kebenaran yang disodorkan sebagai argumen, disandarkan pada pemahamannya semata, bukan kebenaran hakiki.
Kepandaian yang yang diperlihatkan mereka hanya sebatas untuk mempengaruhi banyak orang, sekaligus dimungkinkan untuk memperdaya pihak lain yang bersebrangan. Fenomena ini bisa terlihat dan tergambar dari sosok yang terlihat memiliki kepintaran tetapi setelah ditelusuri lebih jauh, rangkaian kata-kata yang terucapnya merupakan rangkaian kata yang tidak didasari dengan pemahaman ilmu yang mumpuni. Bahkan lebih jauh lagi, rangkaian kata-kata penuh tipu daya dan tipu muslihatnya merupakan upaya yang dilakukan dengan harapan untuk mencapai tujuan yang diharapkannya, di antaranya memperdaya pihak lain yang bersebrangan.
Apa yang dilakukan kaum Sofis pada beberapa abad lalu hanya terjadi secara lokal dan sektoral. Lain lagi dengan tipikal sejenis pada saat ini, terjadi dalam wilayah yang sangat luas—tidak berbatas ruang dan waktu—hingga menyentuh pelosok terjauh sekalipun.
Sekalipun demikian, stiap orang harus tetap survive agar tidak larut dan tergerus di tengah persingggungan dengan tipikal kaum Sofis kekinian. Fenomena kehidupan saat ini yang banyak menyandarkan diri pada media sosial dengan internet sebagai basisnya—WhatsApp, YouTube, Telegram, Twitter, Instagram, serta berbagai aplikasi lainnya—perlu disikapi dengan kepiawaian dalam menyerap informasi.
Langkah bijak yang harus diterapkan adalah melakukan penyortiran atau penyaringan terhadap gempuran jutaan informasi yang bisa diakses dengan begitu mudah melalui jejaring internet tersebut, selain tentunya diperlukan kehati-hatian akan benturan dari tipikal kaum ini di dunia kehidupan nyata.
Alhasil, dibutuhkan kepiawaian dalam membaca fenomena kehidupan yang dihadapi sehingga tidak larut bahkan tergerus tipikal kaum Sofis kekinian. ****Disdikkbb-DasARSS.
Terima kasih, semoga Pak Kabid sehat selalu dan terus berkarya memberikan pencerahan
tulisan yg sangat menarik Pak…
Alhamdulillah ada pencerahan terimaksih Pa Haji selalu kabid Kurikulum semoga tulisannya bermanfaat. Aamiin
Mantap pa Kabid