Oleh: N. Mimin Rukmini
(Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Cililin)
Selamat pagi, anggrek mekar!
Unggumu memesona menjulur panjang
tak lekang memandang,
rindang, di dahan
Sebait puisi saya lekatkan pada tulisan ini, dengan harapan dapat mendeskripsikan betapa indahnya ketika sejenis anggrek yang sering disebut anggrek bajing sedang mekar di halaman rumah. Istimewanya lagi, tangkai bunga mekar anggrek tersebut lebih dari yang biasa mekar. Yang pernah mekar sebelumnya paling banyak tiga atau empat tangkai bunga. Naah, sekarang malah mekar delapan tangkai bunga. Sungguh, luar biasa indahnya.
Teringat ketika masih sekolah di SMP atau SPG dulu di kampung halaman. Bunga anggrek bajing (sebutan lokal) biasanya hanya dapat dilihat dan tumbuh di pohon kayu yang tinggi, pohon kayu jati saat itu. Jika pergi sekolah, sepanjang jalan sebelum naik mobil tak hentinya kepala mendongak ke atas memandang anggrek bajing yang sedang mekar. Itu dahulu, lain dengan sekarang, anggrek tersebut justru ada di pekarangan rumah. Ups! Jangan berpikir itu anggrek didapat dari membeli, tetapi anggrek dipindahkan dari pohon kayu tinggi yang telah ditebang. Jadi betul! Anggrek bajing biasa ada di pohon kayu yang tinggi.
Mekarnya anggrek bajing tak lama seperti anggrek pada umumnya. Selama saya memandang, saya berpikir, “Indah sekali engkau anggrek! Indahmu tak begitu lama, tetapi batang dan daun hijaumu tetap hidup di dahan pohon sepanjang tahun”.
Mekar dan rontoknya bunga selalu bergantian. Saat mekar, betapa manfaatnya anggrek. Indah dan sedap dipandang mata. Sebaliknya, saat rontok bunga anggrek, daun hijaunya tetap bermanfaat dan semangat, terus tumbuh di dahan pohon.
Sepanjang berpikir demikian, saya pun ingat akan kebermanfaatan hidup. Sejauh manakah manfaat hidup saya, seperti anggrek bajingkah?
Dalam hadist disebutkan, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no: 3289).
Menyoal hadist tersebut, menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki setiap orang. Kita diperintahkan untuk selalu memberi manfaat kepada orang lain. Baik manfaat untuk orang-orang terdekat, keluarga, tetangga, maupun masyarakat sekitar. Tidak menutup kemungkinan, pada suatu saat kita sedang dalam keadaan bermanfaat. Di saat lain kita sedang tidak atau belum bermanfaat, artinya kalau dalam jabatan atau kegiatan tidak ditunjuk oleh atasan. Saat seperti inilah, sejatinya kita tetap hijau di dahan, tetap semangat seperti anggrek yang sementara waktu tidak berbunga dulu.
Jika semangat terus berkobar, setidaknya sekecil apa pun, apa yang bisa dilakukan, kita laksanakan, pasti ada manfaatnya. Jangkauan kebermanfaatan hidup bukan luas tidaknya manfaat hidup dirasakan orang lain, melainkan berkah tidaknya manfaat hidup bagi orang lain.
Masa covid-19, misalnya. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan berbagai peluang dan tantangannya, mampukah guru bermanfaat di mata siswa. Seberapa jauh kita menjadi fasilitator belajar siswa dalam PJJ hingga siswa mampu belajar secara mandiri. Dengan demikian, kita bermanfaat untuk mereka.
Akhirnya, ketika ditakdirkan menjadi guru tersebut, seberapa manfaatkah, hidup di antara tugas kedinasan, pembelajaran, dan manfaat hidup di tengah keluarga, masyarakat pada umumnya. Selalu merenung dan merefleksi diri, dan terus berkarya, saya kira inilah jawaban pasti yang tak dapat dimungkiri. Semoga!
Sumber :
https://muallimin.sch.id/2016/01/20/jadilah-orang-yang-bermanfaat/, diunduh tanggal 15 Maret 2021