Oleh : Dian Diana, M.Pd (Guru SMPN 1 Cihampelas)
Kawasan Wisata Alam Lembah Curugan Gunung Putri Desa Mukapayung secara geografis terletak di Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat. Desa Mukapayung sendiri dihuni penduduk kurang lebih 12.000 jiwa, terletak diperlintasan jalan Cililin-Rancapanggung menjadikan akses wisata. Curugan Desa Mukapayung mudah dijangkau oleh kendaraan baik umum maupun pribadi. Dengan luas wilayah sekitar 90 km persegi, siapa sangka Desa Mukapayung ini ternyata memiliki destinasi wisata yang cukup indah dan eksotik, ditambah warisan geologi yang unik dan menakjubkan menjadikan Desa Mukapayung menjadi salah satu destinasi wisata yang patut diperhitungkan di Kabupaten Bandung Barat.
Bebatuan di Lembah Curugan Desa Mukapayung didominasi oleh batuan Breksi yang berumur pliosen sekitar 2-5 juta tahun yang lalu. Hampir seluruh wilayahnya terjal dan bertebing. Bongkah-bongkah raksasa yang jatuh dari tebing dinding Breksi menambah eksotisme kawasan ini. Sungai yang mengalir di lembahnya bernama Sungai Cibitung. Batu Breksi merupakan batu endapan klastik yang tersusun dari fragmen bersudut besar (angular), ukuran fragmennya lebih dari 2 mm. Antar fragmen diisi oleh partikel yang lebih kecil. Batuan Breksi inilah yang menjadi magnet para pengunjung penasaran untuk datang. Destinasi wisata ini sangat cocok untuk penelitian (kajian geologi, geografi, sejarah, biologi dan kearifan lokal), outing class, wisata olahraga (panjat tebing, bersepeda, riverboard atau tubing cube, hiking) serta literasi wisata lainnya.
Toponimi tempat-tempat di sini, selalu berhubungan dengan bentuk dari batuan Breksi. Tebing Hanyawong yang berbentuk vertikal melebar, sepanjang jalan sebelum naik ke Desa Cikoneng merupakan tebing Breksi. Tebing ini, menjadi tempat favorit para climber untuk menjajal kemampuannya merayapi dinding. Jika kita naik mlipir di sebelah kanan Tebing Hanyawong, terus berjalan menuju puncak, nanti akan kita temukan bentukan Breksi seperti payung yang terbuka. Inilah yang melatarbelakangi nama desa ini bernama Desa Mukapayung.
Bongkahan Breksi yang menyerupai seekor kerbau yang terjebak di dalam lumpur, dikaitkan dengan tokoh Mundinglaya dalam cerita rakyat, yang sudah menjadi kearifan lokal di sana. Batu Mundinglaya letaknya di sawah milik salah satu penduduk Mukapayung. Seperti sebuah cerita yang nyata, batu ini kini dikelilingi oleh pagar besi, dibuat menjadi semacam situs budaya, karena ada dalam cerita rakyat Mundinglaya.
Pada sisi kanan Tebing Hanyawong terdapat Gua terbuka dengan aliran Sungai Cibitung yang mengalir di dasar penampangnya. Jika kita menyusuri dari gua ini ke arah hulu, kita akan menemukan air terjun yang mungil disertai gua-gua yang kecil. Tempat menarik lain yang terkenal adalah Gunung Puteri. Letaknya berhadapan dengan Tebing Hanyawong. Jika kita mau mendaki ke Gunung ini, maka kita harus menyebrangi Sungai Cibitung. Sungai ini dihiasi dengan bongkahan batu Breksi yang indah. Sungai ini sering digunakan untuk kegiatan olahraga riverboard atau water tubing.
Setelah menyebrang Sungai Cibitung, kita naik ke Gunung Puteri, melalui jalan yang terjal. Menyusuri jalan setapak dengan kanan dan kiri berupa semak dan jurang. Sampai ke Gua Gunung Puteri sekitar 45 menit. Kita akan menemukan gua eksokars, dengan mata air yang mengalir di dalamnya. Para pendatang dari luar desa ini, beranggapan bahwa mata air dari sini dapat membuat awet muda dan enteng jodoh.
Bentukan batuan di Desa Mukapayung ini oleh masyarakat di sini dikait-kaitan menjadi sebuah cerita rakyat. Cerita yang beredar menjadi sebuah legenda yang dikisahkan sebagai berikut :
Zaman dahulu kala, tersebutlah sebuah kerajaan di Tatar Sunda yang menyelenggarakan acara sayembara mencari jimat salakadomas. Hadiah untuk pemenang atau sang juara akan dinikahkan dengan putri raja dan akan diangkat menjadi Raja. Dua ksatria yang gagah perkasa Mundinglaya dan Ki Jongkrang Kalapitung menjadi peserta terkuat.
Setelah hari berganti hari, akhirnya Mundinglaya berhasil menemukan jimat salakadomas. Dengan semangat membara Mundinglaya dan sahabatnya Munding Dongkol bermaksud mempersembahkan jimat tersebut kepada sang putri. Kabar itu pun sampai ke telinga Ki Jongkrang Kalapitung. Ki Jongkrang tidak rela, jika Mundinglaya yang akan mempersunting Puteri. Maka, Ki Jongkrang mengatur strategi jahat untuk menggagalkan rencana Mundinglaya.
Akal busuk Ki Jongkrang pun dilaksanakan. Ia memasang perangkap berupa batu di aliran sungai Cibitung. Masyarakat Desa Mukapayung mengenalnya sebagai Batu Langkob. Dia mengikat Batu Langkob di tebing. Nampak Mundinglaya dan Munding Dongkol berjalan di lembah sungai. Saat keduanya tepat berada di bawah Batu Langkob tersebut, didoronglah batu itu oleh Ki Jongkrang.
Ternyata, perangkap mengenai Munding Dongkol, akhirya Munding Dongkol tewas di tempat. Kedua Batu Langkob itu,sekarang masih ada di aliran Sungai Cibitung. Ki Jongkrang membuat siasat baru. Ia memasang cermin besar di barat yang dapat memantulkan apa yang dilakukan sang putri yang sedang berada di atas bukit, di bawah payung. Padahal, bukit itu sesungguhnya berada di timur. Bukit itu berada di Kampung Mukapayung.
Ki Jongkrang membuat lubang besar yang ditutupi dengan dedaunan dan ranting yang bertujuan untuk menjebak Mundinglaya. Mundinglaya yang senang bukan kepalang karena akan menikah dengan puteri tidak waspada dengan tipu daya. Akhirnya, ia pun terperosok ke dalam perangkap yang dibuat oleh Ki Jongkrang.
Sang puteri dari puncak bukit melihat langsung kejahatan Ki Jongkrang. Putri berlari dan bersembunyi, ia keluar dari payung yang terbuka yang selalu meneduhinya ke sebuah gunung, dan bersembunyi di dalam gua. Gunung itu sekarang disebut Gunung Puteri.
Dibanding lokasi wisata alam di darah lain yang yang telah dikelola secara maju dan profesional, wisata alam Curugan baru dikelola secara swadaya oleh masyarakat setempat. Diperlukan dukungan pemerintah dalam upaya memajukan industri pariwisata di Desa Mukapayung ini, demi kelangsungan perkembangan pembangunan di Kabupaten Bandung Barat pada umumnya.***
Keren dan mantap, Tulisannya Bu Dian
Alhamdulillah mengerti