Dadang A. Sapardan
(Kabid Pengembangan Kurikulum, Disdik Kab. Bandung Barat)
Beberapa waktu yang lalu, berkesempatan untuk mengisi salah satu sesi webinar tentang literasi digital yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo. Pada webinar tersebut ditayangan himbauan Presiden, Jokowi tentang beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam upaya menangkal berbagai penyimpangan dalam berselancar di ruang digital. Salah satu ajakan yang disampaikannya adalah untuk bersama-sama memenuhi ruang digital dengan berbagai konten positif. Ajakan tersebut bisa dipahami karena sampai saat ini pada ruang digital begitu marak berbagai konten negatif yang dengan sangat mudah diakses oleh siapapun. Bila fenomena ini dibiarkan begitu saja, akan berdampak kurang baik bagi banyak pihak yang mengonsumsi dengan tanpa filter.
Kepemilikan kompetensi literasi oleh seluruh warga masyarakat harus mendapat perhatian dan mendapat dorongan serius dari berbagai pemangku kepentingan. Perhatian dan dorongan yang dapat dilakukan adalah pengemasan program dengan muara untuk memberi pemahaman tentang pentingnya kepemilikan kompetensi literasi dalam menghadapi fenomena kehidupan ini. Melalui pengemasan program literasi yang baik, setiap warga masyarakat dimungkinkan memiliki modal dasar untuk melakukan pengembangan diri yang akan bermanfaat dalam menyikapi kehidupan. Dengan kata lain, kepemilikan kompetensi literasi menjadi sangatlah penting dalam upaya menyiapkan setiap warga masyarakat agar dapat survive dalam menghadapi kehidupan masa kini dan masa depannya.
Literasi digital merupakan salah satu dari keenam kompetensi literasi dasar—selain literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewarganegaraan. Kepemilikan kompetensi literasi digital menjadi tuntutan yang harus dimiliki oleh masyarakat pada era maraknya pemanfaatan perangkat digital dalam menopang kehidupan. Karena itu, akselerasi kepemilikan masyarakat akan kompetensi ini harus terus didorong oleh berbagai pihak yang memiliki perhatian besar terhadap penyiapan sumber daya manusia. Tidak dapat terbayangkan, bagaimana kondisi yang akan terjadi, bila masyarakat tidak dengan secepatnya diberi pemahaman komprehensif tentang literasi digital sebagai pedoman dalam beraktivitas pada ruang digital.
Kenyataan memperlihatkan bahwa ruang digital saat ini diserbu begitu banyak konten yang bisa diakses dengan sangat mudah oleh setiap penggunanya. Keberadaan konten yang mewarnai ruang digital tersebut sangat heterogen dengan berbagai nuansa kepentingan penggungahnya. Tidak hanya konten positif saja yang tampil pada ruang ini, tetapi tidak sedikit pula pula konten negatif yang bisa diakses pada ruang digital. Berbagai konten berita bohong, ujaran kebencian, radikalisme, perjudian, penipuan, pornogafi, hoax, dan lainnya sangat banyak bertebaran di ruang digital. Bahkan, keberadaan konten negatif tersebut tidak jarang merambah wilayah sensitif yang dapat mengakibatkan disharmoni—unsur suku, agama, ras, antargolongan, dan privasi individu. Bertebarannya konten negatif pada ruang digital tersebut tentu sangat mengkhawatirkan banyak pihak karena dimungkinkan akan manjadi racun yang dapat merusak harmonisasi ekosistem kehidupan ini.
Dalam konteks ini, sangat dibutuhkan peran para pemangku kepentingan yang memiliki kesadaran dan kepedulian akan berbahayanya ketika masyarakat terus-menerus dicekoki berbagai konten negatif yang diproduksi oleh berbagai pihak tidak bertanggung jawab dengan berbagai kepentingan mereka masing-masing. Berbagai upaya penangkalan telah dilakukan oleh para pemangku kepentingan, salah satunya oleh Kemenkominfo. Dengan kewenangan yang dimilikinya, Kemenkominfo mengeluarkan kebijakan tentang peta jalan literasi digital 2021-2024 yang menjadi panduan bagi berbagai pihak dalam berkehidupan di era digital. Peta jalan tersebut secara eksplisit memuat empat pilar literasi digital yang harus dibangun dan dikembangkan pada masyarakat. Keempat pilar tersebut adalah digital skill, digital ethic, digital safety, dan digital culture. Dengan kepemilikan keempat pilar tersebut, masyarakat dimungkinkan akan tereliminasi dari ekses kurang baik dalam berselancar di ruang digital.
Berpedoman pada keempat pilar tersebut, berbagai pemangku kepentingan—pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, kementerian/lembaga, serta pihak lainnya—memiliki kewajiban yang sama untuk dapat terlibat secara aktif dalam membendung serbuan konten negatif pada ruang digital. Keberadaan konten negatif yang mewarnai ruang digital tersebut bisa ditangkal dengan kerja bareng (kolaboratif) berbagai pemangku kepentingan dalam membangun kesadaran akan bahayanya konten tersebut bagi masyarakat. Salah satu langkah penangkalan yang dapat dengan mudah dilakukan adalah memenuhi ruang digital dengan berbagai konten positif. Penangkalan, tentunya diarahkan dalam upaya memperkokoh harmonisasi tatanan ekosistem kehidupan yang selama ini telah dibangun dengan susah payah.
Alhasil, berbagai pemangku kepentingan dituntut untuk terus berupaya menangkal ekes negatif dari keterbukaan masyarakat dalam mengakses ruang digital. Memenuhi ruang digital dengan konten positif merupakan upaya menandingi maraknya konten negatif pada ruang digital. Upaya ini dapat dilakukan oleh siapapun yang memiliki keberpihakan terhadap terbangunnya harmonisasi ekosistem kehidupan masyarakat. ****Disdikkbb-DasARSS.
Bandung Barat terus bergerak. terus berbenah…
Sangat detuju menyiapkan sumber daya manusia membangun mental yang berkarakter melalui berselancar di era digital dengan dengan konten konten positif, menandingi konten konten negatif