Oleh: Prof. Dr. Dinn Wahyudin
(Guru Besar Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI)
“NYALAKAN semangat Manakarra” yaitu semangat bumi pusaka sakti masyarakat Mamuju Sulawesi Barat untuk terus meningkatkan sumberdaya warganya.
Demikian benang merah yang tersimpul dari Simposium Pendidikan Karakter bertema “Memupuk Karakter Bangga Buatan Indonesia melalui Merdeka Belajar”, yang diselenggarakan di Kota Mamuju, 1 Agustus 2022.
Seperti disampaikan Saryadi, S.T., M.B.A. – Plt. Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri Kemdikbudristek, simposium yang diikuti oleh para pemangku pendidikan Sulawesi Barat ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan agar dapat lebih mendorong kontribusi pendidikan terhadap proses menanamkan rasa cinta terhadap produk lokal sejak dini.
Simposium pendidikan ini bertujuan mengumpulkan ide, gagasan untuk menguatkan rasa nasionalisme melalui penumbuhan cinta dan bangga terhadap produk lokal sejak dini. Hal ini dilakukan dengan mengikutsertakan satuan pendidikan khususnya di Sulawesi Barat dalam implementasi kurikulum untuk menguatkan pendidikan karakter guna menumbuhkan rasa bangga buatan Indonesia.
Mellete Diatonganan
Masyarakat Sulawesi Barat merupakan masyarakat heterogen yang terdiri dari masyarakat asli dan pendatang. Etnis lokal Sulawesi Barat antara lain suku Mandar, Mamasa, Pattae, dan suku Makki.
Tatanan kehidupan masyarakat tersimpul dari tradisi setempat yang dikenal dengan sebutan mellete diatonganan. Maknanya kehidupan kemasyarakat yang senantiasa dibingkai dengan semangat meniti dalam kebenaran. Tradisi leluhur ini, tak sekadar motto atau slogan, tetapi diyakini sebagai penciri etnis warga setempat dalam bermasyarakat untuk kehidupan dan kesejahteraan bersama.
Pesan leluhur inilah, walaupun secara perlahan mulai terkikis, sepatutnya menjadi ciri kehidupan sehari- hari warga setempat.
Semangat melette diatonganan juga merupakan ikon performa kinerja pemerintah daerah. Yaitu bagaimana para abdi negara senantiasa berpegang teguh dengan prinsip berjalan di atas kebenaran.
Dalam satuan pendidikan di sekolah, semangat melette diatonganan, patut terus diterapkan melalui penetapan kurikulum muatan lokal. Dengan bingkai adat istiadat setempat dan bahasa lokal yang masih digunakan sehari-hari, para siswa patut terus dididik untuk selalu mencintai budaya, tradisi, adat istiadat setempat, dan penggunaan bahasa ibu (mother tongue) selain penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Misteri Burung Maleo
Maleo merupakan burung langka endemik Sulawesi. Burung ini hidup endemik (hanya hidup secara alami di suatu kawasan) di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi. Namun keberadaan burung ini sekarang sudah sangat langka atau nyaris punah.
Badan Konservasi International atau International Union for Conservation of Nature and Natural Sources- IUCN ( 2020) menyimpulkan bahwa status konservasi burung maleo adalah EN (Endangered) atau terancam punah. Ancaman kepunahan maleo ini disebabkan oleh kerusakan habitat alami dan perburuan liar.
Burung maleo adalah misteri. Fakta unik burung ini antara lain hanya mau bertelor di daerah pantai pasir yang memiliki sejarah geologi yang berhubungan dengan lempeng Pasifik atau Australia (FaunaDanFlora.Com, 2021). Burung maleo memiliki nama ilmiah macrochepalon maleon yang berarti kepala besar. Fungsi tonjolan besar di atas kepala berfungsi sebagai detektor suhu panas ketika maleo betina akan menetaskan telurnya. Burung ini lazimnya bersarang di pasir terbuka di sekitar pantai gunung berapi. Ukuran telur burung maleo kira-kira 5 sampai dengan 8 kali lebih besar dari telor ayam.
Keunikan burung ini, maleo betina akan langsung pingsan seusai bertelor. Mungkin karena “kelelahan” ketika proses mengeluarkan telor dan upaya menimbunnya di pasir lembut yang hangat. Keistimewaan lain, anak burung maleo akan langsung bisa terbang beberapa saat setelah menetas.
Maleo juga merupakan tipe burung yang tak doyan gonta-ganti pasangan. Maleo tipe burung yang antipoligami. Tipe burung yang setia terhadap pasangannya. Mereka saling melindungi untuk sehidup semati, termasuk ketika menjaga telor buah hatinya, dari gangguan binatang predator yang senantiasa mengintai.
Kuliner Ajib
Apabila teman-teman berkunjung ke Mamuju, rasakan juga ragam jenis makan setempat. Varian kuliner yang unik, khas, ajib (istimewa, mantap), dan memanjakan lidah. Mamuju sebagai kota pantai, kaya dengan jenis makanan seafood. Salah satunya hidangan berkuah seafood yang dikenal dengan bau piapi. Hidangan berkuah khas Mamuju ini merupakan kuliner tradisional, terbuat dari olahan ikan laut segar yang dimasak dengan kuah kuning kaya rempah, santan, dan racikan lokal yang bercita rasa pedas menyegarkan.
Makanan khas Mamuju lainnya yang patut dicoba yaitu jepa. Makanan tradisional ini berbentuk bulat pipih terbuat dari sagu atau singkong. Pada bagian tengah jepa bisa juga ditambahkan gula aren. Masyarakat setempat biasanya memasak jepa dengan dipanggang menggunakan wajan khusus dari tanah liat. Kuliner jepa akan lebih enak apabila dimakan ketika masih hangat dan dicoelkan pada sambal terasi pedas.
Pada bulan Juli – Agustus seperti sekarang ini, Mamuju sedang puncak panen durian. Hampir sepanjang Jalan Yos Sudarso atau jalan Trans Sulawesi, terdapat kios-kios penjual durian lokal. Durian lokal Mamuju ukurannya kecil dibanding dengan durian jumbo seperti Monthong. Namun durian mini ini memiliki cita rasa yang khas memanjakan lidah. Walau kecil mungil, cita rasanya manis legit, dengan aroma khas menggoda. Harganya pun relatif murah antara 10 ribu sampai dengan 25 ribu rupiah per buah tergantung ukurannya.
Ayo datang ke Mamuju, rasakan sensasi durian lokal dan kuliner tradisionalnya yang khas.
Kingdom of Banggae
Bila sudah berkunjung ke Mamuju, sempatkan meneruskan perjalanan ke kota tua Majene. Perjalanan darat Trans Sulawesi Mamuju – Majene, bisa ditempuh dalam 3 – 4 jam. Sepanjang jalan, pengunjung bisa menyaksikan pemandangan alam yang indah. Alam tropis pesisir yang masih asri. Menelusuri pantai yang indah dengan lambaian pohon kelapa dan hutan bakau yang tumbuh lebat, merupakan pengalaman indah tiada tara. Di seberang sebelahnya, pengunjung bisa menyaksikan hamparan perbukitan kapur yang asri hijau ditumbuhi ilalang dan pepohonan lainnya.
Majene merupakan salah satu kota tua di Sulawesi Selatan. Kota tua ini dibangun Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1908. Jejak bangunan masa lampau tersebut antara lain bangunan Rumah Sakit Majene yang kini menjadi digunakan sebagai Museum Mandar saat ini.
Jejak peradaban Mandar dan Kerajaan Banggae juga bisa dilihat dari komplek makam Raja-Raja Banggae. Komplek makam Raja raja ini sangat unik. Jumlah makam yang ada di situs ini sebanyak 251 buah. Makam ini terbuat dari berbagai jenis batuan, yaitu batu cadas, batu karang, dan batu balok dengan berbagai pahatan hiasan, kaligrafi, dan motif manusia ataupun ataupun binatang dan tumbuhan.
Dulunya wilayah ini berdiri kerajaan Banggae yang berpusat di wilayah Salabose.
Kerajaan Banggae pada masa itu juga dikenal sebagai salah satu titik penyebaran agama Islam pada Abad ke 16. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan Mesjid kuno Salabase yang usianya mencapai lebih dari 400 tahun lalu. Peninggalan jejak penyebaran agama islam di sana antara lain Al Quran buah tulisan tangan Syekh Abdul Manan, seorang ulama besar asal Persia yang sempat menyebarkan agama Islam di Sulawesi Barat pada abad ke 16.
Firman Allah SWT dalam QS Ar Ruum ayat 43:
Fa aqim waj-haka liddinil qayyimi ming qabli ay ya’ tiya yaumul laa maradda lahu minallahi yauma ‘iziy yassadda’un.
Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak (kedatangannya): pada hari itu mereka terpisah pisah.
Semoga bermanfaat. ***
mantap