Berita: Adhyatnika GU
NGAMPRAH, (NEWSROOM).- Dinas Pendidikan Kab. Bandung Barat menyambut positif program ‘Sekolah Toleran’ dengan menggelar diskusi yang melibatkan sejumlah sekolah yang diproyeksikan sebagai ‘pilot project’ dan Yayasan Harmoni Indonesia untuk merancang kerangka acuan kegiatan workshop serta membangun kerjasama dengan program Harmoni Indonesia, di Aula Disdik KBB, Kamis (21/3/19).
Tema besar yang diusung dalam diskusi tersebut adalah tentang toleransi, anti kekerasan, dan kebersamaan. Kedepan diharapkan tema-tema itu dapat dijumpai di sekolah-sekolah yang akan dijadikan sekolah toleransi yang memiliki karakteristik khas sesuai dengan kondisi dan lingkungannya.
Dalam presentasinya, Harmoni Indonesia yang diwakili oleh Alto, Jesica dan Rino, memaparkan latar belakang perlunya program ‘Sekolah Toleran’. Diantaranya adalah bahwa terdapat kecenderungan intoleransi dan radikalisme di sekolah-sekolah di Indonesia semakin memprihatinkan belakangan ini. Survey The Wahid Institute pada tahun 2015 kepada 500 pelajar di sejumlah sekolah di Jabodetabek, menyebutkan bahwa dari 306 siswa, 15% diantaranya akan membalas tindakan perusakan rumah ibadah, dan 27% ragu-ragu. Sementara itu, terdapat 3% mereka yang tidak mau menjenguk teman beda agama yang sakit, dan 3% ragu-ragu.
Menyikapi kondisi tersebut, perlu digulirkannya satu program yang dapat membangkitkan kembali nilai-nilai toleransi sehingga dapat meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap intoleransi dan radikalisme. Oleh karena itu, Harmoni Indonesia sebagai satu lembaga yang peduli akan tolerasi, anti kekerasan, dan kebersamaan, menggandeng institusi pendidikan yang bersentuhan langsung dengan para siswa, untuk bekerja sama dalam menggullirkan program ‘Sekolah Toleran’, agar penanaman nilai-nilai tolerasi sejak dini dapat tercapai.
Menindaklanjuti program kerjasama ini, Harmoni Indonesia bersama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat akan melakukan workshop yang akan melibatkan perwakilan dari masing-masing sekolah percontohan yaitu SMPN 1 Ngamprah, SMPN 1 Cililin, SMPN 5 Lembang, dan SMPN 1 Cikalongwetan. Adapun tujuan diselenggarakan Workshop ini diantaranya adalah menyusun program secara bersama-sama (partisipatoris) yang sesuai dengan situasi dan kebutuhan sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat.
Dalaam acara itu dikemukakan pula beberapa hal yang perlu dipersiapakan oleh perwakilan sekolah, diantaranya adalah bahwa masing-masing sekolah diharapkan melakukan diskusi internal untuk menentukan kegiatan yang akan diajukan sebelum workshop dilaksanakan. Kemudian pada saat workshop digelar, masing-masing perwakilan sekolah membawa rencana kegiatan yang akan dilakukan dengan tema besar penguatan toleransi dan anti kekerasan.
Adapun kegiatan tersebut dapat berupa kegiatan yang sedang berlangsung di sekolah maupun kegiatan unggulan yang diusulkan. Selanjutnya, masing-masing sekolah harus sudah memiliki gambaran tentang waktu kegiatan akan dilaksanakan sepanjang tahun 2019, yang sudah disesuaikan dengan kalender akademik sekolah.
Pada sisi lain, Dadang A. Sapardan, Kabid SMP Disdik KBB, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa perlunya pemahaman tentang toleransi yang bermakna sikap memegang pendirian yang berbeda dengan pendirian/pendapat pribadi. Ketika sudah memahami makna tersebut, maka membangun ‘Sekolah Toleran’ adalah suatu keniscayaan.
Masih menurut Dadang, sesungguhnya pendidikan toleransi adalah sesuatu yang harus dipraktikkan dalam proses pembelajaran dan menjadi budaya sekolah. Warga sekolah hendaknya memiliki prinsip saling menghargai perbedaan, dan memaknai keragaman sebagai anugerah Tuhan. Oleh karena itu, pendidikan tolerasi sebagai upaya membangun ‘Sekolah Toleran’ adalah apa yang dikenal sebagai pendidikan kebhinekaan. Pendidikan tersebut harus diintegrasikan kepada semua mata pelajaran.
“Sekolah Toleran, hendaknya berawal dari pemahaman bahwa perbedaan, keragaman di antara kita adalah anugerah Tuhan yang harus disyukuri. Ketika dapat menghargai perbedaan, dan keragaman adalah satu anugerah Tuhan, maka membangun “Sekolah Toleran’ adalah satu keniscayaan. Oleh karena itu pendidikan toleransi bukan hanya sekedar dalam tataran teori, tetapi harus dipraktikan sehingga dapat menjadi budaya di sekolah,” pungkas Dadang.***