Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. (Pembukaan UUD 1945)
Suka Duka Bangsa Merdeka
Kalimat-kalimat pada pembukaan UUD 1945 di atas sering terdengar saat dibacakan pada setiap upacara rutin di sekolah dan instansi-instansi lain di negeri ini. Sebuah pernyataan yang tegas para pendiri bangsa, bahwa segala bentuk penjajahan harus hilang di muka bumi.
Pada tahun ini, usia kemerdekaan Indonesia mencapai 75 tahun. Umur yang sangat matang untuk ukuran sebuah negara yang lepas dari penjajahan. Umumnya, negara-negara yang seusia dengan negeri ini telah mencapai masa keemasan. Sejumlah kemajuan telah dirasakan oleh mereka. bahkan tidak sedikit yang sejajar, dan bahkan melampaui pencapaian penjajahnya dalam bidang ekonomi, sosial dan, budaya, termasuk teknologi.
Perjalanan sejarah Indonesia, seperti halnya bangsa lain, mengalami pasang surut. Suka dan duka sudah dialami. Periode demi periode telah dilalui semuanya. Semuanya berjalan seperti roda berputar. Kadang di atas, kadang di bawah.
Sangat menarik ketika mengulas kembali tentang awal berdirinya negara ini. Mulai dari era kolonial, pergerakan kebangsaan di masa pra-kemerdekaan, revolusi fisik, hingga silih bergantinya orde pemerintahan.
Di masa pra kemerdekaan, dikenalah Boedi Utomo yang mengusung keluhuran pekerti dalam mencapai tujuan pergerakannya. Hal ini merupakan embrio semangat kebangsaan dan menjadi spirit dari para pelopor kemerdekaan Indonesia.
Masa tersebut berada pada saat Politik Etis diterapkan di awal abad 20 oleh pemerintah kolonial Belanda. Kebijakan yang mengakomodasi hak politis warga jajahan. Hal ini juga menjadi wadah penyaluran suara Bumiputera, yang pada akhirnya menggelorakan semangat para pelopor kemerdekaan untuk berdiri di atas kaki sendiri, dan pada puncaknya ingin mewujudkan sebuah negeri yang bebas dari belenggu imperialisme.
Seperti yang telah tercantum dalam pernyataan Pembukaan UUD 1945 di atas, cita-cita untuk menjadi bangsa yang mandiri akhirnya terwujud. Negeri ini telah merdeka. Kemerdekaan yang dicapai dan ditebus dengan tetesan darah, kucuran air mata penderitaan, dan nyawa para pendirinya. Namun mereka dengan jujur menyatakan, Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Sebuah keteladanan yang patut dicontoh oleh semua anak bangsa. Karena betapapun gigihnya perjuangan dalam merebut kemerdekaan, tanpa izin Allah tidak akan pernah terwujud. Sikap inilah yang harus digelorakan oleh semua generasi yang berada pada setiap zaman sebagai wujud rasa syukur atas anugerah kemerdekaan dati Tuhan. Sehingga keberkahan hidup sebagai warga negara terus melimpah dari-Nya.
Momen Kemerdekaan di Masa Pandemi
Sangat menarik pada peringatan kemerdekaan Indonesia di masa pandemi Covid-19 saat ini. Layaknya berada di alam pra-kemerdekaan. Ketika setiap warga negara terkurung di tempat tinggal sendiri. Hampir seluruh sektor kehidupan ‘terpenjara’. Termasuk dunia pendidikan, dimana setiap langkah menjadi terbatas dan terhalang oleh dinding peraturan yang ketat. Sehingga siswa, guru, dan seluruh warga institusi pendidikan meradang.
Menyikapi hal di atas, sesungguhnya pemerintah telah menerapkan solusi alternatif dengan ‘BDR’ untuk kegiatan belajar mengajar, dan ‘WFH’ untuk para guru dan pegawai lainnya. Pembelajaran jarak jauh juga menjadi salah satu strategi menjaga kondusivitas kegiatan edukatif. Kendati hal ini mengundang keresahan sejumlah warga sekolah di daerah-daerah yang sangat minim jangkauan layanan teknologi komunikasi.
Tentu hal di atas pun kembali menggelitik semua saat mengingat pernyataan lanjutan dari pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Adalah wajar ketika banyak suara menuntut komitmen konstitusi tersebut sebagai warga yang berhak mendapatkan keadilan sosial. Keadilan dalam memperoleh kesempatan sejajar dengan anak bangsa lainnya.
Namun, dengan kondisi pandemi saat ini, hendaknya semua elemen bangsa mengambil teladan dari para pendiri bangsa, yang meski terpenjara secara fisik tetapi mampu mengeluarkan potensi ide yang mencerahkan. Oleh karenanya, potensi optimisme tidak boleh pudar, yang hanya akan membuat semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan.
Simpulan
Sikap bijak adalah hal yang sangat diperlukan saat ini. Sekarang adalah momentum untuk mengeluarkan segenap potensi yang dimiliki. Hal ini pun harus menjadi tonggak pembuktian kepedulian semua elemen masyarakat terhadap kondisi yang ‘tidak nyaman’ seperti sekarang ini.
Bagi dunia pendidikan, inilah saatnya guru tampil sebagai teladan, motivator dan generator perbaikan dan perubahan. Hal ini menjadi satu keniscayaan, mengingat vitalnya peran guru sebagai agen perubahan yang akan menghasilkan generasi unggul bangsa.
Sesungguhnya spirit para pendiri bangsa ini harus diaktualisasikan dalam kehidupan sekarang. Cita-cita kemerdekaan yang digaungkan dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran haruslah menjadi karya nyata dalam setiap langkah pendidik. Sehingga tidak hanya bermanfaat bagi diri, namun akan dirasakan maslahatnya oleh sebanyak-banyaknya anak bangsa.
Tentu semuanya banyak tantangan. Seperti halnya perjuangan yang tidak selalu bertabur harumnya bunga. Juga tidak seperti indahnya jatuhan butir embun di dedaunan. Selalu saja menjumpai hambatan dan hadangan dari segala arah. Namun seperti kata pepatah bahwa hidup adalah perjuangan, dan perjuangan selalu menuntut pengorbanan. Setiap pengorbanan akan berbuah dua hal, yakni kemenangan atau kegagalan. Dan bagi pejuang, kegagalan adalah kemenangan dalam bentuk lain, yakni tumbuhnya kekuatan besar dalam diri yaitu sikap tangguh dalam menghadapi berbagai ujian.
Selanjutnya, bentuk nyata perjuangan dalam masa pandemi saat ini adalah dengan tetap menanamkan sikap optimis dalam diri. Seperti halnya para pejuang yang optimis pengorbanannya akan berbuah hasil. Mungkin tidak dalam waktu dekat, tetapi setidaknya setiap langkah akan dicatat sebagai amal kebajikan.
Akhirnya, di hari ulang tahun kemerdekan ini, sudah saatnya digelorakan kembali semangat perjuangan para pahlawan. yang selalu tangguh dalam menghadapi berbagai ujian dengan senantiasa optimis, terus berjuang, dan berkorban dalam mengangkat harkat martabat bangsa demi menggapai cita-cita Indonesia merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.***
Profil Penulis:
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Alumnus MQ ‘Nyantren di Madinah dan Makkah’ 2016, Pengasuh Majelis Taklim dan Dakwah Qolbun Salim Cimahi, Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan.
Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun.