Oleh: Adhyatnika GU
Ketika seseorang dikatakan seperti ‘bunglon’, tentu akan muncul stigma, pemikiran yang negatif. Pandangan negatif itu sudah melekat selama ini. Dipenjara dengan persepsi kosa kata tersebut seharusnya tidak membuat diri seseorang menjadi terhinakan, tetapi sudah seharusnya menjadi pemecut semangat merubah pandangan yang tidak selamanya benar. Menjadi ‘bunglon’ tentu saja bukan dalam arti yang sebenarnya, namun hanya sebuah istilah atau peribahasa yang menggambarkan karakter atau watak seseorang yang tidak konsisten, tidak teguh dalam pendirian, dan bahkan sering dikaitkan dengan tokoh antagonis pewayangan dalam purwacarita, ‘Sengkuni’.
Bunglon adalah sebutan khusus untuk beraneka jenis kadal/bengkarung yang memiliki kemampuan mengubah warna kulitnya. Keistimewaan bunglon adalah dapat mengubah-ubah warna kulit luarnya, bahkan mengkombinasikan warna dasar yang dimiliknya. Mekanisme perubahan warna tersebut disebabkan karena zat nanokristal di permukaan kulitnya yang dapat memantulkan cahaya. Warna dari cahaya yang terpantul ini ditentukan oleh ruang dinamis antar-nanokristal tersebut. Hal ini pun juga mempengaruhi pigmen warna asli kulit bunglon yang terlihat oleh mata makhluk lainnya.
Tidak selamanya menjadi bunglon berkonotasi negatif. Kemampuan beradaptasi manusia seperti halnya bunglon yang mampu mengubah-ubah warna kulitnya untuk menyamarkan diri dengan mengubah warna kulitnya menyerupai warna tempat ia berdiri atau benda di dekatnya, sangat diperlukan. Berada di tempat yang baru tentu menuntut adaptasi yang cepat. Bagaimana seseorang dapat menyesuaikan dengan lingkungan baru, tatanan kehidupan yang baru, diperlukan kemampuan penyesuaikan diri yang baik, dan bahkan cepat tanggap dalam menyikapinya.
‘Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’ adalah dialektika yang sangat mungkin dapat dimaknai dapat bersinggungan dengan peribahasa di atas. Reaksi atas perubahan sistem yang terjadi dalam sebuah kebijakan misalnya, terkadang membutuhkan suatu respon yang bijak dalam menyikapinya.
Dalam kontek dunia pendidikan, menjadi seorang pendidik yang terkadang berbenturan dengan kebijakan atasan harus disikapinya dengan penuh bijak dengan menanamkan prinsip bahwa kepentingan anak didik dan institusi, jauh lebih utama daripada kepentingan diri dan egonya. Kualitas kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian seorang guru setiap waktu harus ditingkatkan. Kemampuan-kemampuan tersebut menjadi bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari seorang guru. Tidak dapat diabaikan adalah kemampuan beradaptasi dalam mengimplementasikan segala regulasi yang ada. Kemampuan itulah yang akan memberikan pembantahan nyata atas tidak selalu benarnya bahwa menjadi bunglon adalah hal yang selamanya bermakna negatif.
Pembelajaran berharga lainnya dari bunglon adalah bahwa penunjukkan ekspresi perubahan warna juga digunakan bunglon jantan ketika ada bunglon lain di wilayah kekuasaannya, atau untuk memikat bunglon betina ketika musim kawin. Pada kasus pertikaian dua bunglon jantan, kombinasi warna cerah adalah tanda bahwa bunglon tersebut memiliki kekuasaan di tempat itu, sedangkan kombinasi warna kusam adalah tanda bahwa buglon menyerah. Dalam hal ini manusia dituntut untuk selalu survive dalam perjuangannya mempertahankan hidup. Kebahagiaan akan terpancar manakala berhasil, sebaliknya penderitaan akan terasakan manakala tidak berhasil dalam perjuangannya.
Akhirnya, makna positif sifat bunglon yang harus dipedomani yaitu, ketika seseorang memiliki sifat flexible, lentur dalam bergaul, tidak kaku dan terpenjara dengan zona nyamannya, selalu dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat, menyerap dan mengimplemtasikan berbagai regulasi, dan cepat beradaptasi dengan berbagai sistem yang ada. Tentu dengan menjunjung tinggi etika dan estetika yang berlaku.*
Biodata Penulis:
Adhyatnika Geusan Ulun, dilahirkan pada tanggal 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi.
Pekerjaan: Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak tahun 1999. Pengurus MGMP B. Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Anggota dan Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan. Adhyatnika.gu@gmail.com., Ig.@adhyatnika geusan ulun
Ijin share ya Kang Guru 🙏😂🇮🇩💪