Adhyatnika Geusan Ulun
(SMPN 1 Cipongkor)
Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini meyatakan kemerdekaannya.
Penggalan kalimat Pembukaan UUD 1945 di aline ke tiga di atas sering terdengar saat dibacakan di setiap upacara rutin di sekolah-sekolah. Sebuah pernyataan yang tegas para pendiri bangsa ini bahwa segala bentuk penjajahan tidak boleh hidup di muka bumi ini. lebih mengangumkan lagi, para pendiri bangsa ini menegaskan bahwa kemerdekaan ini tercapai atas campur tangan Tuhan yang senantiasa memberikan anugerah atas kesabaran, perjuangan, dan tekad yang kuat meraih kemerdekaannya.
Pernyataan di atas, kembali menggugah bangsa ini agar selalu teringat betapa perjuangan para pahlawan dalam merebut dan mempertahan kemerdekaan tidak selalu bertabur bunga dan berhamparkan karpet merah, namun senantiasa penuh dengan pengorbanan yang tidak dapat dihitung, mulai dari banjir darah hingga meregangnya nyawa para syuhada. Begitulah yang dibaca di setiap buku sejarah perjuangan bangsa.
Saat ini, di bulan Nopember, kita kembali diajak untuk merenung tentang sepak terjang para pahlawan yang dengan segenap jiwa dan raga mempertahankan kemerdekaan yang ingin dirampas kembali oleh bangsa penjajah. Tentu sejarah ini terus berulang di setiap tahun, dan selalu menjadi pembicaraan biasa yang terkadang dianggap sebagai sebuah cerita mengagumkan yang ‘hanya’ dirasakan ketika menonton tayangan di cinema atau buku epik, namun terkadang kita sering lupa dengan makna pahlawan yang di dalamnya.
Seperti diketahui, Hari Pahlawan dicanangkan pemerintah 14 tahun setelah peristiwa itu terjadi. Dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur, yang di dalamnya memuat pernyataan untuk mengenang peristiwa kepahlawannan yang terjadi di Surabaya pada 10 Nopember 1945. Dari sini terlihat diperlukan sejumlah kajian komprehensip untuk menentukan bahwa momen tersebut dipandang pantas dijadikan hari bersejarah.
Tentu bagi generasi sekarang bukan hanya hari bersejarah tersebut yang patut dikenang, namun semangat kepahlawanannya lah yang harus dikaji dan diteruskan hingga saat ini. Semangat kepahlawanan yang digelorakan ‘Arek-arek Suraboyo’ seyogyanya menjadi spirit yang harus terpatri di dada setiap anak bangsa. Dengan potensi nasionalisme, idealisme, dan patriotisme yang dibangun dari peristiwa 10 Nopember diyakini akan menjadi kekuatan luar biasa dalam membangun negeri tercinta ini.
Adalah sangat menarik ketika pada tahun ini tema yang diangkat adalah Pahlawanku Inspirasiku. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi saat ini yang membutuhkan sosok inspiratif untuk mengangkat kembali potensi nasionalisme, idealisme dan patriotisme anak bangsa. Tentu diperlukan proses yang panjang untuk mewujudkan sosok inspiratif tersebut. Namun, momentum Hari Pahlawan dirasakan tepat untuk memulainya. Terdengar sangat klise dan seakan berada ditataran konsep saja, namun penulis yakin suatu saat nanti akan muncul kembali sosok inspiratif sperti Bung Tomo yang mampu membakar semangat rakyat Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan hingga tetes darah penghabisan.
Tentu tugas di zaman sekarang sangat berbeda dengan peristiwa 10 Nopember 1945, 76 tahun silam. Namun, nasionalisme, idealisme, dan patriotisme tetaplah menjadi potensi generasi muda yang tidak akan pernah bisa dilepaskan. Semuanya sudah terintegrasi dalam setiap langkah dan perilakunya. Terlebih jika dikaitkan dengan Profil Pelajar Pancasila yang diusung oleh pemerintah saat ini. Di dalamnya memuat ciri-ciri utama seperti beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berkebhinekaan global, gotong royong, mandiri, kritis dan kreatif, yang apabila diwujudkan akan menjadi potensi luar biasa dalam mewujudkan generasi unggul dan berkarakter yang diidam-idamkan semua pihak.
Pahlawanku Inspirasiku memang sebuah tema klasik yang terdengar ‘biasa saja’. Namun, apabila diwujudkan akan menjadi sumber ide dan gagasan untuk menjadikan diri sebagai pribadi yang tangguh dalam memegang prinsip keadilan, berjiwa ksatria yang siap membela kebenaran, dan selalu mengusung tekad untuk berdiri di atas kaki sendiri, merdeka dalm menyampaikan ide dan gagasan, dan senantiasa siap menghadapi segala tantangan dan hambatan, serta senantiasa menjadi agen perubahan yang selalu kreatif, inovatif, dan menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
Akhirnya, tema di atas seharusnya menjadi pemantik lahirnya jiwa pemimpin-pemimpin yang patriotik yang siap mengorbankan kepentingan pribadi untuk kemajuan bangsa, dan sosok pemimpin yang bukan pintar berkata, namun pandai dalam aksi nyata untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa tercinta ini.***
Dari berbagai sumber.
Profil Penulis
Adhyatnika Geusan Ulun, lahir 6 Agustus 1971 di Bandung. Tinggal di Kota Cimahi. Guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Cipongkor Bandung Barat sejak 1999. Pengurus MGMP Bahasa Inggris Kab. Bandung Barat. Alumnus West Java Teacher Program di Adelaide South Australia, 2013. Alumnus MQ ‘Nyantren di Madinah dan Makkah’ 2016, Pengasuh Majelis Taklim dan Dakwah Qolbun Salim Cimahi, Penulis buku anak, remaja dan dakwah. Editor NEWSROOM, tim peliput berita Dinas Pendidikan Bandung Barat. Jurnalis GUNEMAN Majalah Pendidikan Prov. Jawa Barat. Pengisi acara KULTUM Studio East Radio 88.1 FM Bandung. Redaktur Buletin Dakwah Qolbun Salim Cimahi. Kontributor berbagai Media Masa Dakwah. Sering menjadi juri di even-even keagamaan.
Adhyatnika.gu@gmail.com.,Channel Youtube: Adhyatnika Geusan Ulun, Ig.@adhyatnika geusan ulun.