Pembelajaran Jarak Jauh memunculkan peran penting, bahwa ada ratusan bahkan ribuan orang tua yang merasa tenang saat menitipkan anaknya di sebuah lembaga pendidikan. Dan guru memberikan andil yang luar biasa, karena bukan hanya mampu mengelola pembelajaran bagi siswa dari aspek pengetahuan dan psikomotor namun yang lebih penting adalah aspek sikap.
Pembelajaran jarak Jauh
Di masa Covid-19 saat ini, kesehatan dan keselamatan semua fihak menjadi prioritas utama. Sehingga sejak merebak kasus virus tersebut pada Maret lalu, proses belajar mengajar secara tatap muka dihentikan. Guru melaksanakan tugasnya dari rumah, Work From Home (WFH) menjadi hal baru yang dilakukan. Begitupun dengan siswa. Mereka diarahkan untuk Belajar Dari Rumah (BDR).
Situasi di atas menuntut kedewasaan semua pihak. Optimisme dari semua pihak harus hadir. Sehingga dengan kekuatan tersebut akan menimbulkan semangat dan rasa percaya diri yang tinggi untuk keluar dari permasalah ini. Sementara sikap pasrah terhadap keadaan bukanlah jawaban yang baik.
Oleh karena itu, pemerintah mengambil sebuah kebijakan dengan mendorong dunia pendidikan melaksakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Dengan program ini, diharapkan kegiatan pelayanan pendidikan tetap berlangsung, dan proses pembelajaran tetap kondusif.
Pro-Kontra Pembelajaran Jarak Jauh
Seperti diketahui, PJJ menjadi solusi terbaik saat ini. Hal ini sesuai dengan protokol kesehatan yang diterapkan pemerintah. Namun, PJJ, baik daring maupun luring, tetap menghadirkan sejumlah permasalahan. Sehingga guru harus berinovasi menerapkan strategi terbaik dalam proses pembelajaran, begitupun dengan siswa. Mereka harus mampu menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa berinteraksi dengan teman, atau guru seperti biasanaya.
Sesungguhnya, pelaksanaan PJJ memerlukan kerja sama semua pihak. Keterlibatan orang tua sangat diperlukan dalam menyukseskan program tersebut. Sehingga bimbingan intensif dari guru yang sebelumnya dapat membuat hubungan dengan siswa terjalin, dapat ditambah dengan kehadiran orang tua.
Simpulan
Sesungguhnya tidak semua sekolah memiliki sarana dan prasarana untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh secara daring. Demikian juga dengan kemampuan dan skill yang dimiliki, tidak sedikit guru yang belum siap melaksanakan program ini.
Begitupun dengan kesiapan siswa dan orangtua. Kendala tentang kondisi ekonomi keluarga, dan letak geografis merupakan kenyataan yang tidak bileh diabaikan.
Pembelajaran Jarak Jauh adalah sebuah keterpaksaan. Terpaksa karena bukan lahir atas dasar pertimbangan matang yang harus dilaksanakan di masa normal, namun lahir karena situasi darurat.
Diperlukan sikap bijak dalam menghadapi situasi tersebut. Sehingga ‘keterpaksaan’ ini akan memicu keinginan untuk meningkatkan kemampuan, baik guru maupun siswa. Hal ini pun akan melahirkan kemandirian, sekaligus akan menjadi satu jalan bagi mereka untuk manfaatkan teknologi informasi secara maksimal. Bukan lagi uji coba namun langsung praktik nyata.
PJJ memunculkan peran penting bahwa ada ratusan bahkan ribuan orang tua yang merasa tenang saat menitipkan anaknya di sebuah lembaga pendidikan. Dan guru memberikan andil yang luar biasa, karena bukan hanya mampu mengelola pembelajaran bagi siswa dari aspek pengetahuan dan psikomotor namun yang lebih penting adalah aspek sikap.
Akhirnya, tugas sebagai pendidik begitu lekat dalam diri seorang guru, yang bukan hanya mampu mengawal proses pembelajaran puluhan siswa dengan back ground keluarga yang berbeda selama delapan jam sehari dalam satu kelas, namun mampu menghantarkan mereka dalam menyelesaikan studinya.
Sesungguhnya, peran di atas tak bisa digantikan oleh orang tua. Sekalipun mereka lebih mengenal sikap dan karakter anaknya. Karena nyatanya berbagai keluhan muncul dari orang tua terkait PJJ ini. Karena mengarahkan anaknya untuk bisa fokus belajar di rumah dirasakan susah, sehingga mereka harus meluangkan waktu khusus untuk mengawal langsung proses belajar anaknya.
Oleh karena itu, kebanggaan sebagai guru pun hadir, tatkala perannya tak bisa tergantikan oleh yang lain, bahkan oleh teknologi sekalipun. Kebanggaan yang hadir di saat masih ada sebagian masyarakat yang mempertanyakan peran guru di masa pandemi. Peran yang menurut sebagian masyarakat tidak terlihat namun dalam kenyataannya tetap bekerja meski dalam bentuk yang berbeda dari biasanya***
Penulis : Elis Lisnawati
- Guru IPS SMPN 1 Cililin
- Staft kurikulum SMPN 1 Cililin,
- Sekretaris MGMP IPS SR 04 KBB
- Sekretaris FKG-IPS KBB
- Penulis empat buah buku tunggal (Impian Yang Bertepi, Indahnya Terpasung, Semburat Rasa dan Saat Duka Menyapa)
Mantap! Keterpaksaaan melahirkan kemandirian, dan keberagaman kreativitas. Semoga!