Oleh: Dra. Nani Sulyani, M. Ds.
(Kepala SMPN 3 Saguling)
Tiga hari lalu, pandangan mata saya tertancap di status whatsap (SW) seorang guru. Status tersebut menampilkan kolase foto tugas yang dikirim para siswanya (kelas tujuh) sebagai tugas tak terstruktur dalam mempelajari materi pengamatan biotik dan abiotik pada mata pelajaran IPA. Dalam foto itu terekam sebuah baskom/ember berisi air dan beberapa ekor anak ikan (lele/nila/dsb). Dalam baskom itu turut disimpan beberapa pot (dari gelas air mineral) sebagai media untuk menyemaikan tumbuhan (kangkung/seledri/bawang daun/bunga-bungaan, dsb).
Bagi orang dewasa, tugas ini tampak sederhana. Sesederhana materialnya yang cenderung tidak merepotkan karena bahan-bahannya mudah didapat di lingkungan sekitar. Begitu pula dengan istruksi penugasannya. Guru tersebut hanya meminta siswa untuk menerapkan langkah-langkah saintifik 5 M (Mengamati, Menanya, Menalar, Mencoba dan Membentuk Jejaring). Lalu sang guru memantau perkembangannya.
Seketika, imajinasi saya melayang saat masih di Sekolah Dasar. Waktu itu, kami ditugasi mengamati biji kacang hijau yang disimpan di atas gumpalan kapas basah. Tugasi ini pun sederhana, namun ketika biji kacang hijau itu merekah lalu berubah menjadi kecambah, saya merasakan sensasi ajaib yang menjalar ke seluruh tubuh (exiting, menurut istilah anak-anak mah).
Penugasan yang menggunakan langkah 5M ini sarat dengan pendidikan karakter sesuai yang termaktub dalam program pemerintah dalam membangun karakter Profil Pelajar Pancasila. Di antaranya menumbuhkan karakter kesabaran, kesungguhan, ketelitian, pantang menyerah, kejujuran, kerja keras, kreatif, tanggung jawab dan yang utama adalah sikap menghargai pentingnya sebuah proses. Di balik itu semua, pada intinya, penugasan ini berpeluang membentuk karakter seorang periset.
Untuk mewujudkan karakter Pelajar Pancasila, maka insersi pendidikan karakter juga memosisi di mata pelajaran lain. Contohnya, pada layanan Bimbingan Karier, saya melihat beberapa karakter tersebut beririsan dengan karakter jiwa kewirausahaan (enterprenership). Menurut Timmons (dalam Didi Sukyadi, dkk; 2007) beberapa karakter yang harus dimiliki oleh wirausahawan adalah: (1) komitmen dan tekad; (2) bermotivasi tinggi; (3) kreatif, mandiri dan mampu beradaptasi; (4) kepemimpinan;(5) pencarian peluang;serta (5) toleran terhadap resiko dan ketidakpastian.
Dalam Layanan Bimbingan Karier, penguatan karakter enterprenership ini akan dipertajam lewat berbagai ilustrasi fenomena kecenderungan masyarakat dewasa ini. Sebagaimana dilansir oleh berbagai media, bahwa bagi sebagian masyarakat, masa pandemi telah membangkitkan kembali hobi (kegiatan) berkebun. Terbukti toko-toko yang menjual bibit bunga/buah dan alat berkebun (baik toko offline maupun online) ramai dipenuhi pembeli. Sebagaian pembeli ada yang menjalani kegiatan berkebunnya semata-mata hanya untuk pengisi waktu selama work from home (wfh), sebagian lagi untuk memenuhi kebutuhan/konsumsi pribadi, namun pada kenyataannya ada juga yang serius berkarier untuk menjadi produsen.
Karier apapun yang akan dipilih oleh para siswa di masa yang akan datang, pengalaman belajar yang diperolehnya di bangku sekolah akan mempengaruhi cara pandangnya. Disadari atau tidak, karakter positif tersebut akan melebur mempribadi. Oleh sebab itu, teruslah mendidik dan memberi tugas secara bermakna.
By the way, adakah guru yang selama masa pandemi menugaskan siswanya memelihara hewan peliharaan, misalnya unggas?
Sumber bacaan:
Didi Sukyadi, dkk; Kewirausahaan untuk Pemelajar Bahasa dan Seni; Basen Press;Bandung 2017