Dadang A. Sapardan
(Kabid Pend. SMP Disdik Kab. Bandung Barat)
Sekolah merupakan sebuah masyarakat kecil (mini society) yang menjadi ekosistem potensial dalam memfasilitasi potensi seluruh siswa sehingga kepemilikan potensi mereka dapat dikembangkan seoptimal mungkin. Melalui kebijakan program yang diterapkan sekolah, seluruh unsur ekosistem yang eksis di dalamnya, memberi dukungan optimal atas keberlangsungan pemberian ruang dan waktu kepada seluruh siswa guna melakukan berbagai eksperimen kehidupan bermasyarakat dalam komunitas terbatas. Dengan kata lain, sekolah merupakan laboratorium mini kehidupan sebelum seorang siswa dapat dilepas untuk dapat survive dalam dinamika kehidupan masyarakat yang nyata. Dalam konteks ini, siswa merupakan core dari seluruh kebijakan program yang diterapkan oleh setiap sekolah. Karena itu, sekolah harus memberi bekal yang komprehensif kepada seluruh siswanya dengan mengacu pada kurikulum serta berbagai gagasan program inovatif dan kreatif.
Dalam konteks ekosistem kecil ini terjadi keberlangsungan komunikasi dan sosialisasi di antara seluruh unsur ekosistem, seperti layaknya pergaulan yang terjadi dalam masyarakat luas dan nyata. Ekosistem ini memberi ruang kepada seluruh siswa untuk bereksperimentasi dalam menghadapi fenomena kehidupan. Dengan demikian, antarunsur ekosistem yang menjadi bagian dari sekolah, sudah sepatutnya saling mendukung dan menguatkan guna bertumbuh dan berkembangnya potensi seluruh siswa agar menjadi individu yang matang sehingga dapat memaknai kehidupan masa depannya.
Namun, fenomena keberlangsungan komunikasi dan sosialisasi dalam komunitas sekolah tersebut saat ini terkendala dengan merebaknya pandemi Covid-19. Pola komunikasi secara langsung dari seluruh komunitas sekolah yang ditandai dengan pelaksanaan pembelajaran–intrakurikuler, ekstrakurikuler, kokurikuler, bahkan nonkurikuler—harus terhenti dengan sendirinya karena adanya pandemi Covid-19. Untuk menjauhkan diri dari kejumudan pelaksanaan pembelajaran, komunikasi yang dibangun oleh seluruh warga sekolah harus dilakukan dengan pola pembelajaran jarak jauh. Langkah ini dilakukan dalam upaya menjaga kesehatan dan keselamatan seluruh warga sekolah.
Sampai sejauh ini, perkembangan pandemi Covid-19 masih terus berlangsung dan belum dapat diperkirakan hingga kapan akan berakhirnya. Kemendikbud sebagai pemegang otoritas kebijakan pendidikan, melarang sebagian besar sekolah untuk melakukan aktivitas pembelajaran tatap muka langsung. Sekolah harus merumahkan seluruh siswa dan guru, sehingga aktivitas yang dilakukan mereka tidaklah seperti terjadi dalam suasana kehidupan normal. Aktivitas pembelajaran wajib dilaksanakan dengan pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan moda dalam jaringan (daring) dan/atau luar jaringan (luring).
Pelaksanaan PJJ tidak ayal melahirkan berbagai permasalahan, di antaranya keluhan yang dilontarkan oleh para siswa dan orang tua siswa. Keluhan yang disampaikan lebih mengarah pada kesulitan mereka dalam mengikuti dinamika PJJ yang diterapkan. Puncak dari keluhan tersebut, mereka mendesak sekolah dan pemerintah agar segera membuka kran pelaksanaan pembelajaran tatap muka langsung.
Melalui regulasi yang dikeluarkannya, Pemerintah meresponsnya dengan memberi kesempatan pada sekolah untuk melaksanakan pembelajaran langsung. Namun, ruang yang diberikan tidak sebebas dalam kondisi normal. Pelaksanaan pembelajaran dengan pola tatap muka langsung dapat dilakukan dengan berbagai pembatasan yang berkenaan dengan protokol pencegahan pandemi Covid-19 dan protokol pelaksanaan pembelajaran. Bahkan, kebijakan tersebut hanya dapat diterapkan untuk sekolah yang berada pada zona hijau dan kuning semata, sedangkan untuk sekolah yang berada pada zona oranye dan merah tetap saja harus melaksanakan PJJ. Itu pun harus dilakukan dengan berbagai pembatasan seperti yang tersurat secara terperinci pada Keputusan Bersama 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Corona Virus Desease 2019 (Covid-19).
Menyikapi pelaksanaan PJJ yang masih mewarnai pelaksanaan pembelajaran pada sebagian besar sekolah, salah satu langkah yang harus dilakukan adalah pemberian pemahaman kepada setiap orang tua siswa dalam melaksanakan bimbingan dan pendampingan pada setiap anaknya. Hal itu harus ditekankan karena selama ini para orang tua siswa ternina-bobokan dengan situasi pemberian kewenangan kepada sekolah untuk melaksanakan bimbingan dan pendampingan belajar.
Penguatan Peran Orang Tua Siswa?
Dalam kondisi seperti yang terjadi saat ini, pemahaman akan pola pelaksanaan bimbingan dan pendampingan belajar harus dimiliki oleh setiap orang tua siswa. Hal itu perlu dilakukan karena intensitas komunikasi orang tua dengan siswa dalam proses pembalajaran dengan pola PJJ memiliki tingkat kekerapan yang tinggi. Dalam pola pembelajaran ini, orang tua menjadi sosok yang harus melakukan bimbingan dan pendampingan saat anak-anak mereka melaksanakan PJJ dengan gurunya masing-masing. Melalui pola PJJ, pelaksanaan bimbingan belajar yang menjadi bagian dari tugas guru tidak dapat dilaksanakan dengan efektif, sehingga perannya harus dialihkan kepada orang tua siswa. Padahal, mengacu pada regulasi yang berlaku, guru adalah sosok yang memiliki tugas dan fungsi untuk dapat merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Untuk memperkuat peran orang tua dalam pelaksanaan PJJ, yang harus dilakukan sekolah adalah mencari strategi tepat, guna memberi pemahaman komprehensif tentang pelaksanaan pembimbingan dan pendampingan terhadap siswa. Untuk mencapai hal tersebut, komunikasi aktif antara sekolah dengan orang tua siswa harus terus dibangun. Dengan demikian, tidak akan ada sekat di antara orang tua siswa dengan sekolah yang dapat mengganggu kelancaran komunikasi.
Sekolah harus membangun sinergitas dengan orang tua siswa dalam pelaksanaan pembelajaran saat ini, terutama terkait dengan pelaksanaan bimbingan dan pendampingan belajar. Untuk melahirkan sinergitas tersebut, inisiatif harus dimulai dari sekolah sebagai pemegang kebijakan. Dengan terbangunnya sinergitas tersebut program yang diterapkan kepada siswa diharapkan dapat dipahami pula oleh setiap orang tua siswa yang selanjutnya dapat mendorong ketercapaian program pada tujuan yang dipancangkan.
Guna merealisasikan terbangunnya sinergitas antara sekolah dan orang tua dalam pelaksanaan PJJ, sekolah harus mengambil kebijakan untuk mengajak dan memberi pencerahan kepada mereka tentang pola bimbingan dan pendampingan belajar. Dengan pemahaman yang baik dari orang tua, keluhan seperti yang terlontar saat ini dapat diredam sedemikian rupa. Bahkan bukan itu saja, dengan pemahaman yang baik ini pula, dimungkinkan akan dapat mengurangi tingkat kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya saat melaksanakan pembelajaran.
Dalam upaya mendukung keberlangsungan PJJ, sedikitnya terdapat tiga upaya yang harus dilakukan oleh setiap orang tua siswa. Pertama, memastikan setiap anaknya melaksanakan pembelajaran dengan aman. Kedua, secara terus-menerus memberi semangat pada anaknya agar mengikuti seluruh sesi pembelajaran yang dilaksanakan. Ketiga, melakukan komunikasi intensif dengan guru atau sekolah.
Setiap orang tua siswa harus membantu seoptimal mungkin kepada anaknya sehingga mereka dapat melaksanakan PJJ dengan aman dan nyaman. Terciptanya suasana ini perlu dilakukan agar mereka tidak didera dengan ketakutan akan kesehatan dan keselamatan. Dengan demikian, pikiran anak akan terpusat pada materi pembelajaran serta mereka akan diliputi perasaan tenang.
Pemberian semangat secara terus-menerus perlu dilakukan oleh orang tua karena tidak menutup kemungkinan timbulnya rasa bosan pada diri anak. Lahirnya perasaan bosan pada diri anak dimungkinkan terjadi karena suasana pembelajaran yang dilakukan tidak seperti layaknya yang terjadi beberapa waktu ke belakang. Dalam kondisi seperti ini merekan harus dapat melakukan pembelajaran secara mandiri, tanpa banyak kesempatan untuk berdiskusi dengan teman-temannya. Karena itu, orang tua harus memosisikan diri menjadi sosok pemberi stimulan akan lahirnya semangat belajar dari setiap anaknya.
Intensitas komunikasi orang tua dengan guru atau sekolah perlu dilakukan. Berbagai fenomena permasalahan atau gagasan dapat tersampaikan pada pihak sekolah, sehingga bisa dijadikan dasar perbakian pelaksanaan pembelajaran oleh pihak sekolah. Demikian pula dengan permasalahan yang dihadapi orang tua dalam melaksanakan bimbingan dan pendampingan PJJ, sudah sepatutnya didiskusikan dengan pihak sekolah untuk dicarikan jalan keluarnya.
Dengan terbangunnya pemahaman tersebut pelaksanaan PJJ dimungkinkan akan dapat berjalan dengan baik. Dalam kondisi demikian, orang tua siswa terposisikan sebagai kepanjangan tangan sekolah dalam melaksanakan bimbingan dan pendampingan belajar, sedangkan tanggung jawab penyampaian materi dan langkah-langkah pembelajaran, tetap menjadi tanggung jawab guru yang disampaikan dari jarak jauh, baik melalui moda daring, luring, atau kombinasi.
Simpulan
Pelaksanaan PJJ yang dilaksanakan oleh sebagian besar sekolah ternyata melahirkan berbagai permasalahan yang harus dicarikan pemecahannya. Permasalahan dimungkinkan terjadi karena sebelumnya tidak ada penyiapan untuk menghadapi fenomena pembelajaran di tengah pandemi Covid-19. Beberapa permasalahan yang berupa keluhan tersebut bermuara pada kesulitan siswa dan orang tuanya untuk mengikuti dinamika PJJ yang diterapkan sekolah. Puncak dari lahirnya keluhan tersebut, mereka mendesak sekolah dan pemerintah agar segera membuka kran pelaksanaan pembelajaran tatap muka langsung.
Namun, karena situasi belum memungkinkan, sebagian besar sekolah masih tetap diharuskan melaksanakan PJJ. Untuk menyikapi berbagai keluhan tersebut langkah yang dapat dilakukan sekolah adalah memperkerap intensitas komunikasi dengan setiap orang tua siswa, sehingga akan terbangun pemahaman komprehensif tentang bimbingan dan pendampingan orang tua siswa dalam pelaksanaan PJJ.
Dalam upaya mendukung keberlangsungan PJJ, sedikitnya terdapat tiga upaya yang harus dilakukan oleh setiap orang tua siswa. Pertama, memastikan setiap anaknya melaksanakan pembelajaran dengan aman. Kedua, secara terus-menerus memberi semangat pada anaknya agar mengikuti seluruh sesi pembelajaran yang dilaksanakan. Ketiga, melakukan komunikasi intensif dengan guru atau sekolah.
Dengan pemahaman atas ketiga upaya tersebut, pelaksanaan PJJ dimungkinkan akan dapat berlangsung dengan baik.****Disdikkbb-DasARSS.
Terima kasih pencerahan nya
Bukan satu yang mustahil barangkali dengan adanya pandemi covid 19 menjadi momok bagi seluruh unsur kegiatan masyarakat, begitupun dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sekolah berusaha semaksimal mungkin memberikan motivasi kepada orang tua peserta didik untuk melakukan pendampingan terhadap putra putrinya belajar di rumah. Pada awalnya memang banyak keluh kesah dari orang tua sehubungan dengan pembelajaran di rumah, para orang tua bergelut dengan kegiatan kesehariannya dan harus pula memberikan pendampingan dalan pembelajaran. Namun dengan adanya komunikasi secara kontinu antara guru dan orang tua melalui komunikasi di WA hal ini dapat teratasi, dengan memberikan solusi, motivasi agar pelaksanaan pembelajaran di rumah tetap berlangsung sesuai dengan tujuan yang optimal.
Keterpaksaan dari keadaan menuntut kita untuk tetap semangat dalam melaksanakan seluruh kegiatan, mudah-mudahan covid 19 cepat berlalu.
Orang tua membantu jika tidak sibuk tetapi kalau ia sibuk kami tidak mengerti tentang soal soal yg belum diajar kan
Mantap! Orang tua dalam PJJ, pastikan anak aman, selalu diberi semangat, komunikasi secara intens dengan guru atau sekolah.