Wika Karina Damayanti, S.Pd., S.H., M.Pd.
(Analis Kebijakan Ahli Muda Dinas Pendidikan Kab. Bandung Barat)
Kemajuan suatu bangsa dapat terukur dari keberhasilan pendidikan di negara tersebut. Pendidikan berkualitas akan mencetak sumber daya manusia yang kompeten. Melalui pendidikan, seluruh masalah sosial yang menjadi sumber kehancuran dapat teratasi, seperti kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, hingga KKN. Pendidikan yang baik akan berperan sangat besar terhadap keberhasilan suatu bangsa.
Jepang adalah bukti nyata besarnya kekuatan pendidikan dalam kesuksesan pembangunan negara. Kehancuran Jepang berawal dari penjatuhan bom atom di dua kota besar, yaitu Hirosima dan Nagasaki yang diprakasai oleh Amerika Serikat. Hal pertama yang ditanyakan oleh Kaisar yang berkuasa saat itu adalah “Berapa jumlah guru yang masih hidup?”. Pada saat itu Kaisar Hirohito beranggapan bahwa kejatuhan Jepang disebabkan karena mereka tidak belajar. Kaisar menyatakan bahwa rakyat Jepang harus bertumpu pada guru bukan tentara. Perlahan Jepang mampu bangkit dari keterpurukannya dan menjadi negara maju berkat ilmu dan pendidikan yang baik.
Pendidikan merupakan investasi dalam kehidupan. Melalui pendidikan yang baik akan melahirkan pribadi yang unggul dan berkualitas. Tujuan pendidikan tertuang dalam UUD 1945 alinea ke- 4 yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”, dalam kalimat tersebut tersimpan semangat mendidik serta pemerataan akses pendidikan untuk seluruh rakyat Indonesia demi mencetak bangsa yang cerdas.
Guna menunjang ketercapaian tujuan tersebut Pemerintah menyusun kebijakan pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang tersebut mengatur tentang definisi, tujuan, prinsip, jalur, jenjang, standar nasional, peran serta masyarakat dalam pendidikan, evaluasi, akreditasi, serta pengawasan pendidikan. Terdapat tiga jalur dalam dunia pendidikan yang saling berkaitan dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun, yaitu : pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.
Coombs dalam Kamil (2009) memberikan tiga definisi terkait dengan jalur pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a. Pendidikan formal merupakan suatu proses kegiatan pendidikan yang berlangsung secara sistematis, berjenjang dan diselenggarakan secara terus menerus tanpa terputus, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menangah, hingga pendidikan tinggi. Kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan menekankan kepada kemampuan akademis dan profesional.
b Pendidikan nonformal adalah proses kegiatan pendidikan yang diselenggarakan secara teroganisasi, sistematis, dan berlangsung di luar sistem persekolahan. Pendidikan ini berlangsung secara sengaja dan dilaksanakan untuk melayani warga belajar tertentu guna dalam mencapai tujuan belajarnya.
c. Pendidikan informal adalah proses pendidikan yang akan berlangsung terus menerus dalam kehidupan seseorang sepanjang usianya. Tujuan pendidikan informal adalah penenaman nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan pada seorang individu. Pendidikan informal merupakan pembelajaran yang berlangsung didalam keluarga.
Ketiga jalur pendidikan tersebut tidak bisa dipisahkan, masing-masing jalur pendidikan memiliki peran penting dan saling mengisi dalam sistem pendidikan nasional secara utuh. Pendidikan formal merupakan pendidikan persekolahan yang wajib diikuti oleh seluruh masyarakat usia sekolah. Sedangkan pendidikan nonformal merupakan jalur pendidikan diluar persekolahan yang melayani masyarakat dengan berbagai jenis program yang dimilikinya, seperti kursus, pelatihan, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan program pendidikan lainnya. Pendidikan informal merupakan pendidikan didalam keluarga yang tidak pernah terputus sejak manusia dilahirkan. Ketiga jalur pendidikan tersebut harus berjalan beriringan demi mendukung terwujudnya optimalisasi layanan pendidikan di Indonesia.
Namun tidak semua masyarakat dapat menikmati layanan pendidikan, banyak dari mereka yang kurang beruntung dan tidak mampu menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dengan beragam alasan. Bagi mereka yang kebutuhan pendidikannya tidak terpenuhi oleh pendidikan formal, dapat menempuh pendidikan nonformal sebagai alternatifnya.
Menurt Sudjana (2001) bahwa pendidikan nonformal memiliki beberapa fungsi yang saling berkaitan erat dengan rangkaian proses pembelajaran di dunia persekolahan, dunia kerja, dan juga kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan dunia persekolahan, pendidikan nonformal memiliki fungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap dari pendidikan formal. Jika dikaitkan dengan dengan dunia kerja, pendidikan nonformal memiliki peran dalam kegiatan yang menghubungkan antara pencari kerja dengan kesempatan kerja. pendidikan nonformal jika dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, dapat memberikan kontribusi dalam membekali individu untuk bertahan hidup melalui kecakapan hidup yang didapatkan dari proses pembelajarannya. Pembelajaran dalam pendidikan nonformal berlangsung sepanjang usia atau sepanjang hayat.
Konsep pendidikan sepanjang hayat menjadi ruh dalam penyelenggaraan pendidikan nonformal, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung sejak manusia dilahirkan sampai tutup usia. Ketika pendidikan formal berakhir, pendidikan nonformal dan pendidikan informal akan terus berlanjut sampai akhir hayat seseorang. Pendidikan nonformal melayani kebutuhan pendidikan manusia semasa hidup, sejak lahir sampai dengan akhir hayatnya. Penguatan pendidikan nonformal dalam mewujudkan pemerataan akses pendidikan harus dilakukan guna menunjang keberhasilan pemenuhan layanan pendidikan bagi masyarakat.
Penilaian keberhasilan layanan pendidikan dapat terlihat dari angka rata-rata lama sekolah dalam suatu wilayah. Rata-rata lama sekolah (RLS) merupakan suatu perhitungan untuk mengetahui rerata masyarakat bersekolah yang dituangkan dalam satuan tahun. RLS merupakan rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 25 tahun ke atas untuk menempuh pendidikan yang pernah dijalani. RLS memiliki batas maksimumnya 15 tahun atau setara waktu yang dihabiskan untuk menempuh pendidikan sampai dengan perguruan tinggi.
Angka RLS yang tinggi menunjukkan tingginya jenjang pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat di wilayah tersebut. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka kompetensi yang dimilikinya akan semakin tinggi pula, hal tersebut berdampak pada prilaku dan pola pikirnya. Jika seseorang memiliki pendidikan yang tinggi maka besar harapannya untuk mendapatkan pekerjaan dan kesejahteraan yang baik. Makin rendah tingkat pendidikan seseorang berdampak pada rendahnya kualitas hidup yang bisa ia dapatkan. Tidak dapat dipungkiri semakin tinggi pendidikan seseorang maka pekerjaan, penghasilan, dan posisi sosialnya akan semakin tinggi pula. Melalui pendidikan diharapkan angka kemiskinan akan semakin menurun.
Pada dasarnya layanan pendidikan formal dibatasi oleh usia anak yang berhak memasukinya, yaitu pada jenjang SD anak yang berhak adalah usia 7-12 tahun, jenjang SMP berada direntan usia 13-15 tahun, dan jenjang SMA/SMK berada diusia 16-18 tahun. Penduduk yang berada diatas usia tersebut dan belum menyelesaikan pendidikan formalnya maka diberikan kesempatan melalui jalur pendidikan nonformal yang berupa pendidikan kesesatraan paket A, B, dan juga C yang setara dengan pendidikan jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK.
Pendidikan Kesetaraan merupakan salah satu program pendidikan nonformal untuk melayani masyarakat yang tidak tersentuh oleh pendidikan formal. Program ini memiliki tiga jenjang, yaitu : Program Paket A setara SD/MI, Program Paket B setara SMP/MTs, dan Program Paket C setara SMA/MA. Program pendidikan kesetaraan dapat diselenggarakan melalui Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat kegiatan belajar Masyarakat (PKBM), atau satuan sejenis lainnya. Program ini merupakan program pengganti dari pendidikan formal. Pendidikan kesetaraan memberikan kesempatan bagi masyarakat luas untuk mendapatkan layanan pendidikan wajib mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah, khusus bagi masyarakat yang tidak terlayani melalui pendidikan formal.
Layanan pendidikan kesetaraan ini merupakan wujud nyata dari pemerataan akses pendidikan bagi seluruh masyarakat. Program pendidikan kesetaraan tidak mengenal batas usia, dalam pendidikan nonformal semua masyarakat dapat mengaksesnya, terutama masyarakat yang tidak terpenuhi kebutuhan pendidikannya oleh pendidikan formal. Maka untuk masyarakat usia 25 tahun ke atas yang belum mengikuti pendidikan dasar dan menengah disarankan untuk mengikuti pendidikan kesetaraan.
Penguatan sektor pendidikan formal dan nonformal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan masyarakat. Jika seluruh penduduk usia sekolah dapat menuntaskan wajib belajar 12 tahun hingga jenjang pendidikan menengah (SMA/K, MA, Paket C) dan penduduk usia non sekolah yang belum tersentuh pendidikan formal mendapatkan pelayanan pendidikan kesetaraan maka angka RLS akan otomatis meningkat tajam. Selain itu pendataan untuk anak tidak sekolah dan putus sekolah menjadi solusi serta langkah strategis dalam upaya peningkatan angka RLS. Anak tidak sekolah dan putus sekolah menjadi sasaran utama dalam program pendidikan kesetaraan, melalui pendataan dan pendanaan yang tepat.
Jika para siswa usia sekolah tidak menyelesaikan pendidikannya dengan alasan tertentu atau tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi maka dapat dipastikan angka RLS ditahun-tahun mendatang akan menurun. Sehingga pemerintah harus memperhatikan pendidikan bagi seluruh penduduk baik yang termasuk dalam usia sekolah maupun tidak. Para penyelenggara pendidikan kesetaraan (SKB dan PKBM) perlu didorong untuk melakukan identifikasi dan mengajak masyarakat putus sekolah agar mau mengikuti pendidikan agar layanan pendidikan kesetaraan dapat terselenggara secara optimal.
Perhatian khusus dalam aspek pendidikan merupakan faktor keberhasilan dari peningkatan angka RLS, yang berupa penguatan anggaran dan pemerataan akses bagi seluruh masyarakat. Penguatan akses untuk sektor pendidikan formal dan nonformal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan seluruh masyarakat. Melalui layanan pendidikan yang bermutu maka akan terbentuk sumber daya manusia yang berkualitas serta meningkatkan taraf hidup masyarakat. WikaKd.
Daftar Pustaka :
M. Kamil. (2009) “Pendidikan Nonformal Pengembangan Melalui Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di Indonesia (sebuah Pembelajaran dari Komikan Jepang”, Bandung : Alfabeta Bandung.
Sudjana. (2001) “Pendidikan luar sekolah”, Bandung : Fallah production.
Profil Penulis
Wika Karina Damayanti, S.Pd., S.H., M.Pd. Instansi : Analis Kebijakan Ahli Muda
Dinas Pendidikan Kab. Bandung Barat