CIHAMPELAS-(NEWSROOM). Kepala SMP Darul Falah Cihampelas, Baehaqi mengemukakan bahwa ada nuansa berbeda pada upacara Hari Senin (22/10/18). Hari ini bertepatan dengan Hari Santri Nasional (HSN) 2018. Peringatan HSN tahun ini merupakan yang ke-3 kalinya diperingati di sekolah ini. Pembina upacara yang bertugas merupakan salah satu pengurus sekaligus pengasuh pesantren.
“Pelaksanaan Upacara Bendera pada Senin kemarin di SMP-SMA Darul Falah Cihampelas berlangsung khusyu dan khidmat. Upacara ini dihadiri oleh 3.000 peserta yang merupakan gabungan siswa SMP Darul Falah 1, SMP Darul Falah 2, dan SMA Darul Falah. Pakaian yang mereka gunakan pun berbeda. Santriwan menggunakan peci, baju koko dan sarung, sementara itu santriwati mengenakan busana muslimah yang didominasi warna putih dengan bawahan sarung batik. Pembina upacaranya adalah salah satu pengurus dan pengasuh pesantren. Petugas upacara yang tampil bukan dari kalangan siswa/santri, melainkan para murobbi yang sehari-harinya bertugas sebagai pengajar kitab-kitab kuning dan sebagai pembimbing di kamar santri. Saat dibacakan teks “Janji Santri”, terdengar suara menggema dari setiap sudut lapang upacara. Keistimewaan upacara kali ini karena bertepatan dengan peringatan Hari Santri Nasional (HSN).” tutur Baehaqi saat menjelaskan kegiatan HSN di sekolahnya Jumat (26/10/18)
Selanjutnya Baehaqi mengatakan bahwa Hari Santri Nasional (HSN) sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui Kepres nomor 22 tahun 2015. Pemerintah mengakui bahwa santri dan ulama sangatlah berperan besar dalam pergerakan perjuangan Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Sejarah Hari Santri Nasional dimulai dari Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober tahun 1945 di Surabaya, untuk mencegah kembalinya tentara kolonial Belanda yang mengatasnamakan NICA. Isi Resolusinya yaitu “Membela tanah air dari penjajah hukumnya fardlu ‘ain atau wajib bagi setiap individu”.
“Seruan Jihad yang dikobarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari ini, ternyata membakar semangat para santri Arek-Arek Suroboyo dan sekitarnya untuk menyerang markas Brigade 49 Mahratta pimpinan Brigadir Jendral Mallaby. Jendral Mallaby pun tewas dalam pertempuran yang berlangsung 3 hari berturut-turut dari tanggal 27- 29 Oktober 1945. Ia tewas bersama ribuan pasukan Inggris yang ikut bertempur saat itu. Hal tersebut membuat marah angkatan perang Inggris, hingga berujung pada peristiwa 10 November 1945, yang diperingati sebagai hari Pahlawan.” Papar Baehaqi.
Selama satu minggu sebelum upacara Hari Santri Nasional (HSN), tepatnya mulai tanggal 14-20 Oktober 2018 telah dilaksanakan berbagai lomba antar santri tingkat SMP dan SMA Darul Falah. Lomba tersebut diantaranya: Lomba Cerdas Cermat (LCC), Pidato, Drama perjuangan Islam, Musbaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ), Musabaqah Qiraatul Kutub (MQK), Musabaqah Hifdzil Qur’an (MHQ), Puisi Islam, Nasyid, Shalawat, lomba kebersihan kamar, dan kebersihan kelas.
Setelah para santri, murobbi dan atsatidz/dzah melaksanakan kirab mengelilingi sebagian wilayah kecamatan Cihampelas, para santri berkumpul di Aula untuk mengikuti acara pengumuman hasil perlombaan dan sekaligus pembagian piala dan penghargaan kepada para pemenang lomba.
Lebih jauh lagi Baehaqi menjelaskan bahwa pendidikan karakter dapat diimplementasikan melalui kegiatan yang diselenggarakan di sekolah, salah satunya adalah Peringatan HSN. Dengan memperingati HSN siswa/santri akan meneladani dan mengapresiasi para pejuang/pahlawan/guru, sehingga akan tumbuh jiwa-jiwa yang religius, nasionalisme, gotong royong, mandiri dan integritas.
“Penguatan Pendidikan Karakter yang paling jitu merubah perilaku siswa yaitu dengan inspirasi dan teladan. Ketika siswa/santri melihat tokoh yang membuatnya terkesan, terinspirasi dan apa yang kita lakukan menyentuh hatinya, maka perlahan mereka akan meneladani tokoh tersebut. Guru/ atsatidz pun demikian. Jadilah guru yang menginspirasi!” ujar Baehaqi.
Dikonfirmasi mengenai isi sambutan pembina upacara pada Upacara Hari Santri Nasional di SMP Darul Falah, Mun’im ‘Amaly, selaku pengasuh pondok pesantren mengatakan bahwa melalui peringatan Hari Santri Nasional (HSN) para santri, murobbi, guru dan tenaga kependidikan harus selalu memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Para santri, murobbi, guru dan tenaga kependidikan harus memupuk kesadaran untuk mengisi dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rasa nasionalisme yang tinggi dapat tumbuh dan berkembang dengan subur jika kita memiliki sikap cinta tanah air, ucapan dan perbuatan sehari-hari yang sesuai dengan hadits Rasulullah SAW untuk selalu menebarkan kedamaian dengan sesama manusia, tidak membeda-bedakan SARA, memberi makanan kepada orang yang membutuhkan, dan berdo’a di malam hari ketika orang-orang sedang lelap tertidur.” Pungkas Mun’im.***DianaDi