Oleh : Dra. Nani Sulyani, M.Ds
Kepala Sekolah SMPN 3 Saguling
Sukses melewati tantangan hari pertama di Bukit Menoreh, membuat kami ketagihan untuk kembali memacu hormon adrenalin. Sebagaimana diketahui, adrenalin/epinefrin adalah suatu hormon atau neurotransmiter yang diproduksi oleh tubuh kita dari kelenjar adrenal di ginjal, atau dari saraf adrenergik. Hormon adrenalin akan bereaksi saat menghadapi sesuatu yang mendebarkan, yang pengaruhnya tidak hanya pada otak tapi juga emosi, perilaku, dan fisik.
“Bapak dan ibu, wisata kita namanya Merapi Lava Tour. Nanti kita akan melewati bekas aliran lava, mengunjungi Museum Rumah Sisa Merapi dan Bunker Kaliadem. Siap-siap ya, pokoknya tantangannya akan lebih seru dari kemarin. Kita akan basah-basahan, lho,“ tutur mbak Ranty, tour leader kami dari Syahira Tour & Travel, di dalam bus.
Wooow!… Serentak disambut suara gaduh penumpang. Seperti apa sih tantangan berikutnya? Hari kemarin saja kami sudah dibuat sport jantung, lalu sekarang diwanti-wanti agar menyiapkan baju ganti.
Turun dari bus, kami tiba di base camp dan kembali disambut barisan mobil jeep yang tampak garang. Berdasarkan informasi, rute untuk paket pendek Merapi Lava Tour adalah start dari Basecamp di Kaliurang – Desa Tangkisan – melewati makam masal, Tugu Ambruk, Kedai Kopi Merapi – Gumuk Ball- Desa Wisata Petung, Museum Sisa Hartaku, menuju Desa Jambu- atau Batu Alien, melihat Kali Gendol dari atas, menyusuri Hutan Soga menuju Kali adem- Bungker Kaliadem, dan bermain Air di Kali kuning. Lama tour kurang lebih 2,5 jam.
Merasakan duduk kembali di dalam mobil jeep, jantung kami mulai berdebar-debar. Masker dikenakan, sesuai instruksi driver. Dengan mengucap Bismilah, tour Merapi dimulai.
Kami menyusuri sepanjang jalan bekas aliran lahar dari Gunung Merapi yang tampak gersang, dengan udara panas menyengat. Kecepatan mobil Jeep yang tinggi menyebabkan debu dan tanah berterbangan menghambur ke angkasa. Gunung Merapi sebagai salah satu gunung teraktif di pulau Jawa dikenal sangat berbahaya. Menurut catatan, Merapi mengalami erupsi setiap dua sampai lima tahun sekali. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali, sehingga dalam radius tertentu, warga sudah tidak boleh lagi ada yang bermukim.
Setelah erupsi besar pada tahun 2010, wilayah gunung merapi di sebelah selatan rata diterjang lahar dan menyisakan lautan pasir yang luas. Namun, setelah kejadian tersebut, warga tak mau berlarut menyesali musibah. Mereka bangkit dan mulai membuka destinasi wisata baru, yaitu Lava Tour Merapi.
Menumpang Jeep offroad di Merapi memang sensasional. Sulit diceritakan jika belum pernah merasakan langsung. Yang jelas, kami merasa seperti aktris dalam iklan rokok luar negeri yang terkenal itu. Jeep melewati jalan pasir dan berbatu, bahkan terkadang ban mobil harus tetap melaju, menaklukan bongkahan batu yang cukup besar. Beberapa kali jeep kami berhenti karena berpapasan dengan sesama jeep dari arah berlawanan, sementara jalan hanya boleh dilalui sebuah kendaraan saja.
Tubuh kami terguncang-guncang karena jeep harus melewati jalanan terjal, berbatu, kubangan, tanjakan dan turunan. Ambooi.. perut kami serasa dikocok-kocok! Bahkan terkadang lebih nyaman dalam posisi berdiri dan berpegangan pada besi mobil, daripada duduk.
Sang driver tampak sibuk mengerem dan menginjak pedal gas. Stir berputar cepat ke kiri dan kanan. Kemahirannya tak diragukan lagi, membuat kami para penumpang jelita dan Lolita kehabisan suara, melepaskan keseruan dan euphoria.
Kami tiba di Bunker Kaliadem-Desa Cangkringan, yang pernah menjadi saksi gugurnya dua relawan akibat aliran lahar panas yang masuk melalui celah pintu baja, saat terjadi erupsi tahun 2010. Di dalam bunker yang cukup gelap (penerangan lewat kamera ponsel), masih tersisa gundukan bekas lahar yang mengeras. Membayangkan jika kita berada di dalam bunker pada saat terjadinya erupsi, membuat bulu kuduk meremang. Jarak dari puncak merapi ke bunker memang sekitar dua kilometer saja.
Kunjungan berikutnya adalah ke Batu Alien yang berada di Dusun Jambu. Batu Alien adalah sebongkah batu amat besar yang terbawa erupsi tahun 2010 yang ditemukan warga. Permukaannya mirip/serupa wajah dari luar angkasa/alien. Itulah sebabnya mengapa disebut Batu Alien. Selain berfoto di depan batu alien, terdapat juga beberapa spot foto yang menarik, dengan latar belakang gunung merapi, di antaranya spot foto bingkai cinta dan spot foto merapi.
Dari Batu Alien kami menuju ke Museum Sisa Hartaku di Dusun Petung- Desa Kepuharjo. Tahun 2010 erupsi merapi menewaskan lebih dari 200 warga, 800 orang luka-luka dan meluluh-lantakkan desa-desa di sekitarnya. Hampir semua rumah warga hancur tersapu lahar dan tertimbun debu vulkanik, begitu pula hewan ternak peliharaan, benda-benda dan perabotan rumah tangga.
Museum Sisa Hartaku dibangun warga untuk mengenang kejadian tersebut. Di sebuah rumah milik Sriyanto, yang masih tersisa separuh dinding temboknya, keturunan Sriyanto dan warga sekitar mengumpulkan sisa-sisa perabot dan membangun museum sederhana. Ada fosil hewan ternak, televisi, kerangka motor, peralatan rumah tangga, serta benda lainnya dalam kondisi rusak parah.
Akhir dari tour merapi kami adalah Kali Kuning. Yups, tantangan yang ditunggu-tunggu pun segera tiba. Rombongan mobil jeep kami akan melewati aliran sungai kali kuning. Pedal gas mobil jeep diinjak dengan kecepatan tinggi memasuki jalur sungai. Air sungai yang terbelah jeep memuncrat ke udara, hingga lebih dari dua meter, dan jatuh ke dalam mobil, membasahi tubuh.
“Ibu mau bajunya basah atau enggak?” tanya driver.
“Basaaaah doong,” serentak kami menjawab histeris.
“Lagi?” Sang driver memastikan.
“Lagiiiii…..!” Dan kami pun tertawa bersama.
Laju kecepatan jeep yang maksimal dan cipratan air menjadi momen penutup petualangan tour merapi yang mengesankan. Berdasarkan informasi driver, bermain air di kali kuning memang merupakan pimadona bagi wisatawan yang mengambil paket wisata tour lava merapi.
Setelah tiba kembali di basecamp, kami mandi dan bersih-bersih. Tour lava merapi telah membuat perut kami bernyanyi keroncongan. Energi pun terkuras habis akibat hysteria di Kali kuning. Tentu saja, makan siang di R.M. Muara Kapuas pun menjadi obat penawar yang mengenyangkan, sekaligus memuaskan.
“Wah, saya terkesan banget pokoknya. Puas. Belum pernah saya piknik kayak gini. Menyeramkan sekaligus menyenangkan. Sayang banget kalo ga ikut. Mau deh, diajakin piknik lagi, “ ujar Murniati, salah seorang kepala sekolah yang purnabakti, ketika diminta pendapatnya tentang kegiatan ini.
Sepertinya tak ada yang kecewa dengan kegiatan Tour De Jogja ini, bahkan membuat ketagihan. Sukses untuk MKKS SR 02 yang telah mengemas kegiatan purnabakti dengan apik. Semoga tali silaturahmi tetap terjalin indah melalui semangat kebersamaan dan kekompakan.
Saya teringat ucapan driver kami sebelum turun dari mobil jeep. Ujarnya, hati-hati, Jogja tuh ngangenin. Belum ke Jogja jika belum menyambangi rumah mbah Marijan yang Roso.
Ya, betul, Jogja memang ngangenin, terutama kopi jossnya, sahut saya dalam hati.
Langit Lembang, Oktober 2018.