Artikel: ADHYATNIKA GU
Bandung Barat, (Newsroom).- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada tahun 2019 ini diwarnai berbagai kontroversi. Mulai dari penerapan zonasi yang sudah mulai diberlakukan sejak tahun sebelumnya, sampai penentuan kuota untuk jalur prestasi yang hanya 5 persen. Dapat dipastikan betapa ‘galau’nya para siswa, terlebih orang tua. Secara logika tentu dapat dipastikan para siswa yang memiliki kompetensi lulusan bidang akademik, yang mendapatkan Nilai Ujian Nasional (NUN) baik moda UNKP maupun UNBK, serta para siswa berprestasi bidang lainnya, akan ‘tergerus’ oleh para siswa yang berdomisili dekat dengan sekolah. Sehingga timbulah ketidakpuasan atas kebijakan tersebut. Berbagai masalah pun bermunculan. Mulai dari kecenderungan kurangnya motivasi belajar, dikarenakan dapat dipastikan akan terabaikan oleh zonasi yang memprioritaskan kedekatan domisili dibandingkan dengan capaian prestasi, sampai dengan upaya ‘menyiasati’ alamat pada Kartu Keluarga (KK) yang menjadi salah satu syarat PPDB.
Pemerintah tentu memiliki alasan. Tujuan dari penerapan zonasi adalah tentang pemerataan kesempatan setiap warga negara untuk mengenyam pendidikan sesuai dengan kedekatan tempat tinggal. Selain dari meminimalisir munculnya sekolah favorit yang dipandang akan menjadi kesenjangan yang menjadi jurang ketidakadilan dalam kesempatan pendidikan setiap anak bangsa. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 51 Tahun 2018 tentang PPDB TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Payung hukum tersebut sebagai revisi dari Permendikbud No. 14 Tahun 2018.
Perubahan yang paling mendasar dari Permendikbud No. 51/2018 adalah, penghapusan PPDB jalur Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Hal tersebut diberlakukan karena munculnya polemik di beberapa daerah lantaran banyak yang disalahgunakan. Selanjutnya para siswa yang tidak mampu dapat menggunkan jalur zonasi ditambah dengan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Pusat, atau pemerintah daerah. Selanjutnya adalah memberlakukan lama tinggal yang tercantum berdasarkan KK yang diterbitkan, selama satu tahun. Sementara pada peraturan sebelumnya adalah enam bulan. Berikutnya adalah, untuk meningkatkan transparansi dan menghidarkan praktik ‘jual-beli’ , setiap skolah wajib mengumumkan jumlah daya tampung pada PPDB tahun 2019 ini. Daya tampung tersebut berbasis data rombongan belajar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Sementara pada Permendikbud sebelumnya tidak mengatur secara detil, dan hanya berdasarkan pada ketentuan perundangan yang tertuang pada standar proses. Dan yang paling mendapat sorotan saat ini adalah tentang aturan mengenai kewajiban sekolah untuk memprioritaskan para siswa yang memiliki KK atau surat keterangan domisili sesuai dengan satu wilayah (zonasi) yang sama dengan sekolah asal.
Pemerintah pun dengan tegas akan menindak tegas setiap pelanggaran berkaitan dengan PPDB tersebut. Hal ini tentu dapat dimengerti, dikarenakan di beberapa daerah ditemukan berbagai macam pelanggaran, seperti pemalsuan dokumen, surat mutasi kerja, dan praktik ‘jual-beli’ kursi dan berbagai pelangggaran lainnya. Pelanggaran semacam tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana yang akan berimplikasi pada proses hukum.
Menyikapi berbagai macam keberatan masyarakat atas Permendikbud No 51/2018 tersebut, Pemerintah, dalam hal ini Mendikbud, pertanggal 20 Juni 2019 mengambil keputusan baru dengan merevisi kembali aturan itu dengan poin perubahan pada memperluas jalur prestasi dari 5 persen menjadi 15 persen. Sementara jalur zonasi tetap 80 persen dan jalur perpindahan tetap 5 persen. Hal tersebut sebagai respon cepat pemerintah atas derasnya aspirasi masyarakat untuk memperluas jalur prestasi.
Prestasi adalah hasil atas usaha yang dilakukan seseorang. Hal tersebut dicapai atas kegigihannya dalam mengoptimlkan kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual, serta kemampuan diri dalam menghadapai berbagai situasi kehidupan. Karakter yang dimiliki orang berprestasi diantaranya adalah mencintai pekerjaan, memiliki inisiatif dan kreatif, selajutnya pantang menyerah, dan selalu bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas. Sangat ironis, manakala karakter orang berprestasi tersebut terpinggirkan oleh peraturan, yang walaupun maksud dan tujuannya baik dengan memprioritaskan zonasi, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk lebih meng ‘explore’ potensi yang dimilikinya.
Berkaitan dengan menghilangkan sekolah favorit, tentu sangat baik. Tetapi Pemerintah diharapkan untuk terlebih dahulu membenahi kesiapan sekolah-sekolah dalam hal sarana-prasarana. Ketika sarana-prasarana masing-masing sekolah sudah standar, maka dengan sendirinya akan terealisasikan tujuan utama di atas.
Munculnya revisi atas Permendikbud No 51 /2018, relatif meredam polemik jalur prestasi dan zonasi. Masyarakat pun mulai berkonsentrasi pada tujuan awal memasukkan anak-anaknya ke sekolah. Harapan ke depan adalah semakin terbenahinya sistem PPDB sehingga tidak selalu muncul masalah pada setiap awal tahun pelajaran baru.***