Oleh: Aziz Ismail, M.Pd.
(Kepala Sekolah SDN 3 Rancapanggung Ciliin Kab. Bandung Barat)
Tanggal 16 Maret 2020, adalah waktu dimulai sekolah tanpa keriuhan peserta didik, tidak ada lagi kegiatan pembelajaran di kelas, tidak nampak peserta didik yang berseragam, tidak ada peserta didik di lapangan untuk bermain. Sekolah menjadi sepi, senyap tanpa aktivitas pembelajaran. Semua orang menjadi bingung. Kepala Sekolah, guru, peserta didik, orang tua peserta didik, tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran. Saat itu belum terpikirkan apapun. Hal yang terpikirkan, hanya bagaimana peserta didik selamat dari serangan dahsyat tsunami Corona Virus Diseases 19 (Covid-19).
Semua orang mencari inforrmasi tentang bahaya virus ini. Banyak diantaranya mencari cara medis atau herbal agar terhindar dari penyakit baru yang mematikan ini. Virus yang tersebar mendunia ini, memang penyakit yang tidak pernah teibayangkan, Serangannya begitu mendadak, cepat dan menyeruak kesegala arah penjuru dunia. Tidak kenal daerah, iklim, dan usia. Siapa pun jika tidak hati-hati dan tidak menjaga protokel Kesehatan (prokes) akan berpotensi tertular dan terpapar Covid-19. Peserta didik menjadi yang paling rawan terkena, karena melakukan aktivitas belajar dan berinteraksi di sekolah, tanpa jaga jarak dan berkerumun, maka akan sulit menghindar dari penyakit ini. Solusi terbaik menyelematkan peserta didik dari paparan Covid-19 adalah dengan menghentikan kegiatan pembelajaran di sekolah, diganti dengan Belajar Di rumah (BDR).
Namun, saat itu masih ada secercah harapan, bahwa kegiatan belajar di rumah itu tidak akan nerlangsung lama. Diperkirakan paling lama sampai akhir tahun pelajaran. Kemudian setelah Ulangan kenaikan kelas sekolah akan kembali dibuka dan pembelajaran kembali dilaksanakana. Ternyata serangan covid-19 semakin dahsyat, semakin banyak orang yang terpapar. Akhirnya BDR diperpanjang kembali.
Kegiatan pembelajaran sudah tidak berlangsung di sekolah berubah menjadi pembalajaran di rumah melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ). Bentuk PJJ pun di rancang oleh setiap guru agar pembelajaran dapat berjalan secara efektif. Ada istilah pembelajaran daring (dalam jejaring) atau online melalui media internet, Ada pembelajaran Luring (Luar jejaring) /offline atau melalui tugas yang diberikan oleh guru secara manual yang diserahkan ke orang tua, dengan cara orangtua datang ke sekolah atau melalui kurir. Ada pula pembelajaran guru berkunjung ke rumah peserta didik (jarungjung) atau guru keliling ( Guling). Atau peserta didik datang berkunjung ke rumah guru (Jarmunjung) dan bentuk- bentuk PJJ lain yang dirancang oleh pihak yang berkepentingan.
Tapi ternyata, hal itu tidaklah mudah, karena hal itu dianggap sesuatu yang baru. Adaptasi terhadap kegiatan itu perlu kerja keras dan berpikir keras. Perlu kreativitas ekstra dari guru, kepala sekolah, peserta didik, orang tua dan pemangku kebijakan lainnya. Selain itu, perlu dutunjang sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan tersebut.
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak bisa dilakukan oleh salah satu pihak. PJJ perlu dilaksanakan dengan kerja keras dan perjuangan semua pihak. Orang tua menjadi pihak yang sangat menentukan kaitan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Orang tua harus menggantikan peran guru dalam kegiatan pembelajaran, karena peserta didik tidak dapat berjumpa dengan gurunya. Mereka tidak dibekali dengan pendidikan pedagogik, didaktik metodik pembelajaran, tapi dituntut harus mampu membelajarkan peserta didik. Kesulitan pun muncul. Pembelajaran daring menjadi darting (penyakit darah tinggi). Para orang tua mulai mengalami stres, karena ternyata tidak mudah menjadi guru di rumah.
Dampak dari pembelajaran jarak jauh (PJJ) semakin mengkhawatirkan karena sudah muncul hal hal negatif, secara perlahan peserta yang belajarnya tidak terdekteksi (Jartaksi), peserta didik yang semakin kecanduan dengan gadget, orang tua yang sudah bosan mengarahkan anaknya untuk belajar daring maupun luring akibatnya mulai terdeteksi adanya Learning Lose dan teaching Lose. Selain itu ada pula dampak kekerasan dari orang tua terhadap anak dan kejadian kejadian lain yang tentu sangat merugikan.
Lebih dari itu pembelajaran jarak jauh (PJJ) mengakibatkan hal yang lebih berbahaya dari learning lose atau teaching lose, tetapi Ketika Character Lose itu terjadi berbahaya bagi perkembangan generasi ke depan. Karakter yang dibangun selama ini agar peserta didik disiplin, rajin, kerja keras, menghormati orang tua dan nilai karakter yang lain, mulai hilang. Kedisiplinan peserta didik dalam berperilaku mulai berkurang, baik displin waktu, disiplin berpakaian dan sebagainya. Karakter kerja keras mulai terkikis, yang muncul dominan adalah karakter mudah marah, malas, loyo, mudah menyerah dan peserta didik semakin kecanduann menggunakan gadget dengan bermain game online.
Setelah kurang lebih 18 bulan PJJ, dan sudah ada dititik jenuh, Pembelajaran Tatap Muka (PTM) menjadi sesuaatu yang dirundukan oleh semua pihak, baik peserta didik, orang tua maupun guru. Karena pembelajaran tatap muka bisa menjadi jalan keluar terhadap kerisauan dan kegelisahan orang tua untuk anak anaknya. Pembelajaran tatap muka dirindukan oleh peserta didik karena ingin berjumpa dengan guru dan teman-temannya di sekolah. Mereka rindu ke sekolah, mereka rindu berinteraksi di sekolah, mereka rindu memakai seragam sekolah. Sehingga banyak yang mendesak kembali dilaksankan pembelajaran tatap muka. Sejalan dengan menurunnya penyeberan Covid-19 di tanah air.
Penurunan level pada Pembelakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menajdi level 3 , 2 dan 1 dari level 4, menjadi hal yang menggembirakan. Karena PPKM level 3 dan 2 sudah boleh mealksnakan PTM. Walau harus melaksanakan protokol Kesehatan (prokes) yang ketat. Semua merasa bahagia tatkala diwacanakan akan kembali diadakkan pembelajaran tatap muka (PTM), semua bersiap dan berharap.
Tetapi ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, untuk melaksanakan Pembelajaran tatap muka (PTM) perlu persiapan yang matang, dari semu pihak, terutama sekolah dalam menjaga protokol kesehatan untuk menjaga keselamatan peserta didik selama PTM. Perlu pula koordinasi yang solid antar instansi terkait, untuk mengadakan kajian yang komprehensip. Dari dampak yang akan ditimbulkan karena pembelajaran tatap muka (PTM).
Untuk menjaga keselamatan peserta didik maka pembelajaran tatap muka dirancang sedemikian rupa, melalui tatap muka terbatas (PTMT). Dibuat Standar Operasional pelaksanaan (SOP)nya. Mulai dari ketersedian Alkes, akses ke faskes (fasilitas kesehatan) serta kehadiran siswa yang diatur. Hanya 50 % yang diperbolehkan hadir. Maksimal perkelas 18 orang, sehingga di atur shift kehadiran siswa.
Semua pihak antusias menyambut pembelajaran tatap muka (PTM), mereka semua merindukannya, maka semua pihak mempersiapkannya dan insya Allah PTMT akan segera hadir. Peserta didik akan kembali meramaikan dan meriuhkan sekolah yang sekian lama sudah tidak dihuni oleh peserta didik.
Penulis:
Nama : AZIZ ISMAIL, M.Pd
Tempat/Tgl Lahir : Bandung, 18 Februari 1974
Pekerjaan : Kepala Sekolah
Satuan Kerja : SDN 3 Rancapanggung Kecamatan Ciliin Kab. Bandung Barat