Dadang A. Sapardan
(Kabid Pend. SMP Disdik Kab. Bandung Barat)
Menjelang sore hari, salah seorang teman menyampaikan kabar bahwa dirinya mendapat pesan melalui Whatsapp, akan kedatangan beberapa orang “tamu” untuk mencari informasi tentang kebijakan yang diambilnya. Pada kesempatan itu disampikan agar kedatangan mereka diterima dengan baik dan kalaupun ada beberapa hal yang ditanyakan oleh mereka agar dijawab seadanya, sesuai dengan fakta yang diketahuinya. Esoknya, selepas sang teman menerima “tamu” tersebut, disampaikan bahwa dia tidak berkutik ketika diintimidasi dan ditakut-takuti dengan berbagai hal. Akhirnya sesuatu yang dikhawatirkan sebelumnya dan diharapkan tidak terjadi, terjadi pula.
Upaya untuk melakukan tindakan tidak terpuji dari oknum yang bergrilya di balik eksistensi lembaga/institusi tertentu kerap ditonton, dibaca, dan didengar melalui berbagai kanal informasi. Dengan beribu dalih dan alasan, mereka tidak segan menyusun skenario yang sangat apik untuk memperdaya orang-orang yang dijadikan objek sasarannya. Skenario seperti yang biasa disusun dalam pembuatan film atau sinetron seakan sudah berada di luar kepala sehingga jalinan cerita mengalir bagai air dan menjerat serta mempedaya setiap objek yang menjadi sasarannya.
Kepiawaian dalam melakukan pola-pola intimidasi dan pemaksaan kehendaknya dimungkinkan telah menjadi makanan keseharian dari mereka. Pola yang dilakukan dengan mengandalkan kompetensi verbal yang dudukung dengan kebersamaan dalam memainkan skenario dapat melahirkan kegamangan dari setiap target sasarannya.
Dalam konteks keilmuan, minimal terdapat empat kompetensi yang dimungkinkan dimiliki oleh manusia sehingga mereka dapat survive dalam mengarungi kehidupan masa kini dan masa depan. Keempat kompetensi tersebut adalah berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi, dan berkreasi.
Berdasar pada konsep di atas, kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi antarunsur dari oknum tersebutlah yang melahirkan kemahiran menerapkan pola intimidasi terhadap setiap target sasarannya. Lahirnya ketidakberdayaan yang dilatari kegamangan dari objek sasaran menjadi faktor keberhasilan atas usaha mereka. Dalam konteks ini, keberhasilan yang diraih merupakan capaian target dengan nuansa negatif dalam upaya memaksakan kehendak dan keinginan dari oknum.
Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, oknum diberi makna sebagai orang atau anasir (dengan arti yang kurang baik). Kata tersebut lebih mengarah pada perseorangan atau kelompok yang memanfaatkan situasi tertentu untuk kepentingan perorangan atau kelompok dengan tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku.
Kepiawaian oknum dalam mempedaya menjadi tantangan tersendiri yang harus disikapi dalam wilayah kehidupan ini. Upaya yang dilakukan adalah menerapkan ketegasan dan disertai dengan memosisikan setiap gerak dan langkah pada jalur yang semestinya. Dengan demikian, tidak ada ruang bagi sang oknum untuk beraksi dalam mempedaya dan melahirkan kegamangan dari setiap target sasarannya. ****Disdikkbb-DasARSS.
DAPATKAN SEGERA BUKU-BUKU PILIHAN KARYA PRAKTISI, AKADEMISI, DAN SEKALIGUS BIROKRAT YANG KONSISTEN DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Leres kitu pisan di jaman skarangmah