[responsivevoice voice=”Indonesian Female” buttontext=”bacakan”]Oleh: N. Mimin Rukmini
(Guru Bahasa Indonesia SMPN 1 Cililin)
Dua hari lagi kita lebaran 1441 H. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masih berlangsung, bahkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengumuman kembali perpanjangan PSBB untuk dua minggu ke depan sampai dengan tanggal 29 Mei 2020. Gubernur mengatakan bahwa PSBB tahap 2 yang akan dilaksanakan mengacu pada keberhasilan PSBB tahap 1 yang menunjukakan pola penularan covid-19 bersifat melandai. Dengan pemberlakuan PSBB tahap 2 diharapkan pola penularan virus tersebut semakin menurun dan berhenti di titik nol. Artinya, jika penyebaran sudah mencapai di titik nol, penyebaran pandemi virus sudah tidak ada lagi.
Tradisi mudik lebaran tahun ini bersamaan dengan PSBB sebagai pola pemutusan Covid-19 yang dianggap paling efektif. Ini menjadi kerja luar biasa bagi pemerintah, dan ajang kesabaran bersama pula bagi masyarakat dan seluruh elemen bangsa. Mengapa tidak demikian? Tradisi mudik yang ditunggu tiap tahun tidak bisa lepas begitu saja lantaran Covid-19. Saat ini pula ibadah puasa kita dan segala ibadah yang menyertai puasa berbeda pelaksanaan dari biasanya. Taraweh yang dianjurkan di rumah, solat Idul Fitri pun sama dianjurkan di rumah. Jaga jarak dan pembatasan social menjadi bagian penanganan pelaksanaan PSBB Covid-19.
Sungguh miris melihat dan memperhatikan masyarakat yang masih menerobos petugas dan Gugus Tugas Covid-19 utuk mudik ke kampung halaman. Beragam cara mereka lakukan. Ada yang dengan cara membawa mobil di dalam mobil. Alasan cara itu supaya mobil yang dibawa mobil dianggap mogok. Sedangkan di dalam mobil, berisi orang yang akan mudik lebaran tersebut. Ada pula masyarakat yang nekad mudik dengan menggunakan mobil box. Ngeri mendengarnya. Mobil yang sejatinya digunakan untuk barang, ternyata digunakan untuk mengangkut pemudik nekad. Masih banyak cara lain pemudik yang tak benar mereka lakukan. Mudik dengan cara-cara yang bisa membahayakan dirinya dan orang lain.
Mudik di era covid-19 mengadung risiko dan dampak yang tak bisa dianggap enteng. Dibutuhkan kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda). Pemerintah pusat mengeluarkan berbagai kebijakan, di antaranya mengeluarkan Dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat terdampak. BLT ini pun dipantau penyebarannya sampai tingkat RT atau RW. Termasuk kebijakan pola pelaksanaan PSBB di tingkat pusat dan daerah. PSBB tahap 2 yang baru memulai di tingkat Jabar, menjadikan pemeriksaan petugas di jalanan semakin ketat bahkan sebenarnya bukan hanya terjadi di Jabar, di wilayah lain pun demikian sama.
Masih mending pemudik itu masyarakat sehat. Pemudik yang memiliki alasan bukan penduduk tetap di tempat perantauan atau pemudik yang tidak lagi memiliki penghasilan akibat dari dampak Covid-19. Atau warga masyarakat yang di-PHK atau yang tidak bisa berjualan karena pembatasan social. Yang mengerikan, justru orang mudik yang jelas-jelas terinfeksi virus pandemi bahkan kabur dari rumah sakit. Betapa pola sebaran covid-19 terpapar berhamburan di jalan raya. Jenazah Covid-19 saja andai mau dikuburkan harus steril luar biasa. Jenazah dibungkus kain kafan, dibungkus plastic berlapis, dimasukkan ke dalam peti jenazah. Protocol penanganan jenazah ini mengindikasikan memutus virus agar tidak menyebar. Naah, bagaimana penyebaran virus dengan orang yang terinfeksi positif virus, tanpa pengamanan, apalagi kabur menggunakan sepeda motor. Ngeri bukan?
Pasien kabur dari rumah sakit sudah biasa kita dengar. Ini malah pasien pandemi virus, kabur pula ingin mudik. Mudik nekad dengan cara naik sepeda motor langsung dari Wisma Atlet rumah sakit khusus Covid-19 menuju kampung halaman Tasik Malaya (Berita pagi 22/5/2020). Beruntung Petugas Medis Gugus Tugas Penanganan Covid-19 berhasil menggiring kembali pasien yang naik sepeda motor tersebut naik mobil ambulan untuk kembali dirawat. Naah kita bayangkan betapa virus yang pasien idap, naik sepeda motor menyebar ke segala arah.
Oleh karena itu, tak ada jalan bagi masyakat untuk mendukung anjuran pemerintah dan petugas medis, selain tidak mudik dan diam di rumah. Puasa dan segala amal ibadah yang menyertai puasa bisa dilakukan dari rumah. MUI telah memberikan rambu-rambu bagaimana salat tarawih, dan salat Idul Fitri di rumah. Demikian pula dengan pelaksanaan ibadah yang lain. Silarurahmi melepas rindu dengan keluarga di kampung bisa dengan cara telepon ataupun vicall.
Penulis merasakan apa yang dirasakan pemudik. Kerinduan akan kampung halaman tak kan pernah tergantikan. Namun, kita juga merasakan bagaimana lelah dan capenya sepak terjang pemerintah dan petugas medis mengurus dan berjuang lawan Covid-19. Sekali lagi, kita dukung Petugas Medis dan Pemerintah dengan cara menahan diri tidak mudik dan diam di rumah. Bagi yang tanggung sudah mudik, mari sama-sama bersabar diam di rumah. Mudah-mudahan dengan cara disiplin seperti ini, pandemi virus akan cepat berlalu. Bersama lawan Covid-19, BISA!
(Artikel ini, telah penulis publikasikan pada Blog Gurusiana tertanggal 22 Mei 2020, dengan beberapa perubahan.)
[/responsivevoice]