Reportase : Elis Lisnawati
CILILIN-(NEWSROOM) Sebanyak 53 orang siswa SMPN 1 Cililin yang terdiri dari siswa kelas VII, VIII dan IX yang sekaligus tercatat sebagai peserta TMBB 2019 bersama-sama mengikuti kegiatan wisata literasi dengan tempat yang dituju adalah Bening Sagulng Foundation atau yang lebih akrab dikenal dengan sebutan Saung Eceng yang berlokasi di Babakan Cianjur Kecamatan Cihampelas, Selasa (02/04/19).
Dengan didampingi 13 orang guru perintis, kami bersama-sama berangkat dari sekolah pukul 07.45 WIB. Kurang lebih 30 menit di perjalanan, sampailah di tempat yang dituju. Istirahat sesaat sambil melihat situasi sekitar yang bikin adem karena selain cuaca sejuk ditambah banyaknya pepohonan rindang yang ada di sekitar, membuat nyaman suasana pagi itu. Kegiatanpun dimulai setelah semua siswa dikumpulkan dalam sebuah ruangan terbuka yang luas. Tiupan angin di pagi itu membuat badan kami semakin terasa segar. .
Kegiatan diawali dengan pemaparan yang disampaikan oleh Kang Indra, pemilik Bening Saguling Foundation. Beliau memaparkan bahwa tujuan pendirian Saung Eceng ini adalah sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondiisi lingkungan sekitar. Di mana beliiau melihat kondisi sungai yang ada tepat di belakang saung dipenuhi dengan eceng gondok. Eceng gondok yang dianggap sebagai “gulma”, diubah menjadi berbagai kerajinan tangan yang bermanfaat. Hingga konsep zero waste benar-benar dapat diterapkan untuk eceng gondok ini. Mulai dari akar, batang hingga daun, semuanya dapat dimanfaatkan dengan baik.
Tak lupa Kang Indra mengungkapkan langkah nyata yang telah dilakukannya untuk mengolah eceng gondok tersebut, seperti dengan memberdayakan 58 orang pemulung yang ada di lingkungan sekitar, 34 perahu masyarakat digunakan untuk mengangkut eceng gondok dan berbagai hasil olahannya. Mereka mengolahnya menjadi berbagai macam kerajinan yang memiliki daya jual. Tidak hanya saung yang ada disana terbuat dari eceng gondok, namun berbagai jenis hasil kerajinan seperti tas, tempat tissue, hiasan dinding dan berbagai kerajinan lainnya bisa dibuat dari bahan eceng gondok.
Kegiatan berikutnya adalah, kami menyusuri jalan menuju sungai Citarum yang ada di belakang Saung Eceng. Hamparan eceng gondok menutupi hampir seluruh permukaan air. Begitu cepatnya rambatan eceng gondok menutupi permukaan air hingga tak sedikitpun terlihat genangan air disana, karena semuanya sudah tertutup eceng gondok.
Sesaat anak-anak dibawa untuk melihat keadaan di sana, melihat kondisi sekitar hingga muncul berbagai pertanyaan terhadap permasalahan yang ada. Mereka melihat kondisi riil keadaan sungai, yang di satu sisi mendatangkan nilai plus bagi masyarakat tapi di lain pihak memunculkan permasalahan baru. Salah satunya ketidakpedulian masyarakat terhadap keberlangsungan lingkungan sekitar dengan menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah hingga demikian banyaknya sampah di sana. Bukan hanya sampah rumah tangga yang membuat air menjadi kotor dan bau, tetapi sampah plastik yang demikian menumpuk, menjadikan sungai menjadi terkontaminasi dengan sampah plastik yang susah untuk bisa terurai.
Para pemulung mengambil sampah yang ada dengan menggunakan perahu kemudian di sana dipilah antara sampah organik dan non organik. Sampah organiik diolah menjadi pupuk buatan sedangkan sampah dalam bentuk plastik dikumpulkan untuk didaur ulang. Pembelajaran kontekstual yang memberikan banyak manfaat bagi siswa.
Selesai menyusuri sungai, kembali siswa diajak ke saung untuk merefleksi apa yang telah dilihat dan dirasakannya. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk menceritakannya dalam bentuk tulisan. 30 menit anak menulis dalam selembar kertas dan apa yang terjadi ? sebagian besar mereka dapat menyelesaikan tulisannya dalam berbagai bentuk. Ada yang menulis dalam bentuk artikel, puisi bahkan fiksi sekalipun. Inspirasi itu hadir di saat mereka dapat merasakan apa yang dilihat dan dirasakannya secara langsung. Pengalaman bathin memberi inspirasi tersendiri hingga mereka bisa dengan mudahnya menuliskan apa yang dirasakannya.
Akhir kegiatan siswa diajak praktek langsung mengolah eceng gondok yang telah dikeringkan menjadi berbagai kerajinan tangan untuk berbagai keperluan. Mereka diberikan kebebasan untuk membuat kerajinan tangan sesuai dengan keinginannya setelah sebelumnya Kang Indra memberikan dasar-dasar proses pembuatannya. Mereka asyik berkreasi hingga waktu yang mengharuskan kami untuk segera kembali ke sekolah.