Oleh: DR. H. Hery Taryana, M.Pd.
(Pengawas Pembina SMP KBB)
Kebijakan Pemerintah yang menerapkan swakarantina akhir-akhir ini mengharuskan semua warga untuk ‘stay at home’. Hal ini dimaksudkan agar Covid-19 tidak luas jangkauannya. Berbagai protokol pencegahan penyebaran virus mematikan ini diterapkan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Semua warga sekolah diharuskan untuk belajar dan bekerja di rumah. Sehingga salah satu agenda besar pun, seperti Ujian Nasional semua jenjang ditiadakan.
Hal di atas mengharuskan para pemegang kebijakan pendidikan mencari solusi efektif untuk menyikapinya. Seperti sebuah model berbasis masalah yang menjadi ciri utama pembelajaran era digitalisasi dewasa ini, maka langkah yang tepat dan solutif harus segera diatasi.
Dinas Pendidikan Kab. Bandung Barat, dalam hal ini, sangat cepat menyikapi permasalahan di atas. Mulai dari mengeluarkan pernyataan resmi berupa surat edaran ke semua sekolah untuk menghentikan segala kegiatan pembelajaran. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk dukungan atas kebijakan Pemerintah, dan upaya memberikan keamanan dan kenyamanan semua pihak.
Hal tersebut malah berdampak positif. Para guru, secara tidak langsung, diberikan keleluasaan untuk berinovasi dalam melaksanakan Tupoksi-nya. Sehingga proses belajar mengajar tetap terlaksana, walaupun harus menggunakan sarana dengan kondisi terbatas.
Sebagai bentuk monitoring, Disdik KBB pun mengeluarkan sejumlah instrumen pemantuan proses belajar mengajar untuk memastikan terlaksananya kegiatan tersebut dengan penanggung jawab para pengawas pembina.
Adalah menjadi catatan istimewa tersendiri untuk Dinas Pendidikan Kab. Bandung Barat yang meluncurkan kebijakan swakarantina. Banyak sekolah berinovasi dengan menggunakan media digital daring. Sebagian masih menggunakan luring. Tetapi poin utamanya adalah terletak pada sikap dukungan mereka atas program di atas.
Seharusnya kebijakan tersebut juga mendorong terwujudnya pembelajaran jarak jauh yang merupakan suatu proses interaksi siswa dengan guru dalam waktu dan tempat yang berbeda. Hal ini sangat positif ketika proses ini menjadikan pembelajaran berpusat pada siswa.
Tentu masih terdapat kendala yang terjadi di lapangan. Ketersediaan sarana-prasarana penunjang, seperti media internet, video, dan teknologi lainnya, masih sangat terbatas. Namun saat ini, berbagai media alternatif pun dapat dipergunakan. Tinggal kembali kepada guru, karena tercapainya proses tersebut ditentukan oleh kesepakatan guru dengan siswa, perencanaan yang matang, komunikasi yang intens antara siswa dan guru, fasilitas yang memdai, dan kemampuan gur dalam menggunakan teknologi yang dipakainya.
Sementara itu, beberapa hal yang tidak boleh diabaikan adalah kejelasan perintah sehingga mudah dipahami oleh siswa. Selanjutnya guru harus menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, dan penilaian apa yang akan diterapkan.
Ada hal yang menarik dari proses pembelajaran jarak jauh, yakni terbangunnya penguatan pendidikan karakter. Secara tidak langsung, nilai kejujuran siswa saat mengerjakan tugas akan teruji. Selain itu, nilai kemandirian juga akan tercipta saat siswa dituntut menemukan, menggali informasi, mengembangkan bahkan menyimpulkan dari tugas yang diterimanya.
Akhirnya, walaupun kebijakan ‘work from home’ adalah saatnya bagi guru untuk mengembangkan kompetensi khususnya dalam penguasaan teknologi informasi, namun janganlah menjadikan momentum ini sebagai penugasan yang memberatkan siswa. Karena sesungguhnya pembelajaran ini tidak menjamin dapat membuat mereka lebih pintar. Oleh karena itu hendaknya menggiring siswa ke arah yang dapat menguatkan pendidikan karakter. Sehingga hal ini akan memberikan dampak yang jauh lebih bermanfaat dalam mencetak generasi yang mampu memperoleh pembelajaran dalam menyikapi keadaan dengan bijak.***
Penulis: DR. H. Hery Taryana, M.Pd. (Pengawas Pembina Jenjang SMP Kab. Bandung Barat)
Editor: Adhyatnika Geusan Ulun (SMPN 1 Cipongkor/Newsroom)