Popi Siti Ichsanniaty, M.Pd
(Analis Kebijakan sub Koordinator Kesiswaan
Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Barat)
Mengikuti Sosialisasi pendampingan layanan khusus yang diadakan oleh pihak Kemendikbudristek di Surabaya tanggal 22 Juli 2022 menggugah pemikiran bahwa sudah tidak ada kata menunggu untuk menangani 3 dosar besar dalam pendidikan. Dosa besar tersebut adalah kekerasan, perundungan dan intoleransi.
Kenapa disebut dosa besar? Mungkin pihak kemendikbudristek hanya ingin menggugah para warga pendidikan agar bisa menggeliat melihat berbagai kasus yang terjadi. Kasus kekerasan anak dalam rumah tangga, perundungan dan penelantaran peserta didik karena harus segera ditangani demi keselamatan masa depan generasi penerus bangsa Indonesia.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melaporkan, ada 797 anak yang menjadi korban kekerasan seksual sepanjang Januari 2022. Jumlah tersebut setara dengan 9,13 persen dari total anak korban kekerasan seksual pada tahun 2021 lalu yang mencapai 8.730. KPAI pun turut membeberkan sejumlah kasus kekerasan pada anak di sejumlah daerah saat Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 2022 digelar. Sebanyak 12.920 kasus terdiri dari 1991 laki-laki dan 11.949 perempuan.
Melihat banyaknya kasus tersebut membuat hati miris, begitu banyak ancaman terhadap peserta didik. Ancaman lingkungan tidak hanya datang dari lingkungan sekolah, tetapi dari lingkungan terdekat yaitu keluarga dan masyarakat. Anak adalah buah hati yang tak ternilai harganya untuk sebuah keluarga, maka dari itu menjaganya untuk tumbuh baik dan berkembang sebagaimana yang diharapkan adalah merupakan kewajiban mutlak bagi kedua orang tua yaitu ayah dan ibu. Bagaimana memilih pendidikan yang baik, pergaulan yang baik, lingkungan yang mendukung sudah sepantasnya orang tua wajib mengarahkan anak.
Kemendikbudristek dan Dinas Pendidikan baik kabupaten maupun kota bersama-sama KPAI diharapkan dapat melakukan sosialisasi terkait Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah. KPAI mendorong ada sosialisasi dan edukasi bagi para pendidik untuk memahami psikologi perkembangan anak, UU no 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak dan Konvensi Hak Anak (KHA).
Kekerasan merupakan setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum (Pasal 15a UU 35/2014). Berdasarkan pengertian tersebut kekerasan terbagi ke dalam beberapa bentuk, yaitu; fisik, psikis/ emosional, seksual, penelantaran dan eksploitasi. Oleh karenanya Negara hadir dalam melindungi anak di berbagai satuan pendidikan.
Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. (Pasal 9 Ayat 1a, UU 35/2014).
Segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara berulang dikenal dengan istilah perundungan.
Perundungan dilakukan secara sadar dan sengaja karena terjadi beulang kali dan adanya kesenjangan kekuatan atau kuasa.
Dari beberapa kasus yang terjadi perundungan dapat dikategorikan ke dalam 4 kategori;
Perundungan Fisik: memukul, menendang, mendorong, meludahi, mengambil/ merusak hak milik orang lain dengan paksa.
Perundungan Verbal: mengejek, menghina, menggunakan panggilan negatif atau komentar rasis, bahasa bernada sekusal, mengancam
Perundungan Relasional: menyebakan rumor negatif mengenai orang lain; mengeluarkan, mengabaikan dan mengisolasi seseorang dalam suatu kelompok; membocorkan rahasia seseorang kepada pihak ketiga; memanipulasi hubungan dan merusak persahabatan
Cyber Bullying: mengirim atau mengunggah (posting) kata – kata maupun gambar yang intimidatif dengan menggunakan alat komunikasi digital ke berbagai aplikasi atau platform, umumnya media sosial atau pesan singkat
Jenis perundungan yaitu Vertical Bullying adalah bentuk perundungan yang dilakukan oleh senior kepada junior. Jenis bullying yang dilakukan bisa secara fisik, verbal, relasional, maupun cyberbullying. Di masyarakat nampaknya hal ini perlakuan yang biasa dilakukan dan sudah menjadi mafhum perlakuam dari senior kelasnya kepada juniornya, padahal hal inilah benih-benih praktik yang tidak baik yang dipupuk dan berkembang sampai anak tersebut tumbuh dalam kebiasaan yang dapat meresahkan pendidik, orangtua maupun masyarakat itu sendiri.
Kasus yang terbaru yang membuat merinding, kasus perundungan yang dialami anak berinisial FH berusia 11 tahun di Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia tergolong berat dan kompleks lantaran korban mengalami kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis dan mengakibatkan korban meninggal dunia. Pelaku menjadikan korban sebagai obyek perlakuan seksual terhadap seekor hewan, yang sudah tidak manusiawi lagi.
Dosa besar lainnya dalam pendidikan yaitu intoleransi, salah satu kasus yang terjadi di Indonesia yaitu penyerangan terhadap rumah ibadah, timbulnya berbagai pergerakan fanatisme untuk melawan pemerintah.
Munculnya intoleransi disebabkan oleh empat faktor, pertama pandangan keagamaan sektarian, kedua populisme agama, ketiga politisi yang memanfaatkan agama dan yang terakhir yaitu pendirian rumah ibadah yang dilarang atas dasar agama, sehingga menimbulkan intoleransi. Kasus intoleransi masih sering terjadi di sejumlah sekolah di Indonesia. Padahal sejatinya, sekolah merupakan tempat disemainya pemahaman dan pemaknaan kemajemukan sebagai identitas dan kekayaan bangsa. Sepertinya para pendidik harus lebih mengenalkan kembali Ideologi Indonesia yaitu Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika., bahwa sebagai warga Negara Indonesia memegang pemahaman berbeda-beda tetapi tetap satu. Inonesia sebagai sumber keanekaragaman, baik suku, agama dan ras sehingga inilah yang harus dijadikan pondasi besar untuk menajaga keutuhan Negara.
Sungguh tugas berat bagi warga pendidik untuk dapat melindungi siswa agar terhindar dari karakter yang tidak terpuji ini. Zaman sudah mulai mengerogoti generasi muda kita dengan mudahnya semua chanel dan akses dapat diunduh secara bebas.
Peranan keluarga khususnya orangtua dalam mendampingi tumbuh kembang anak sungguh sangat berharga karena itulah keluarga merupakan pondasi pendidikan pertama dan utama, karena di keluarga lah peranan agama awal mula dikenalkan dan anak dapat memfilter sendiri hal-hal yang dianggap negative dan merusak masa depannya. Sekolah menjadi rumah kedua untuk anak haruslah dibuat senyaman mungkin, pendidikan agama dapat ditindaklanjuti di sekolah dengan melalui pendampingan layanan khusus.
Setuju dengan Paparan Bu Kasi yang mengingatkan kita untuk ambil bagian secara aktif dalam mencegah perundungan terhadap peserta didik. Tidak menganggap sepele atau wajar bila terjadi indikasinya di sekolah. Perlu cepat respon jika terjadi indikasi perundungan sebagai upaya pencegahan sejak dini.