Dadang A. Sapardan
(Kabid Kurikulum & Bahasa, Disdik Kab. Bandung Barat)
Seiring dengan webinar persiapan pembelajaran pasca pemberian vaksin Covid-19 terhadap para pendidik dan tenaga kependidikan, lahir harapan besar dari berbagai pihak—termasuk para orang tua siswa yang selama ini sangat kencang sekali keinginannya—akan pembukaan kran pelaksanaan pola pembelajaran tatap muka. Dalam paparannya, Mendikbud menyampaikan bahwa pembelajaran tatap muka terbatas dimungkinkan untuk dilakukan setelah setiap satuan pendidikan memenuhi beberapa persyaratan yang sangat ketat, termasuk dalam kaitan dengan penerapan protokol pencegahan pandemi Covid-19.
Sejalan dengan penerapan kebijakan dalam upaya menekan perkembangan pandemi Covid-19 yang telah memasuki fase pemberian vaksin terhadap para pendidik dan tenaga kependidikan, harapan besar muncul akan keterlaksanaan pembelajaran tatap muka pada setiap satuan pendidikan. Berbagai harapan akan keterlaksanaannya dilontarkan oleh berbagai pihak, terutama mereka yang telah merasakan kejenuhan melihat fenomena pola pembelajaran jarak jauh yang dianggap oleh beberapa pihak tidak seefektif pola pembelajaran tatap muka.
Telah lebih dari setahun lamanya, kebijakan pembelajaran pada satuan pendidikan dilakukan dengan peniadaan aktivitas pola pembelajaran tatap muka dan diganti dengan pola pembelajaran jarak jauh. Penerapan kebijakan tersebut dilakukan dalam upaya pecegahan penyebaran pandemi Covid-19 di kalangan masyarakat, sehingga satuan pendidikan sebagai diharapkan tidak menjadi epicentrum baru penyebarannya.
Sebagai ekosistem yang diwarnai dengan adanya perhubungan intensif di antara seluruh unsurnya, satuan pendidikan menjadi ekosistem yang rentan, sehingga mendapat perhatian ekstra dari pemerintah. Perhatian ekstra diberikan dengan alasan bila tidak terkontrol secara ketat, satuan pendidikan bisa menjadi episentrum baru penyebaran Covid-19. Hal itu dimungkinkan karena satuan pendidikan menjadi tempat berkumpulnya ekosistem dengan latar belakang geografis yang tersebar.
Pada rencana pelaksanaan pola pembelajaran tatap muka secara terbatas—menurut istilah yang diungkapkan Kemendikbud—sandaran utama implementasinya tetap mengarah pada upaya menjaga kesehatan dan keselamatan warga satuan pendidikan serta pertimbangan terhadap tumbuh kembang dan hak anak selama masa pandemi Covid-19.
Dari dua sandaran utama tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa kebijakan apapun yang diambil dalam pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan, upaya optimal untuk menjaga kesehatan dan keselamatan warga satuan pendidikan harus menjadi prioritas utama. Karena itu, berbagai kajian yang dilandasi dengan kecermatan dalam mengambil kesimpulan yang berujung pada keputusan harus menjadi pondasinya. Dalam konteks ini, pembukaan kran pola pembelajaran tatap muka langsung tidak dapat dilakukan secara serampangan oleh setiap pemangku kepentingan.
Dalam pengambilan kesimpulan dan keputusan tersebut tidak bisa pula menafikan perhatian akan bertumbuh dan berkembangnya siswa secara normal. Pada suasana pola pembelajaran jarak jauh yang selama ini dilaksanakan tidak jarang ditemukan berbagai fenomena penyimpangan yang diakibatkan tidak terkontrolnya siswa, baik oleh satuan pendidikan maupun orang tua siswa. Beberapa kasus yang selama ini ditemukan, di antaranya eksploitasi terhadap siswa untuk dapat membantu perekonomian orang tuanya; terbatasnya power satuan pendidikan untuk mengontrol keterlaksanaan pembelajaran dari sebagian besar siswanya; lahirnya kesenjangan capaian hasil belajar dari siswa yang berlatar belakang sosial-ekonomi mampu dengan tidak mampu; besar sekali kemungkinkan akan terjadinya lerning loss yang diakibatkan dari ‘pemaksaan’ pelaksanaan pola pembelajaran jarak jauh terhadap siswa; meningkatnya kekerasan terhadap siswa di rumah yang diakibatkan oleh berbagai faktor—terutama faktor psikologis; terjadinya pernikahan dini pada kalangan siswa karena begitu longgarnya waktu dan pengawasan yang diberikan oleh orang tua siswa bersama satuan pendidikan.
Dalam upaya menyikapi lebih meluasnya dampak yang diakibatkan oleh penghentian pola pembelajaran tatap muka langsung, pada bulan Juli—tahun pelajaran baru—dimungkinkan untuk menerapkan pola pembelajaran tatap muka langsung tetapi secara terbatas. Disebut secara terbatas karena pola pembelajaran tatap muka langsung ini tidak serta-merta seperti fenomena yang terjadi pada saat kondisi normal. Siswa yang bisa mengikutinya maksimal 18 orang per kelas—jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMk/MAK—dan maksimal 5 orang perkelas—jenjang PAUD dan SLB—dengan tetap menerapkan jaga jarak sejauh 1,5 m. Belum lagi berbagai persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan seperti yang tercantum dalam daftar periksa. Intinya, dalam pola pembelajaran tatap muka ini, kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan menjadi prioritas utama dan harus menjadi perhatian para pemangku kepentingan.
Melihat beberapa ketentuan terkait akselerasi penerapan pola pembelajaran tatap muka langsung secara terbatas, tidak dengan serta-merta menghentikan pola pembelajaran jarak jauh yang selama masa pandemi Covid-19 ini dilaksanakan secara masiv oleh setiap satuan pendidikan. Pada implementasinya, pola pembelajaran jarak jauh masih tetap harus diikuti oleh seluruh siswa, sehingga kedua pola pembelajaran tersebut dilakukan dengan secara bergilir. ****Disdikkbb-DasARSS.