Oleh: N. Mimin Rukmini
(Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Cililin)
Beberapa waktu yang lalu, saya terpesona dengan video sepatu yang berwarna. Saya perlihatkan kepada teman-teman hingga masing-masing teman memiliki kawan yang pro dan kontra akibat dari beda hasil pelihatan masing-masing teman. Sesampai di rumah, terjadi lagi perbincangan santai dengan suami.
“Pak, coba tebak sepatu ini berwarna apa?” tanya saya pada Bapaknya Anak-Anak (Bapak), dengan memperlihatkan gambar sepatu yang ada di handphon. Bapak menjawab dengan detail bahwa gambar sepatu tersebut berwarna abu-abu dan hijau muda. Saya hanya tersenyum. Bapak balik bertanya, “Memang ada apa? Penglihatan Bapak salah?”
“Tidak!” jawabku. “Penglihatan saya dan Bapak berbeda. Sepatu itu menurut saya berwarna ping dan putih,’ tandas saya.
Dari cuplikan perbincangan saya dan Bapak tersebut, mengindikasikan bahwa di antara kita pasti ada perbedaan pemikiran atau pandangan. Berdasarkan warna sepatu tersebut, pandangan orang yang katanya penggunaan otaknya lebih dominan otak kiri akan menjawab warna abu-abu. Sebaliknya, jika penggunaan otak lebih banyak otak kanan, maka melihat warna sepatu itu dengan warna pink dan putih.
Pada satu sisi, perbedaan pandangan seseorang bisa jadi dipengaruhi oleh faktor alamiah dari individu itu sendiri. Seperti halnya keadaan otak kiri dan kanan. Di sisi yang lain, perbedaan pandangan seseorang terjadi karena pengaruh lingkungan, dan aktivitas belajar.
Sebagaimana diketahui, pandemi covid-19 belumlah menuju tanda-tanda mereda. Mengapa demikian? Ya, jawabannya semua di antara kita belum memiliki pandangan tentang pandemi yang selaras. Terutama pandangan untuk mengurangi, menghindari, dan mencegah penyebarannya.
Penanganan virus pandemi melalui protokol kesehatan yang seharusnya dijalankan misalnya, tidak semua masyarakat bisa melaksanakan. Protokol kesehatan, mencuci tangan pakai sabun, dan penggunaan masker masih banyak yang mengabaikan. Padahal, pemerintah sudah secara masiv memberikan arahan dan penerangan tentang pencegahan virus mematikan itu. Pencegahan pandemi tersebut yang salah satunya dengan melakukan dan disiplin terhadap protokol kesehatan Covid-19. Sosialisasi dan informasi betapa banyaknya masyarakat dan tenaga medis terpapar covid.
Bagi beberapa orang berpendapat bahwa virus korona tidak ada. Sementara beberapa yang lain, penyakit hanya datang dari yang Maha Pencipta. Beginilah, pandangan-pandangan yang berbeda yang memerlukan ketegasan dan sekaligus pemikiran bijak dari pemerintah dan kita.
Pola pikir dan cara pandang masyarakat yang berbeda seperti telah diungkapkan di atas, karena lingkungan, pemikiran, dan cara belajar yang berbeda. Dengan perbedaan tersebut akan melahirkan inovasi dan kreativitas yang luar biasa. Hal konkret dari perbedaan pemikiran itu, sejak Maret tahun lalu, terbukti sudah adanya vaksin anti virus. Perlahan namun pasti, penanganan virus terus bergulir hingga proses vaksinasi sedang berlangsung.
Sungguh! Pemerintah dalam penanganan virus pandemi menurut hemat saya sudah luar biasa. Tinggal kita pelaksana protokol kesehatan yang sadar menjalankan hal itu. Masa AKB bukan masa seperi sebelum pandemi. Masa AKB adalah masa yang benar-benar baru. Bukan berarti masalah setelah mereda virus pandemi, masker misalnya kembali diabaikan. Tidak! Tiga poin protokol kesehatan tetap terus dilaksanakan. Pola jaga jarak tetap dilaksanakan, bahkan menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas kegiatan mutlak dilakukan.
Memasuki masa Vaksinasi Covid-19 diharapkan perbedaan pendapat tidak menghambat kerja pemerintah dan pelaksanaan kebijakan yang sedang berlangsung. Sebaliknya, perbedaan pendapat dapat menjadi pemantik semangat untuk terus menggempur virus pandemi hingga sirna dari muka bumi. Semoga.
Masya Allah betul sekali kita harus menghargai perbedaan pendapat agar tercipta suasana kondusif.
Wah, otak kananku lebih dominan. Tak ada warna pink sama sekali.